Mohon tunggu...
Aliya W Rettob
Aliya W Rettob Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Selamat Membaca, Semoga Bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Akibat Perkawinan Putus karena Perceraian dan Dampaknya terhadap Anak

5 November 2021   10:41 Diperbarui: 5 November 2021   10:44 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup dengan dua orang yang selalu bertengkar pasti tidak mudah. Itulah sebabnya beberapa pasangan suami istri yang sering bertengkar merasa bahwa kalau mereka bercerai, itu akan lebih baik untuk anak mereka.

Perceraian mempunyai akibat hukum yang luas, baik dalam Hukum Keluarga maupun dalam Hukum Kebendaan serta Hukum Perjanjian.

Munculnya pandangan hidup yang berbeda antara suami dan istri, timbulnya perselisihan pendapat antara keduanya, berubahnya kecenderungan hati pada masing-masing memungkinkan timbulnya krisis rumah tangga, yang merubah suasana harmonis menjadi percecokan, persesuaian menjadi pertikaian, kasih sayang menjadi kebencian, semuanya merupakan hal-hal yang harus ditampung dan diselesaikan.

Faktor perceraian ini akan menimbulkan nama bekas suami dan bekas istri, lalu setelah bercerai para pihak diharuskan untuk memulai hidup sendiri secara terpisah.

Dalam pemutusan perkawinan dengan melalui lembaga perceraian, tentu akan menimbulkan akibat hukum diantara suami-istri yang bercerai tersebut, terutama terhadap anak .

Adanya putusnya hubungan perkawinan karena perceraian maka akan menimbulkan berbagai kewajiban yang dibebankan kepada suami-istri masing-masing terhadapnya.

Menurut Undang-undang Perkawinan meskipun telah terjadi perceraian, bukan berarti kewajiban suami istri sebagai ayah dan ibu terhadap anak di bawah umur berakhir, notabenya kewajiban kedua belah pihak akan terus berjalan sampai si anak beranjak dewasa.

Suami yang menjatuhkan talak pada istrinya wajib membayar nafkah untuk anak-anaknya, mulai dari biaya kebutuhan sehari-hari, pendidikan dan biaya penunjang lainya, sesuai dengan kedudukan suami.

Baik bekas suami maupun bekas istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya sesuai dengan tuntutan dan kewajiban mereka sebagai orang tua. Apabila suami tidak mampu, maka dengan itu pengadilan dapat menetapkan bahwa tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan seorang ibu.

Selain itu, banyak anak merasa bersalah atas perceraian orang tuanya. Mereka berpikir bahwa merekalah alasan kedua orang tuanya berpisah.

Perceraian bisa berpengaruh pada anak sampai mereka dewasa. Kemungkinan besar, mereka akan merasa rendah diri dan susah percaya kepada orang lain. Kalau mereka menikah, mereka mungkin juga akan bercerai saat ada masalah dalam perkawinan mereka.

Menurut penelitian, dampak perceraian pada anak-anak bisa sangat parah. Di satu sisi banyak anak yang memvonis dirinya mengalami gangguan kesehatan mental terlebih jika tidak diawasi,oleh karenanya peranan penting orang tua di saat perkembangan anak memulai  fase-fase remaja awal sangatlah penting.

Hal yang terjadi pada anak nantinya akan berdampak pada dirinya sendiri, seperti lebih mudah marah, khawatir, depresi, punya perilaku yang merugikan dirinya dan orang lain, sulit mengikuti pelajaran di sekolah atau putus sekolah, gampang sakit atau bahkan bisa berpengaruh besar pada faktor lingkungan tempat mereka tinggal seperti kenakalan remaja. Pada dasarnya meskipun ada yang merasa bahwa perceraian mereka akan lebih baik untuk anak mereka. 

Menurut Penelope Leach (seorang ahli di bidang pengasuhan anak) mengatakan bahwa ”Perceraian menghancurkan kehidupan anak-anak.”

Slogan “Apakah anak akan lebih bahagia jika orangtuanya berpisah?”

Sebagai kedua orang tua hal tersebut memang terlihat biasa-biasa saja. Tapi ingatlah, apa yang orang tua rasakan belum tentu sama dengan apa yang anak-anak rasakan. Orang tua yang mau bercerai ingin memulai hidup baru. Tapi, anak-anak biasanya tidak suka dengan perubahan dan tetap mau dekat dengan kedua orang tuanya. Kunci utama anak dalam pikiran mereka terhadap pandangan yang melihat kedua orang tua mereka bahagia dan utuh saja sudah lebih dari cukup.

Setelah mewawancarai ribuan anak yang orang tuanya bercerai, pada pengarang buku The Unexpected Legacy of Divorce menulis, “Waktu orang tuaku bercerai, masa kecilku yang bahagia berakhir", dan “Dunia ini tidak bisa dipercaya dan sangat berbahaya”. Mereka berpikir seperti itu karena hubungan dua orang terdekat dalam hidup mereka yang seharusnya kuat malah hancur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun