Hegemoni dapat dipahami sebagai kekuatan dominan yang mampu mengubah aturan dan nilai-nilai yang dianut seluruh aktor atas dasar keinginannya sendiri[1]. Sesuai dengan pengertian kekuatan (power) dalam Konsep Ilmu Hubungan Internasional, maka kemampuan yang dimaksudkan ialah mempengaruhi aktor lain. Hegemoni dalam suatu konstelasi global mampu mempengaruhi atau mengontrol politik dunia.Â
Tentunya dengan berbagai cara, termasuk diantaranya dengan memberikan dukungan terhadap suatu pihak ketiga yaitu institusi internasional, sehingga dengan ini ia mampu menentukan masyarakat dunia. Meskipun dalam mengoperasikan kekuatannya sebuah hegemoni biasanya bersifat memerintah, namun mayoritas pihak mengikutinya dengan bangga dan penuh rasa percaya[2]. Mereka akan memandang sebuah hegemoni sebagai suatu 'keteladanan'.
Ketika kita memahami hal ini dalam konteks Amerika Serikat, maka Amerika Serikat sebagai suatu hegemoni memiliki kemampuan untuk mengontrol atau mempengaruhi aktor lain dalam konstelasi global. Kemampuan ini dapat diperoleh melalui kemajuan teknologi, ekonomi, dan militer serta kontrol terhadap pusat hubungan jaringan komunikasi internasional[3]. Kemajuan teknologi di Amerika Serikat tak hanya dapat dilihat secara kasat mata dengan produknya saja, namun kita juga dapat melihat pada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Amerika Serikat.Â
Alokasi dana untuk penelitian dan pengembangan menjadi prioritas. Selain itu, pemerintah memfokuskan investasi agar terarah pada bidang teknologi[4]. Hal yang wajar apabila transfer teknologi para aktor di dunia banyak bergantung pada Amerika Serikat, terlebih pada masa pasca perang dingin. Kondisi ekonomi dan militer yang dinilai kuat juga menjadikannya sebagai sosok acuan bagi para aktor negara. Adanya ketergantungan para aktor pada Amerika Serikat menjadikan mereka menjalin hubungan kerjasama dan komunikasi dengannya. Para aktor ini secara tak langsung juga dipertemukan dengan lingkup yang sama, yaitu komunikasi dengan Amerika Serikat. Inilah yang kemudian dapat dimaknai sebagai pusat komunikasi internasional.
Seluruh sumber kekuatan tersebut disempurnakan dengan sebuah soft power yang berperan penting membuat sebuah negara superpower menjadi hegemoni yang memungkinkan negara dominan untuk menyebarkan nilai-nilai moral, politik, dan budaya. Soft power yang dimaksudkan ialah dengan bersikap persuasif dalam suatu kerjasama. Persuasi akan membuat negara percaya pentingnya kepentingan bersama[5].Â
Hal ini dapat dilihat dari bagaimana Amerika Serikat menyebarluaskan ideologi liberalisme, isu counter-terrorism, dan lain sebagainya, yang semakin membuat para aktor negara bertindak dengan kiblat Amerika Serikat, perhatikan bagan 1. Bahkan pendidikan di seluruh dunia turut didominasi oleh barat khususnya Amerika Serikat. Pendidikan Indonesia sendiri dalam menyusun kurikulum seringkali berpacu pada penddikan barat[6]. Pengetahuan dan penelitian berasal dari Amerika Serikat menjadi panduan di berbagai bidang studi. Setiap melakukan penulisan tugas kuliah, para mahasiswa akan lebih leluasa mendapat sumber referensi jika mencari dalam bahasa Inggris.
Seluruh aspek yang telah dijelaskan di atas, jika ditarik benang merahnya dapat dipahami adanya kesempurnaan perpaduan yang mengakibatkan kuatnya hegemoni Amerika Serikat. Munculnya China sebagai suatu kekuatan baru di wilayah Asia, jika kita bandingkan sejatinya masih sangat jauh dari perjalanan dan sepak terjang Amerika Serikat. Meskipun banyak negara yang telah bergantung pada China, namun hal itu sekedar kerjasama suatu bidang saja, sementara dalam jalinan hubungan dengan Amerika Serikat, secara tak langsung sudah lebih diikat dengan pemahaman yang sama, rasa sepenanggungan, dan kepentingan bersama. Misal berkaitan dengan isu counter-terrorism dan human rights.
Memungkinkan bagi negara lain untuk muncul sebagai suatu kekuatan baru, namun belum pasti menjadi hegemoni yang jika disesuaikan dengan pemaknaan awal tadi, mampu mempengaruhi seluruh aktor hanya karena kemauan sendiri. Kemasan liberalisme yang lengkap dengan segala teori dan narasinya kini terasa paling cocok diterapkan sebagai suatu ideologi negara, dimanapun, termasuk di Benua Asia dan Afrika. Lalu, ajaran apa yang akan dibawa oleh negara yang muncul seperti China. Kalaupun ia memiliki suatu langkah baru yang lebih cemerlang dan memiliki pengaruh yang sama, pastinya akan memakan waktu yang lama layaknya bagaimana Amerika Serikat mencapai titik ia menjadi hegemoni dunia.
Bisa dikatakan kedua hal, bertahan ataupun runtuh ialah sama-sama mungkin terjadi. Ia dapat bertahan karena hegemoni ini kuat melihat pada kesempurnaan integrasi sumber kekuatannya. Di sisi lain, Amerika Serikat sejatinya ialah negara yang sangat rentan. Kita dapat melihatnya dari aspek yang sama. Amerika memiliki teknologi yang sangat maju, siapakah konsumennya? Negara miskin atau negara lainnya yang memang membutuhkan.Â
Maknanya, tak hanya suatu negara membutuhkan Amerika saja, namun juga Amerika sendiri memiliki ketergantungan dengan negara lain sebagai konsumen atas produknya. Pada segi ekonomi, memang Amerika Serikat menjadi aktor utama dalam perekonomian global, terlebih dalam organisasi bidang ekonomi yang diinisiasi olehnya, namun seiring berjalannya waktu banyak negara yang mengalami perkembangan sehingga ia muncul sebagai kekuatan ekonomi baru.Â