Layaknya manusia pada umumnya, kita semua adalah makhluk sosial. Saling membutuhkan. Tidak ada yang bisa hidup sendiri. Ketik kau mengatakan bahwa, "aku bisa hidup sendiri, tanpa siapa pun. Dengan uang aku bisa melakukan segalanya tanpa bergantung dengan orang lain." Maka kau salah besar. Tanpa kau sadari, tanpa kita sadari, kita bergantung pada orang lain. Misalnya saja, kau pergi membeli makanan mu sendiri di sebuah supermarket, kau mengambil makanan/minuman yang kau inginkan, ke kasir, membayar tagihan, dan kemudian selesai. Itu bukan berarti kau tidak perlu bantuan orang lain. Buktinya, kau melakukan transaksi dengan kasir di supermarket itu. Itu artinya ada hubungan timbal balik yang terjadi. Mulai dari hal -- hal kecil di sekitar kita, semua melibatkan hubungan antar sesama. Entah kita sadari atau tidak. Bahkan ketika seseorang yang menyewa pembunuh bayaran, itu tetp menandakan bahwa ia adalah makhluk sosial. Kenapa ? karena dia butuh bantuan seorang pembunuh bayaran untuk tak mengotori tangannya dengan pekerjaan kotor. Jadi tidak ada alasan untuk tak peduli dengan orang lain.
Lantas, apa itu peduli ? Peduli adalah ketika kau bersedia terlibat dalam suatu persoalan atau kondisi seseorang. Atau suatu sikap untuk membantu yang lemah, dan membantu yang membutuhkan. Berbicara tentang peduli, sikap peduli ini hampir dilupakan oleh orang -- orang. Dengan canggihnya teknologi sekarang, orang -- orang mulai jalan sendiri -- sendiri. Tak memperhatikan sekitar. Seakan -- akan dunia hanya berputar padanya. Sekarang zaman dimana orang tunduk. Tunduk pada siapa ? Tunduk pada Presiden ? Tunduk pada Pemerintah ? atau tunduk pada peraturan ? Bukan. Sama sekali bukan itu. Tapi tunduk akan tipu daya dunia. Seakan -- akan dunia maya adalah tempat orang -- orang hidup. Tempat orang -- orang saling berinteraksi tanpa melihat rupa masing -- masing. Benar -- benar zaman teknologi. Orang tak lagi menyapa, orang tak lagi saling melempar senyum, bahkan orang tak lagi mengucapkan salam. Tanpa 'ba bi bu' langsung "Oi", "P", "Piu".
Rasa peduli hampir hilang. Masih ada orang membudayakan sikap peduli. Tapi hanya sedikit. Itu pun sudah lambat laun mulai terpengaruh. Mulai terjilat oleh kenikmatan dunia. Lihat saja di sekitar kita, bukannya membaca doa sebelum makan, malah yang membudaya adalah upload status. Bukannya salim sebelum pergi, malah yang membudaya adalah teriakan "dahhhh...." sambil melambaikan tangan. Bahkan budaya memberi salam, tergantikan dengan kehampaan di sudut -- sudut ruang di hati masing -- masing. Semua ini harus diperbaiki. Ini adalah PR bagi kita semua. Jangan sampai kita termasuk dalam orang -- orang yang seperti itu.
Lalu bagaimana menumbuhkan rasa peduli itu ? apakah akan tumbuh dengan sendirinya ? tentu tidak. Butuh proses dan itu tergantung dari seberapa besar kemauanmu untuk memperbaiki diri. Pertama, kenali dulu dirimu. Kamu ini tipe kepribadian yang seperti apa sih ? Hal -- hal seperti apa yang dapat memotivasimu ? Mulailah dari hal -- hal kecil seperti itu. Yang kedua, kenali lingkunganmu. Mulai dari lingkungan keluargamu, tetanggamu, teman -- temanmu, sampai ke lingkungan luar. Apakah kau sudah cukup peka dengan keadaan di sekitarmu selama ini ? Apakah kamu pernah memperhatikan hal -- hal kecil di sekitarmu. Misalnya saja, memperhatikan bagaimana semut saling bahu -- membahu mencari makanan, bagaimana semut itu saling bersalaman ketika berpapasan. Pernahkah ? Tanyakan itu pada dirimu sendiri. Jangan sibuk mencerca orang kalau dirimu saja belum mampu kau perbaiki.
