Mohon tunggu...
Aliy Bachrun
Aliy Bachrun Mohon Tunggu... -

Writer | Public Speaker | Traveler | Creative Worker | Full time learner "Bahagia dengan berbagi, menulis untuk bersyukur, hidup dalam bermanfaat."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkarya dengan Ikhlas

2 Desember 2017   17:47 Diperbarui: 2 Desember 2017   18:04 1372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak jarang, para new comer berharap karya pertamanya itu akan langsung meledak, kemudian mereka terkenal, lalu meraup keuntungan yang berlimpah. Sayangnya, banyak sekali yang harapannya pupus. Lalu, karena merasa telah gagal di karya pertamanya, merekapun berhenti berkarya. Namun, berkat keikhlasan, karya-karya new comer yang sukses dan yang tidak akan terlihat bedanya.

Sebuah kesyukuran, selama tinggal di pesantren, saya mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan penulis-penulis yang karya pertamanya laku di pasaran. Selain bertemu langsung, saya juga bersyukur bisa mendapat cerita-cerita seputar perjalanan di balik sebuah karya pertama penulis besar lainnya. 

Dari orang-orang tersebut, saya belajar, bahwa untuk sebuah karya pertama, para penulis itu melahirkan karyanya dengan ikhlas. Ikhlas menurut mereka adalah karyanya tidak ditujukan untuk meraih keuntungan berupa royalty yang besar atau pengakuan khalayak ramai, namun lebih kepada manfaat kebaikan kepada diri mereka sendiri dan orang lain yang menikmati karyanya.

Seperti contoh, buku Laskar Pelangi yang ditulis Andrea Hirata. Awalnya, buku tersebut hanya diinginkan Andrea sebagai hadiah kepada ibu Muslimah, gurunya semasa dia duduk di bangku sekolah dasar di SD Muhammadiyah di Belitong. Tidak lebih dari itu. Namun, karena keisengan seorang temannya, buku itu dikirimkan ke sebuah penerbit, kemudian pihak penerbit tertarik dan meminta izin untuk menerbitkannya. Hingga kemudian, karya yang awalnya ingin dijadikan hadiah semata itu, berubah menjadi sebuah maha karya dalam jagad perbukuan Indonesia.

Hal yang sama juga terjadi pada Ahmad Fuadi, penulis salah satu novel terlaris di Indonesia, Negeri 5 Menara.  Novel tersebut adalah karya pertamanya dalam bentuk buku. Pada mulanya, saat dirinya menuliskan kisah tentang perjalanan hidup seorang anak yang dipaksa masuk ke pesantren itu, keinginannya hanyalah ingin menjadi manusia terbaik sebagaimana pesan kyainya di pesantren dulu, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain. 

Berhubung keahlian terbaiknya adalah menulis, maka hal itulah yang ia pilih sebagai sarana untuk bermanfaat. Dan kini, setelah awalnya cuma diniatkan untuk berbagi kisah kehidupan anak muda di pesantren, novel Negeri 5 Menara telah menjadi salah satu novel yang menginspirasi banyak orang, khususnya dengan semangat Man Jadda Wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan.

Serupa dengan kedua karya di atas, Habiburrahman el Shirazy melahirkan karya-karyanya dengan tujuan mengkaji nilai-nilai yang terdapat dalam kalam Ilahi. Harapannya, semangat yang terdapat dalam wahyu Allah itu dapat diceritakan dalam kisah tokoh-tokoh yang ada di setiap novelnya. Sehingga, para pembaca yang menikmatinya, bisa dengan mudah menangkap pesan itu, kemudian terinspirasi oleh apa yang dilakukan tokoh itu. Dan niat ikhlas itu pun memberi bukti, novel Ayat-Ayat Cinta, karya pertama kang Abik, sapaan akrab Habiburrahman el Shirazy, juga mencetak sejarah buku terlaris di Indonesia.

Begitulah sekelumit contoh dari orang-orang yang sukses di karya pertamanya. Meskipun karya-karya itu adalah yang pertama kita ketahui, di balik itu, ada ribuan jam yang mereka lalui dengan latihan menulis, membuat tulisan-tulisan singkat, riset bahan tulisan, dan upaya-upaya lain yang mendukung cita-citanya itu. Dilengkapi dengan niat ikhlas, semua kerja keras dan pengorbanan yang mereka lakukan kini berbuah manis.

Motivasi itulah, yang akhirnya saya pinjam untuk dipakai dalam penulisan artikel pertama saya ini. Ditambah lagi, pendidikan keikhlasan telah saya dapatkan saat di pesantren dulu. Sehingga, tidak layak seandainya, jika karya-karya yang saya buat ini tidak dilakukan dengan ikhlas. Harapannya, karya pertama ini bisa mendapat banyak masukan untuk bisa menghadirkan yang lebih baik. Dan tulisan ini juga menjadi rekam jejak dari usaha yang saya geluti.

Sampai berjumpa di karya-karya selanjutnya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun