Mohon tunggu...
Aliy Bachrun
Aliy Bachrun Mohon Tunggu... -

Writer | Public Speaker | Traveler | Creative Worker | Full time learner "Bahagia dengan berbagi, menulis untuk bersyukur, hidup dalam bermanfaat."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkarya dengan Ikhlas

2 Desember 2017   17:47 Diperbarui: 2 Desember 2017   18:04 1372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, di sebuah grup WhatsApp yang saya ikuti, saat seorang teman penulis mengunggah karya tulis milik seseorang di grup itu, teman lain anggota grup itu lantas bertanya kepadanya, "apa yang membuat sebuah tulisan sukses?" Maksud sukses di sini adalah tulisan tersebut dibaca oleh banyak pasang mata. Kemudian, tulisan tersebut mendapat apresiasi baik dari siapapun yang membacanya. Menjawab pertanyaan itu, teman penulis ini membalasnya dengan tiga kata. Yaitu, "menulislah dengan ikhlas."

Kata terakhir dalam jawaban teman penulis itu seketika menyadarkan saya atas pencarian panjang selama ini. Bahwa ikhlas adalah kunci utama di balik setiap kesuksesan sebuah karya.

Dalam berkarya, khususnya di karya pertama, seseorang selalu merasa takut bahwa karyanya akan menerima penolakan dari banyak orang. Dia takut karyanya jelek dan tidak laku di pasaran. Orang seperti ini adalah tipe manusia yang tidak ikhlas.

Ikhlas dalam berkarya dapat diartikan dengan upaya maksimal dalam melakukan sesuatu tanpa mengharapkan balasan seketika berupa materi. Karena tujuan berkarya yang dikejar oleh orang-orang yang ikhlas adalah kebahagian. Kebahagian yang dipahami oleh orang-orang tersebut adalah sebuah kebahagiaan dengan makna luas. Bukan sekedar mendapat kekayaan ataupun pengakuan. Tapi lebih kepada kepuasan batin karena telah melakukan satu kebaikan.

Sebab itulah, orang-orang yang ikhlas tidak pernah pusing dengan pendapat orang lain atas karyanya. Mereka menghormati apapun bentuk kesannya. Karena orang-orang ikhlas itu sadar, bahwa setiap manusia yang menikmati karyanya pasti memiliki kesannya masing-masing. Kesan itu bisa baik ataupun buruk. Juga, sebuah kesan akan satu hal pasti berbeda-beda, karena selera setiap orang tidak sama satu dan lainnya. Sehingga, apapun pendapat yang diberikan oleh orang lain atas karyanya itu, dijadikan sebagai bahan untuk berkembang dan pengetahuan dalam melihat kehidupan.

Hal ini mengingatkan saya dengan materi penyampaian Pandji Pragiwaksono, seorang Stand Up Comedian, di edisi spesial penampilannya yang berjudul "Juru Bicara." Dalam penampilannya itu, Pandji mengatakan bahwa berkarya adalah bertumbuh. Artinya, berkarya bukanlah sebuah proses yang dapat segera mendatangkan hasil. Ada sebuah proses pertumbuhan yang harus dijalani. Dan masih dalam kesempatan yang sama, Pandji menjelaskan, bahwa proses dalam "berkarya adalah bertumbuh" akan terjadi apabila kita mau membuatnya terlebih dahulu, lalu membuat yang lebih baik kemudian.

Untuk menjalani proses itulah, seseorang harus ikhlas dalam berkarya. Dengan ikhlas, seseorang tidak akan merasa takut bahwa karya pertamanya jelek, dicibir oleh orang, bahkan tidak laku di pasaran. Itu bukan masalah. Karena semua karya pertama pasti tidak sebaik dengan karya-karya berikutnya. Selain itu juga, baik dan buruk dengan laku dan tidaknya sebuah karya adalah dua hal yang berbeda. Karena menurut Pandji, yang juga dia sampaikan di penampilan spesialnya itu, tidak lakunya sebuah karya bukan disebabkan karya itu jelek. Tetapi disebabkan oleh pemasaran yang salah.

Kembali kepada proses berkarya. Dalam menyikapi keinginan pasar, sebelum karyanya dinikmati publik, orang-orang yang telah sukses berkarya terlebih dahulu mengadakan uji coba atas karyanya tersebut. Uji coba itu bertujuan untuk mematangkan karya yang telah jadi sehingga dia lebih siap saat berada di pasar bebas. Dengan bantuan beberapa orang yang dijadikan sebagai contoh penilaian dari masyarakat umum, karya yang baru saja jadi itu diedarkan untuk dimintai pendapat.

 Dalam tulis menulis, rangkaian uji coba itu biasa dinamakan sebagai draft. Hampir semua penulis besar meyakini, bahwa draft pertama dari karyanya adalah bentuk karyanya yang paling jelek. Meskipun telah mengantongi jam terbang yang tinggi dalam menerbitkan karya-karya luar biasa, setiap karya yang akhirnya bisa kita nikmati selalu diawali dengan draft pertama yang tidak sebaik dibandingkan saat karya itu telah menjadi buku. 

Draft pertama itulah yang akhirnya dipenuhi oleh beragam coretan pembenaran, lalu perubahan-perubahan dengan penambahan atau pengurangan, hingga akhirnya, setelah melalui serangkaian diskusi dan pengkajian, karya itupun diluncurkan kepada pasar.

Setelah semua proses itu berlangsung, tibalah kemudian para orang-orang berkarya itu harus berhadapan dengan pasar bebas. Untuk para new comer, langkah pertama ini tidaklah mudah. Bahkan tergolong sulit. Hal itu disebabkan oleh ekspektasi berlebihan yang dimiliki oleh para new comer. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun