Mohon tunggu...
Aliya Hamida
Aliya Hamida Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations Enthusiast

International Relations Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Media sebagai Alat Diplomasi Kemanusiaan di Tengah Konflik Rusia-Ukraina

1 Maret 2022   16:59 Diperbarui: 1 Maret 2022   17:03 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Diplomasi, kata yang kerap didengar dalam rumpun studi politik terkhusus Hubungan Internasional. Mengutip dari the Macquarie Dictionary, dalam studi Hubungan Internasional, diplomasi dimaknai sebagai ilmu melakukan negosiasi dan dilakukan dalam interaksi antar negara atau negara dengan aktor lainnya. 

Mantan Menteri Sekretaris Negara Amerika Serikat, Henry Kissinger yang pada tahun 2012 menulis buku berjudul Diplomacy dan menilai seiring dengan dinamika politik global, definisi diplomasi dapat mengalami perubahan. 

Pada buku yang sama, Kissinger menulis diplomasi adalah seni. Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Indonesia mengiyakan pendapat Kissinger, bagi beliau, diplomasi membutuhkan perempuan karena diplomasi adalah seni (Rahardjo, 2018). Kissinger dikutip oleh Geoffrey Miller (2016) mengasumsikan diplomasi dengan unik. 

Tak seperti teknisi yang menyelesaikan masalah dengan rumus dan susunan yang sudah ada pada buku panduan, diplomasi merupakan seni menyelesaikan masalah dengan hitungan yang tidak selalu dapat dilihat untung-ruginya secara eksplisit (Tanembaum, 2017).

Diplomasi memiliki amat sangat banyak jenis. Mudahnya ada diplomasi ekonomi, diplomasi budaya, diplomasi kesehatan, dsb. Uniknya, ada jenis diplomasi yang selalu dilakukan di tengah perselisihan atau konflik bersenjata yakni hostile diplomacy. 

Diplomasi semacam ini dilakukan oleh satu pihak ke pihak lain dalam peperangan untuk bertukar tawanan, menyepakati gencatan senjata dan kepentingan militer lainnya. 

Sebagai contoh ketika Amerika Serikat meminta Afghanistan menyerahkan orang yang dituduh teroris tanggal 11 September 2001 setelah Amerika Serikat memberi peringatan dan menyerang Samudera Himdia dengan 2 (dua) kapal perangnya (Ashari, 2020).

Pasca tren pemberian bantuan internasional sesama diplomasi yang hadir di tengah konflik, diplomasi kemanusiaan turut menjamur. Berbeda dengan hostile diplomacy yang menjadi interaksi antara pihak yang berperang dan membicarakan kepentingan militer, diplomasi humaniter hadir membicarakan hak perlindungan yang harus ada di tengah konflik yang pecah. 

Diplomasi humaniter mudahnya dipahami sebagai upaya negosiasi yang mendorong pembuat kebijakan dan mempengaruhi opini pemimpin agar menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Diplomasi humaniter seringkali bicara tentang pengungsi, kebutuhan pangan penduduk sipil, bantuan kemanusiaan, dan lain sebagainya (Tavel, 2005).

Diplomasi kemanusiaan dapat dilihat pada fenomena di tengah konflik Rusia-Ukraina yang sudah berjalan sejak kurang lebih 6 hari yang lalu. Terdapat satu kekuatan di tengah kedua negara yang sedang berkonflik, masyarakat duni. Bukan hanya masyarakat di Rusia dan Ukraina, tetapi di seluruh dunia. 

Kekuatan ini melakukan diplomasi kemanusiaan melalui 'senjata' era kini, digital. Seakan dua diplomasi menyatu, diplomasi kemanusiaan dan diplomasi digital. Tentu sesuai namanya diplomasi digital adalah diplomasi dengan memanfaatkan media sosial. Kita dapat melihat begitu banyak manusia melalui akun media sosialnya menggaungkan opini mereka tentang pentingnya mengutamakan sisi kemanusiaan dalam konflik bersenjata Rusia-Ukraina.

Menurut saya, diplomasi semacam ini sangat solutif. Mengapa? Karena saya setuju dengan pemikiran V Stanzel, bahwa dalam kondisi perang, diplomasi sangat sulit dilakukan. Banyak tantangan yang menghadang seperti rasa curiga, ketegangan dan lain sebagainya. Di era digital ini, diplomasi melalui media menjadi solusi dahsyat. Tanpa batasan, dengan media semua orang bisa mengakses konten yang sama meski ada di area yang berbeda. Media tak memiliki penghalang, dengan satu klik, sudah tersebar ke seluruh dunia.

Strategi ini turut diadopsi oleh PBB. Melalui portal berita resminya yakni news.un.org, PBB  terus menegaskan prioritas pertama melindungi warga sipil. Strategi ini mengiringi bantuan kemanusiaan dalam bentuk finansial senilai $20M. Harapannya dengan pemanfaatan fitur-fitur digital, pesan dari diplomasi-diplomasi kemanusiaan yang dilakukan oleh individu, NGO, OI, hingga aktor negara dan diplomat itu sendiri dapat tersampaikan dan dipertimbangka dengan baik oleh kedua pihak yang sedang bersitegang dalam peperangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun