2. Menag dapat mengajak pihak lain untuk menerapkan dan mengembangkan transparansi publik. Memang tidak bisa dipungkiri, terbentuknya opini publik masyarakat karena pengaruh berita bohong di media sosial terjadi karena masih kurang maksimalnya Pemerintah atau pihak bersangkutan dalam mengelola dan menyampaikan informasi kepada publik.
Berbagai saluran komunikasi yang ada harus selalu diisi dengan data dan fakta yang akurat, benar, aktual, dan satu suara dalam menyampaikan informasi atau menanggapi setiap fenomena yang ada.
3. Menag memberikan pendidikan literasi media dan bekerjasama dengan wartawan Indonesia. Pendidikan literasi media memungkinkan masyarakat untuk bisa mandiri menyaring berita hoax atau tidak. Seperti yang dilakukan oleh BBC Inggris pada Maret 2018. Mereka mengutus wartawan sebagai mentor yang mengajarkan kemampuan verifikasi informasi ke 1000 Sekolah Menengah Pertama.
"Dengan membagikan keahlian jurnalistik, kami ingin memberikan anak muda kemampuan dan kesadaran bahwa mereka harus percaya diri dalam mengidentifikasi berita yang benar dan menandai yang hoax," kata Tony Hall, Direktur Umum BBC dikutip oleh Engadget.
Ketiga hal tersebut harus menyasar seluruh kalangan karena tidak hanya kaum muda yang dapat terjebak ke dalam berita hoax, kaum intelektual pun tak jarang ikut terperangkap. Beberapa orang sadar ada berita hoax, tetapi masih sulit mengidentifikasi informasi yang salah atau mengecoh. Ada juga yang hanya sensitif pada berita hoax yang eksplisit berisi kejadian konyol atau diluar akal sehat.
Tonny Hall, Direktur Umum BBC menyatakan, "Dengan membagikan keahlian jurnalistik, kami ingin memberikan anak muda kemampuan dan kesadaran bahwa mereka harus percaya diri dalam mengidentifikasi berita yang benar dan menandai yang hoax".
Pengguna media sosial harus bisa membedakan mana produk jurnalistik dan mana produk media hoax. Nezar Patria dari Dewan Pers Indonesia menyebut bahwa verifikasi adalah kunci penting yang membangun kredibilitas produk jurnalistik. "Jurnalisme mengutamakan akurasi dan bertujuan melaporkan fakta sebenar-benarnya," katanya.
Verifikasi juga berlaku bagi penerima informasi, mereka harus meyakinkan dirinya bahwa informasi yang diterima itu benar, tanpa menambahkan atau mengurangi, dan sesuai fakta, sebelum kemudian melakukan tahap selanjutnya: cek dan ricek serta konfirmasi.
Kegiatan verifikasi juga telah diperingatkan dalam Al-Qur'an dengan istilah tabayyun. "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita maka periksalah dengan teliti (fa tabayyanu), agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa megetahui keadaan yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu." (QS. Al-Hujurat 49:6).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H