Lima hari sudah Jokowi dilantik sebagai presiden RI. Rencana pengumuman menteri yang dinanti tak kunjung dilakukan. Pasar pun bereaksi lesu. Rupiah dikabarkan melemah hingga mencapai Rp.12 ribu lebih. Polemik terus bermunculan. Ada apa, mengapa dan bagaimana. Padahal dalam pidato yang disaksikan jutaan mata orang indonesia, presiden sampaikan kata-kata "secepatnya, sesegera mungkin".
Jika sampai dengan hari ke-enam (sabtu) presiden belum umumkan tentu tak sedikit bertanya. Ibarat teka teki, di sebuah koran tertulis headline "Hanya Jokowi, JK dan megawati yang tahu". Mungkin kalimat itu bernada sindiran. Sebab, rencana pengumuman beberapa kali batal. Awak media yang berburu berita sempat dibuat kecewa.
Setidaknya waktu ada rencana pengumuman di pelabuhan tanjung priok. Puluhan awak media sudah menunggu lebih dari 3 jam. Tetapi yang ditunggu ternyata tak datang. Keesokan harinya, malah presiden Jokowi yang sampaikan kalimat "siapa yang suruh kalian kesana (tanjung priok)?".
Entahlah apa yang sejatinya terjadi. Penetapan dan pengumuman menteri yang secara konstitusi menjadi hak prerogatif presiden, kali ini tampaknya berbeda. Ada campur tangan pihak lain. KPK dan PPATK digandeng untuk memastikan calon menteri bersih dari korupsi. Sementara ketua parpol pada sibuk mengajukan calon menteri dari partainya. Salah satu pengurus teras PPP pun secara terang-terangan menyampaikan harapan agar bisa diberi jabatan menteri.
Pertanyaan saya adalah apa hasil kerja tim transisi? bukankah selama ini ia diberi mandat untuk menyiapkan segala keperluan agar setelah dilantik Presiden bisa segera bekerja? bukankah slogan yang disampaikan adalah kerja, kerja dan kerja? maka kekosongan menteri dalam hitungan hari sangat mempengaruhi kerja yang seharusnya segera dimulai.
Tim Transisi dipahami publik sebagai kumpulan orang terpilih untuk memberikan masukan berharga. Karenanya beberapa waktu lalu mereka getol mengunjungi berbagai kementrian dalam rangka pendalaman. Tim Transisi yang selain orang parpol juga diisi kaum cendekiawan seperti halnya Anies Baswedan semestinya cukup kuat analisa dan rekomendasinya.
Jika ternyata hal itu tidak dijalankan, berarti tanda bahwa politik masih mendominasi pemerintahan Jokowi-JK. Padahal dalam kampanye berulang kali Jokowi menyampaikan hanya akan tunduk pada konstitusi. Hal ini pula yang menjadi semangat dan harapan baru bagi masyarakat yang sudah jengah dengan politik. Maka menjadi tantangan bagi presiden untuk membuktikan hal itu.
Karenanya tim transisi yang dinyatakan masa tugasnya telah selesai harusnya menyampaikan kepada publik apa saja hasil kerjanya. Ini sebagai langkah keterbukaan informasi mengingat peran mereka sesungguhnya cukup vital. Dengan banyaknya tokoh yang ingin menjadi orang dekat presiden Jokowi-JK, bukan tidak mungkin akan muncul "penumpang gelap". Jika dilakukan dengan benar maka tim transisi bisa menjadi filter.
Selanjutnya, tidak akan terjadi ricuh usulan calon menteri sebagaimana yang diberi tanda merah atau kuning oleh KPK/PPATK. Jika kerja filterisasi tim transisi tidak berhasil, yang terjadi seperti sekarang ini. Beberapa kali orang dipanggil ke istana. Ada pengusaha, ada akademisi, juga ada politisi. Seakan-akan proses seleksi menteri baru dilakukan saat itu juga.
Padahal tugas tim transisi seharusnya mengarah pada hal itu juga. Sebab, dengan adanya pemanggilan beberapa orang dengan wajah baru menandakan adanya ketergesaan-gesaan. Tidak ada screening sebelumnya. Bisa dipahami jika antara istana dan teuku umar selalu jadi sorotan media. Yang dipanggil ke istana orang ini, tetapi yang direstui oleh Teuku Umar orang lain.
Yang pasti rakyat sudah tak sabar. Bukan nya apa, Â harapan baru yang menjadi headline pesta rakyat/pelatinkan kemarin memang bagian sejarah. Tingginya angka pencari kerja, ditengah sempitnya lapangan kerja, maka banyak ditemukan pengangguran berlabel S1, S2 bahkan S3. Sementara itu, karena lesunya industri tak sedikit buruh/karyawan pabrik yagn diPHK seperti pabrik rokok gudanggaram, Sampoerna dan lain sebagainya.