Bagi orang kota, menanam hidroponik bisa menjadi sebuah hobi yaitu dengan memanfaatkan lahan yang ada di sekitar rumah. Kesenangan tersebut tersalurkan sekaligus mendapatkan banyak manfaat. Jika di kota menanam adalah sebuah hobi, namun lain halnya jika di desa menanam menjadi sebuah profesi.Â
Di Desa Adimulyo Kabupaten Balungan Kalimantan Utara, seorang lulusan sarjana memutuskan menjadi petani. Iman mengatakan, skala kegiatan ini memang menjadi skala kecil akan tetapi saat ancaman krisis pangan yang semakin dekat, dengan hobi menanam maka dapat memperkuat ketahanan pangan, setidaknya untuk tingkat keluarga.
Menurut Eko Cahyono, seorang Sayogya Institute (2018), mengatakan jika berbicara mengenai ketahanan, kemandirian serta kedaulatan. Ketahanan itu yang terpenting adalah terletak pada pangannya baik itu dari impor maupun dari mana saja.
Jika kemandirian yang terpenting tidak dari luar atau tidak dari asing melainkan berasal dari diri sendiri. akan tetapi kalau kedaulatan pangan itu yang diurus adalah termasuk juga nasib petani mengenai bagaimana tanah yang digarapnya dan juga apakah petani mempunyai tanah garapan atau tidak, terhadap struktur agrarianya apakah berlaku adil kepada petani atau tidak. Keseluruhan ini semata-mata hanya untuk kesejahteraan petani. Namun dalam konsep ini yang dibahas yaitu ketahanan pangan.
Unsur pangan di Indonesia memang menjadi permasalahan yang serius. Impor bahan pangan  setiap tahunnya adalah menjadi ironi bagi negara agraris seperti Indonesia.Â
Jumlah impor beras Indonesia pada tahun 2016 yaitu sebanyak 1,28 juta ton pada tahun 2017 mengalami penurunan yaitu sebanyak 0,30 juta ton sedangkan pada tahun 2018 mengalami lonjakan yang tinggi yaitu sebanyak 2,25 juta ton dan pada tahun 2019 mengalami penurunan yaitu sebesar 0,44. Indonesia mengimpor banyak bahan pangan dari luar negeri diantaranya beras dari Vietnam dan Thailand, kedelai dari Amerika dan Argentina, gandum dari Australia dan Kanada, Jagung dari India dan Argentina, daging dari Australia dan Selandia Baru, bawang putih dari Cina dan India, Gula dari Thailand dan Malaysia dan lain sebagainya.
Masalah lain yaitu terdapat alih-alih pemerintah yang tidak memberi kesempatan kepada petani untuk memperluas lahan garapannya. Adanya pembangunan infrastruktur dan industri seringkali malah menggusur lahan pertanian produktif. Setiap tahunnya Indonesia kehilangan 200 ribu Ha lahan pertanian.Â
Adanya lahan yang semakin sempit merubah pola pikir masyarakat, yang dulunya petani dengan adanya tanah garapan mengharapkan 3 bulan sekali panen dan para petani dapat mensejahterakan keluarganya.Â
Namun sekarang dengan diiming-imingi untuk bekerja menjadi tambang dan dengan gaji yang sekian banyaknya para generasi muda banyak yang tertarik, semakin lama semangat untuk bertani hilang.Â
Jika kontrak kerja sudah selesai maka hal tersebut akan berimbas pada mereka dan tidak bisa kemana-mana. Mereka hanya bergantung pada perusahaan. Jikalaupun mereka mau bertani kembali maka sudah tidak ada lagi lahan yang bisa digunakan. Hal ini menjadi kebudayaan yang turun temurun dari generasi ke generasi.