Kenapa rasa peduli itu harus ada ? Ketika kau ingin menjalin hubungan dengan orang lain, maka dasarnya adalah rasa peduli. Kita harus memiliki rasa peduli. Rasa peduli akan kehadiran orang lain, rasa peduli dengan kesulitannya, peduli dengan masalahnya dan sebagainya.
Lalu bagaimana jika aku sudah menganal diriku ?
Bagaimana jika aku sudah mengenal lingkunganku ?
Kenapa rasa peduli itu tetap tak hadir?
Sekali lagi rasa peduli itu muncul dengan suatu proses. Tak hanya cukup dengan mengenali dir dan lingkungan. Tapi juga butuh action yang nyata. Mulailah dari hal -- hal kecil, seperti membiasakan budaya "3S" Senyum, Salam dan Sapa. Tanpa kita sadari itu akan memunculkan kepedulian kita dengan keberadaan orang lain di sekitar kita. Kita akan mulai memperhatikan sekitar kita. Maka lambat laun kepekaan orang lain juga akan timbul. Orang -- orang juga akan sadar akan keberadaan kita dan secara tidak langsung kita juga merangsang orang itu untuk memiliki rasa peduli.
Hingga suatu saat nanti, kita tak akan menyadari bahwa tindakan kita dapat menjadi sebuah contoh yang baik bagi orang lain. Hal ini bahkan dapat merubah dunia. Dunia yang awalnya penuh dengan orang jahat pun bisa berubah. Â Kenapa dunia penuh dengan orang -- orang jahat ? Bukan karena orang jahat itu semakin banyak. Tapi karena semakin banyaknya orang baik yang diam. Acuh tak acuh. Tak peduli. Bayangkan saja tak adanya rasa peduli membuat dunia diselimuti oleh kabut gelap yang kelam, tak ada kehidupan. Tak tercipta suatu kondisi timbal balik yang ideal. Kenapa ? Bagaimana mungkin interaksi akan terjadi jika hanya diisi dengan kehampaan. Bagaimana jika hanya dibarengi dengan sikap egoisme masing -- masing.
Tuhan telah menciptakan manusia dengan sebaik -- baiknya, memiliki akal pikiran dan perasaan. Dimana ketika dua hal ini berjalan dengan baik, maka akan mewujudkan suatu kolaborasi yang sangat baik. Â Rasa peduli itu akan memunculkan kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Contoh membantu orang lain yang terlibat masalah, membantu mencarikannya suatu solusi. Lalu kekhawatiran selanjutnya adalah bagaimana menentukan bahwa bentuk kepedulian kita ini sudah benar atau salah. Jangan sampai karena terlalu peduli dengan orang lain, membuat kita melupakan rasa peduli terhadap diri sendiri.
Benar atau salahnya sesuatu itu subjektivitas. Tak dapat hanya dipandang dari satu kacamata saja. Mungkin dari sudut pandangmu kau mengira bahwa yang kau laukan ini sudah benar, sedangkan menurut orang lain yang kau lakukan itu salah. Lantas bagaimana salah dan benar itu sendiri. Pertama , ketika kau melakukan sesuatu pikirkan dengan akalmu, apakah tindakanmu ini masuk akal ? apakah bisa diterima masyarakat ? Kedua, tanyakan pada hatimu. Akankah hatimu menerima keputusan itu ? apakah hatimu merasa tenang ketika sudah melakukannya ? Lalu sikronkanlah keputusan antara hati dan pikiranmu. Maka disitulah kau dapat memutuskan benar atau salahnya tindakan yang kau lakukan.
Peringatan juga bagi kita masyarakat Indonesia, bagi para netizen yang maha benar sejagat raya, jangan juga terlalu peduli dengan urusan orang. Jangan GU, Gila Urusan. Sadarlah. Tempat kalian bermain dimana ? Dunia maya. Dunia penuh ayal dan goda. Tahu tidak rasa peduli berlebihan itu kau manifestasikan dalam bentuk yang salah. Rasa peduli itu malah menjelma menjadi rasa penasaran, rasa kepo yang salah arah. Kebanyakan netizen kepo karena mencari bahan pembicaraan yang ujung -- ujungnya malah menyakiti orang lain. Bukan dengan ucapan. Tapi dengan gerakan jempol. Inilah contoh rasa peduli yang 'overdosis'. Sesuatu yang berlebihan itu tak baik dan sesuatu yang kurang itu harus ditambah. Segala sesuatu itu harus pas. Harus seuai dengan proporsinya masing -- masing. Kalian ingin berinteraksi lewat dunia maya, silahkan. Ingin bertegur sapa lewat chat, silahkan. Dengan syarat, jangan lupakan dunia nyata tempat kalian berpijak.
Menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dimulai dengan sikap peduli yang baik juga. Tak hanya melalui cuitan di sosial media, tapi juga di realita hidup.
Contoh gambaran orang yang hidup di dunia maya adalah orang yang ketika kita mengobrol dengannya dalam chat, rasanya dia adalah orang yang menyenangkan, member umpan balik yang menarik, bijak, dan sebagainya. Namun, nyatanya saat bertemu malah kebalikannya. Dia adalah orang yang pendiam, dan tak pandai menuturkan kata dengan baik di hadapan kita. Banyak orang yang seperti ini. Seakan hidupnya hanya di dunia beribu drama berjalan. Disinilah peran rasa peduli itu harus ada. Rasa peduli denga kondisinya, rasa peduli dengan masalahnya, dan rasa peduli untuk membantunya keluar dari jeratan teknologi. Tak dapat dipungkiri bahwa teknologi itu memang berperan besar dalam kemajuan umat manusia. Tapi yang menjadi poin penting disini adalah manusia yang menciptakan teknologi, maka seharusnya manusialah yang memperbudak teknologi bukan malah teknologi yang memperbudak kita. Teknologi harusnya dapat membantu manusia dalam menyelesaikan masalahnya, bukan malah manusia yang mengkambinghitamkan tindakannya pada teknologi. Segala sesuatu memang pada dasarnya memiliki dua sifat, yaitu keuntungan dan kelemahan. Setiap sesuatu itu pasti punya dua sisi. Tinggal bagaimana manusia dapat mengendalikan kedua hal tersebut. Salah satu dampak teknologi yang sangat pesat ini adalah kurangnya interaksi antar sesama. Bahkan ketika di suatu desa yang begitu erat persaudaraannya, begitu erat dengan segala budaya dan adatnya, ketika dikenalkan dengan teknologi, maka lambat laun semua itu akan ditinggalkan, dianggap kuno, ketinggalan zaman dan sebagainya. Karena kemungkinan -- kemungkinan yang seperti ini, bahkan ada suatu desa terpencil yang menolak adanya segala bentuk penjajahan dalam bentuk teknologi. Karena menganggap bahwa teknologi itu buruk, membuat generasi menjadi malas hingga membuat mereka lupa akan siapa diri mereka sebenarnya, layaknya kacang yang lupa akan kulitnya. Walau sebenarnya kita tahu bahwa teknologi tak semuanya seperti itu, malah teknologi banyak membantu, memberi kemudahan. Namun, apalah manusia, yang punya rasa haus akan kepuasan yang tinggi, hingga tercipta sikap individual yang semakin nyata. Memang manusia butuh waktunya sendiri. 'Me Time', isitilahnya. Tapi itu ada waktunya. Bukan setiap saat kita harus memikirkan diri sendiri. Jangan terjebak dengan pemikiran bahwa kita berbeda jalan, maka selamatkan dirimu sendiri. Tidak. Setiap orang punya andil dalam kehidupan orang yang lain. Percaya itu. Ada alasan di setiap rencana Tuhan yang tidak kita tahu. Dimana ketika kau bertanya, Kenapa harus aku ? Itu karena kaulah yang akan menjadi sebab bagi kehidupan orang lain, dan orang lain itu akan menjadi sebab bagi kehidpan orang lain pula. Begitu seterusnya. Berputar bagai roda raksasa yang akhirnya akan kembali pada diri kita. Percayalah bahwa di setiap ketidaktahuan kita, mungkin Tuhan sedang menyelamatkan kita dari tahu itu sendiri.
Jadi, teruslah berbuat baik, peduli dengan sekitar, jalin hubungan dengan orang lain, benar atau tidaknya tindakan itu tak hanya dinilai dari satu sisi saja tapi dari berbagai kacamata.
#gemf18rozil
#KEMAFAR_UH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H