Mohon tunggu...
Aliya Hamida
Aliya Hamida Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relations Enthusiast

International Relations Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Marxisme dalam Teori Hubungan Internasional

7 November 2021   20:41 Diperbarui: 7 November 2021   20:46 3398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marxisme Klasik

Situasi-situasi konflik sosial atau konflik kelas yang membuat kaum buruh tereksloitasi merupakan sejarah dari marxisme. Kita tidak bisa memisahkan kontribusi Karl Marx karena ia merupakan pencetus Marxisme. Karl Marx melihat hubungan antarmanusia sebagai perbedaan kelas akibat adanya pertumbuhan industrialisasi dan juga kapitalisasi di Eropa abad 18. Karl Marx melihat posisi buruh menjadi tereksploitasi oleh para pemilik modal atau kaum borjuis yang mana menguasai alat produksi. Sehingga kelas dalam marxis ada dua, kaum borjuis dan kaum proletar.

Industrialisasi yang berkembang di Eropa mengarah pada kapitalisme sehingga Marxis lebih melihat hubungan politik ekonomi. Bagaimana kemudian kelas masih terbagi menjadi borjuis dan proletar memicu adanya diskriminasi, ketidakadilan. Karl Marx melihat sistem yang berjalan tidak adil, hanya menguntungkan pemilik modal. Sementara kaum buruh tidak diberikan keadilan, mereka hanya bekerja, tidak dipenui hak haknya akibat sistem yang kapitalistik.

Karl Marx kemudian membuat buku yang sangat terkenal "Komunis Manifesto". Dalam bukunya menyebutkan pembagian kelas ini memicu adanya konflik kelas itu sendiri. Proletar bekerja dengan waktu yang panjang namun gaji tidak seimbang, ini yang kemudian menjadi isu utama. Ini merefeleksikan kondisi yang ada pada masa itu. 

Lenin berkontribusi besar dalam pemikiran marxis, ia merupakan pemimpin Uni Soviet tahun 1917-1924. Lenin mengadopsi pemikiran Karl Marx dalam lingkup yang lebih besar, bagi Lenin konflik kelas antara proletar dan borjuis terjadi di negara-negara. Karl Marx menganggap konflik kelas hadir dari kaum proletar yang memperjuangkan kaumnya, ia memandang kaum proletar mampu bergerak sendiri. 

Kemudian Lenin melanjutkan ide Karl Marx karena ia menganggap ide Karl Marx gagal memprediksi kemenangan gerakan kaum proletar, kenyataannya borjuis tetap menang, sehingga Lenin memandang perlu adanya partai yang bisa mengakomodir kepentingan, maka kita kenal istilah partai buruh. 

Bagi Lenin kaum proletar tidak mampu untuk memimpin suatu reformasi maka diperlukan suatu petunjuk atau panduan, maka ia merumuskan strategi single party. Lenin dikenal sebagai tokoh yang terus menyebarkan paham komunisme di Rusia.

Selanjutnya, Karl Marx dan Lenin menjadi tokoh Marxisme Klasik.

Neo-Marxisme

Neomarxisme post strukturalisme merupakan perombakan dari marxisme klasik, terutama dalam melihat hubungan internasionalnya. Bahwa neomarxisme memandang konflik kelas dilihat dari sistem internasionalnya. Berbeda dengan marxisme klasik yang melihat langsung pada masyarakat di suatu negara. 

Dalam konstelasi global, antar negara-negara juga ada kelas. Dimana ada negara pemilik modal dan negara buruh. Neomarxisme memberikan peta identifikasi atas negara-negara di dunia. Dimana ada negara berkembang, sedang berkembang, maju.

Hubungan perdagangan antar negara dipandang memunculkan situasi ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju. Berbeda dengan neoliberalisme yang memandang kedua negara saling bergantung atau istilahnya interdependensi. Dalam neomarxisme hanya negara pinggiran atau negara yang sedang berkembang yang bergantung pada negara maju. 

Negara terpinggirkan memasok kebutuhan sumber daya alam, kemudian negara maju memproduksi pengolahannya. Hal ini diangap sebagai pembagian kerja di dunia, sementara dalam perspektif lain kita mampu melihat negara yang mampu megolah ialah negara pemilik modal, ia menjadi negara industri, kemudian negara berkembang menjadi menggantungkan hidupnya pada negara industri.

Adanya dependensi ini kemudian memicu lahirnya eksploitasi terhadap negara lemah dan memunculkan perdagangan dunia yang tidak adil. Pembagian kerja tadi secara ekonomi menguntungkan negara pusat dan memeberikan kerugian pada negara pinggiran. Ketika negara miskin atau negara pinggiran memasok bahan mentah atau setengah jadi harganya rendah, namun setelah diolah negara pusat menjadi barang jadi harganya mampu berkali-kali lipat dari harga awal ketia negara miskin memasoknya. Kemudian barang jadi ini dijual kembali ke negara pinggiran.

Selain konflik kelas, Immanuel mencetuskan anak ide marxisme yaitu sistem dunia yang serupa dengan teori dependensi. Immanuel memberikan suatu identifikasi kondisi negara ke dalam tiga bentuk klasifikasi. Negara core, semiperiphery dan periphery. 

Ada ide yang menarik dari Immanuel dalam menjelaskan teorinya yakni bahwa klasifikasi tiga jenis ini dapat berkembang sewaktu waktu, sehingga sangat mungkin negara dapat berubah masuk klasifkasi yang mana. Hal ini relevan dengan apa yang terjadi sekarang, seperti Hongkong, Taiwan dipandang telah bergerak dari pheryperi menjadi semiperiphery. Perancis dan Itali pun dipandang dahulu merupakan negara yang semiperiphery kemudian menjadi negara core.

Klasifikasi ini kemudian dipandang menentukan peran negara pada dunia. Negara miskin pasti identik dengan tingkat kemajuan teknologi yang rendah dan menggantungkan ekspornya pada sumber daya yang dijual sebagai bahan mentah. 

Sementara semiperiphery dipandang sebagai negara dengan teknologi yang sudah mampu mengolah bahan mentah, namun secara ekonomi belum kuat dan belum punya pemain-pemain besar seperti MNCs. Sementara negara core diidentikan dengan menggunakan pekerja dari negara phery phery dan sudah memiliki pemain besar dalam artian perusahaan yang juga mampu menanam investasi di negara periphery.

Kontribusi Marxisme dalam Hubungan Internasional

Pertama, ketika perspektif realisme dan liberalisme cenderung melihat konflik terjadi antar negara, marxisme menawarkan paham lain, konflik dalam dunia internasional dikarenakan perbedaan kelas. Teori ini dipandang masih relevan untuk menganalisis realita saat ini. 

Marxisme dipandang teori yang menjelaskan intersubjektif antar manusia dalam sistem internasional, sehingga terkadang perspektif ini berujung pada emansipasi atau perjuangan kelas kaum terpinggirkan. 

Marxisme mengangkat ide dasar bahwa ketimpangan dan ketidakadilan di dunia ini merupakan akibat dari adanya perbedaan kelas. Selanjutnya, ada ketidaksesuaian antara gaji dan kerja yang sudah dilakukan. Lebih buruknya, hak-hak yang seharusnya diberikan untuk buruh tidak dipenuhi. Sehingga fenomena yang ada dipandang oleh Marxis sebagai perjuangan kelas.

Kedua, marxisme menawarkan pandangan baru terhadap realita hubungan internasional yang ada. Marxisme memandang hubungan internasional dan sistem internasional dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan ekonomi terutama berkaitan dengan pembagian kerja, kepemilikan alat produksi, kekuasaan dalam mengolah bahan mentah dan sebagainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun