Beberapa tahun terakhir, tren bercocok tanam di pekarangan, atau lebih sering disebut urban farming, semakin diminati oleh masyarakat perkotaan terutama di area padat penduduk. Fenomena ini juga terjadi di Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, di mana pertanian pekarangan atau urban farming dilakukan akibat padatnya penduduk dan alih fungsi lahan pertanian menjadi kafe dan tempat wisata. Biasanya, pertanian pekarangan dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga dengan menanam tanaman dalam polybag atau pot tanaman yang diletakkan di depan rumah atau area pekarangan untuk mengisi ruang kosong. Tanaman yang paling sering ditanam adalah jenis-jenis tanaman hortikultura. Selain umurnya yang pendek, tanaman hortikultura seperti sayuran juga dapat mempercantik pekarangan dan menggantikan tanaman hias. Namun, bagi masyarakat tertentu yang rumahnya sudah penuh bangunan, seringkali kesulitan menemukan media tanah sebagai media tumbuh tanaman. Salah satu alternatif pengganti media tanah yang dapat digunakan untuk budidaya tanaman adalah kompos yang dibuat dari sampah organik, seperti sampah organik rumah tangga.
Melihat kasus tersebut, Dr. Noer Rahmi Ardiarini, S.P., M.Si., yang merupakan dosen Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, memunculkan ide untuk membantu masyarakat agar tidak kesulitan dalam mencari media tanam di perkotaan. Melalui program pengabdian kepada masyarakat (PKM) dan dibantu mahasiswa KKN Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, beliau memberikan alternatif pengomposan sampah organik rumah tangga menggunakan compost bag. Compost bag merupakan wadah penampungan sampah organik yang dapat diletakkan di sekitar pekarangan sehingga dapat tertata rapi. Kegiatan ini dimulai sejak tahun 2023 dan dilanjutkan pada Rabu, 24 Juli 2024, di Dusun Jetak Lor, Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dan dihadiri oleh ibu-ibu PKK Dusun Jetak Lor. Sasaran kegiatan ini adalah ibu-ibu PKK yang aktif dalam pertanian pekarangan dan tanaman hias agar dapat langsung mengimplementasikan di rumah mereka masing-masing. Kegiatan diawali dengan penyampaian materi tentang pemanfaatan sampah organik untuk membuat kompos sebagai media budidaya tanaman di pekarangan. Selain itu, untuk mendukung pertanian sehat dan berkelanjutan, Dr. Noer Rahmi juga memberikan materi dan diskusi tentang pemanfaatan kompos sampah organik untuk media tanaman dalam polybag serta cara perawatannya.
Menurut Dr. Noer Rahmi, hal ini dilakukan karena pertanian pekarangan tanaman hortikultura dengan perawatan yang benar dan ramah lingkungan akan menghasilkan sayuran yang sehat serta mendukung kemandirian pangan lokal. "Kegiatan pengabdian ini sebenarnya sudah dilakukan dari tahun lalu dimulai dari dusun Jetak Ngasri, kemudian tahun ini dilakukan  di dusun Jetak Lor. Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai pertanian sehat, berkelanjutan, dan ramah lingkungan, khususnya bagi yang ingin bercocok tanam di daerah perkotaan. Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan sampah organik rumah tangga menjadi media tanam melalui pengomposan menggunakan compost bag yang tidak memakan ruang pekarangan dan bentuknya juga bagus," kata Dr. Noer Rahmi. "Sebagian besar Desa Mulyoagung sudah menjadi pemukiman, sehingga sulit menemukan media tanah. Sampah organik yang dapat diperoleh dengan mudah melalui sampah rumah tangga diproses menjadi kompos yang digunakan sebagai media pengganti tanah untuk bercocok tanam. Jika setiap rumah terdapat minimal 50 polybag, maka akan dapat mendukung kemandirian pangan lokal," imbuhnya.
Dalam kegiatan tersebut, terdapat pemaparan langkah-langkah untuk membuat kompos dari sampah organik menggunakan compost bag. Compost bag memiliki dua penutup, yaitu pada bagian atas dan bagian bawah. Penutup bagian atas digunakan untuk memasukkan sampah organik, sedangkan penutup bagian bawah digunakan untuk memanen hasil kompos yang sudah jadi. Sampah organik yang dapat dimasukkan ke dalam compost bag meliputi sisa-sisa sayur dan buah, dedaunan kering, dan sampah organik rumah tangga. Sebaiknya sampah organik yang akan dikomposkan juga ditambahkan dekomposer seperti EM4 untuk mempercepat proses pengomposan.
Setelah pemaparan penjelasan dan praktik, ibu-ibu PKK tidak ragu untuk bertanya dan berdiskusi. Di akhir kegiatan, dilakukan sesi foto dan pembagian compost bag secara gratis dengan harapan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk bercocok tanam dan mengurangi sampah organik. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Desa Mulyoagung, khususnya dalam bercocok tanam di daerah perkotaan padat penduduk dalam rangka pertanian sehat berkelanjutan dan mendukung kemandirian pangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H