Di tengah kenyataan belum terbayarnya gaji fasilitator hingga dua bulan lebih, opini itu kian menguat. Sebab, hal ini menyangkut profesi yang digeluti banyak orang. Sudah saatnya pemerintah menyusun kajian dan segera melakukan pembahasan terhadap profesi fasilitator. Jangan sampai ada kesan "habis manis sepah dibuang".
Bagaimanapun, di beberapa tempat terbukti bahwa peran fasilitator cukup progresif dalam pemberdayaan masyarakat. Mereka telah bekerja meyisihkan sebagian hidup, jauh dari keluarga puluhan hingga ratusan kilo. Resiko pekerjaan tak sedikit termasuk ancaman nyawa di perjalanan, atau ketika dimusuhi orang saat membongkar suatu permasalah yang menyangkut hukum.
Saya pribadi menilai, fasilitator merupakan aset bangsa yang harus dilindungi. Memang tak mungkin semua diformalkan layaknya PNS, karena tentu akan memberi beban negara berlebih. Tetapi positioning atau penempatan mereka secara proporsional dan profesional dibutuhkan. Apalagi, jika ditanya ,apakah fasilitator termasuk tenaga outsourcing ? yang muncul selalu debat tak kunjung usai.
Bagiamana menurut anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H