Mirisnya, pada tahap pengimplementasian dari UUD tersebut terdapat kerancuan yang tumpang tindih antara UUD 1945 dengan UU No. 1 PNPS Tahun 1965. Hal ini tergambar dari UU No. 1 PNPS Tahun 1965. UU tersebut justru membatasi dan mempersempit kebebasan bagi para penganut agama leluhur dalam menjalankan keyakinan dan kepercayaannya.
Hal inilah yang kemudian mempertegas bahwa ada jurang pemisah yang sangat nampak jelas antara agama resmi dan agama leluhur. Dan penganut agama lokal selamanya akan berada dalam bayang-banyang penodaan terhadap agama yang diakui oleh negara.
Padahal jika agama dilihat dari sudut pandang keberagamaan, maka antara agama resmi maupun agama leluhur akan memiliki definisi atau pengertian yang sama, yakni sikap kepercayaan, kepatuhan dan pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau sesuatu yang dapat mempengaruhi keberlangsungan hidupnya.
Seyogianya dengan adanya perbedaan, maka tindakan diskriminasi harus dihilangkan dan lebih mengutamakan kesetaraan diantara orang-orang yang berbeda tanpa melihat agama, etnik, bahasa, budaya dan golongannya, karena dengan perbedaan itu menunjukkan adanya sebuah multikulturaslisme yang harus dijaga demi keutuhan NKRI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H