Mohon tunggu...
Dik Ror
Dik Ror Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - saya adalah pelajar MA Tahfidh Annuqayah

saya adalah seorang yang suka bergurau

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kenyamanan yang Menyengsarakan

17 September 2024   20:00 Diperbarui: 17 September 2024   21:21 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

demi mewujudkan kehangatan dan keharmonian sangat perlu kiranya adanya seorang kepala keluarga(dalam kekeluargaan). Begitu pun dengan negara Indonesia yang dikepalai oleh seorang presiden yang---pastinya---gagah, tegas, dan pemberani demi terwujudnya hal tersebut.

            Dari tahun pertama kemerdekaan Indonesia merdeka sampai saat ini presiden pemimpin bangsa sudah berganti sebanyak tujuh kali yang pasti dengan langkah-langkah bernilai yang berbeda demi terwujudnya cita-cita bangsa.

            Najwa Shihab memaparkan dalam bukunya Yang Hilang dari Kita: Akhlak bahwasanya sebagian pemerhati menyatakan bahwa yang di sebut bernilai adalah sesuatu yang dapat menuntaskan kebutuhan. Akan tetapi pandangan ini hanya memuaskan akan kebutuhan dhahiriyah bukan ruhaniyah. Memprioritaskan kenyamanan tanpa harus menghiraukan kesengsaraan yang pasti akan datang. Serupa dengan Eksem, menyamankan saat digaruk dan akan menimbulkan bobrok yang terinfeksi.

            Dan hal ini terjadi pada dua priode kepemimpinan presiden ke tujuh negara Indonesia ini.

            Joko Widodo---presiden  Indonesia yang ke tujuh---adalah presiden Indonesia yang berhasil menduduki kursi kepresidenan selama dua priode (2014-2024) dengan "ambisi" pemadatan bangunan. Ya, sudah kita ketahui bersama bahwa pada masa kejayaannya, presiden yang kerap kali disapa dengan nama Pak Jokowi selalu meluangkan waktunya dan merelakan tetesan demi tetesan keringatnya hanya untuk satu kepentingan yang selalu digaungkannya. Infrastruktur.

            Pada tahun 2019 total jalan yang terbangun mencapai 4.119 km, begitu pun dengan tol-tol yang telah mencapai 1.070 km. betapa tiadanya kemacetan saat itu---apalagi sampai saat ini. Bukan hanya berfokuskan pada aspal hitam, bendungan-bendungan besar pun sukses terbangun.   

            "Kita telah membangun bendungan 42 bendungan selama 10 tahun, insya Allah akan selesai mungkin 60an tahun ini. Kalau meleset dikit ya 54. Karena yang lain dikebut pasti akan selesai," kata Jokowi dalam pidato kuncinya di Musrenbangnas, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).

            Bayangkan, betapa "sesak"-nya negara Indonesia ini.

            Bukan hanya itu, dibangunnya beberapa pabrik-pabrik industri pun semakin semarak. Entah di datarnya tanah atau di pegunungan.  

            Sebenarnya hal tersebut berdampak sangat  baik bagi negara maupun penduduknya. Yang mana, kecemburuan mereka akan negara-negara lain yang selalu menampilkan kemewahan bangunan-bangunannya dapat terbalaskan dengan sepadan. Begitu pun dengan adanya pabrik-pabrik industri yang sangat membantu dalam melesatkan pertumbuhan ekonomi negara.

             Pepatah arab mengungkapkan wa al-hubbu ya'taridlu al-ladzdzata bi al-alami(dibalik suka, cinta pasti berakhir dengan duka). Begitu pun dengan kenyamanan yang ditimbulkan oleh infrastruktur pada penduduk Indonesia. Kesengsaraan-kesengsaraan pun menanti dan pasti terjadi.

            Satu contoh kerusakan. Tanpa lahan yang luas tak akan ada pembangunan yang berlangsung. Maka dengan terpaksa dan hati yang gelisah penebangan pepohonan terjadi di mana-mana. Bukan hanya kepala, hutan pun bisa menjadi gundul. Fauna-fauna yang gusar mencari tempat tinggal sebab dirusaknya perumahan mereka memasuki perumahan yang terletak di dekat hutan tersebut dan mengundang hiruk-pikuk ketakutan penduduk rumah. Tak ada secarik senyum dari wajah-wajah pengunjung-pengunjung rumah sakit sebab lahiran, melainkan kegetiran sebab gigitan ular. Lebih parah lagi, kepunahan fauna-fauna entah darat maupun non-darat disebabkan kepulan-kepulan asap yang merasuki dan menyumbat pernapasan mereka dan limbah-limbah industri yang, dengan tanpa merasa bersalah, mereka hanyutkan pada aliran air yang menyebabkan tercemarnya air hingga menyebabkan ikan-ikan mati "terjajah".

               Rupanya menyadari akan kekacauan itu, Pak Jokowi pun memindahkan ibu kota  negara Indonesia dari Jakarta "botak" yang seakan sesak akan bangunan dan pencemaran pada Kalimantan yang sesak akan kehijauan. Keputusan Pak Jokowi sangat membantu mengubah keadaan bangsa ini. Di samping memindahkan ibu kota Indonesia pada daerah berkehijauan lebih, Pak Jokowi memulai industri hijau.

            Industri hijau adalah industri yang mengutamakan efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan serta menjaga kelestarian lingkungan dalam proses produksinya. Mulai dari pemilihan bahan baku, peralatan produksi, proses produksi, sampai pembuangan limbah agar ramah lingkungan. di samping industri hijau ini, Pak Jokowi mulai menghijaukan kembali negara Indonesia dan menumbuhkan pohon-pohon di hutan yang sudah digundulnya.

            Dan kita hanya rakyat biasa hanya bisa berdoa dan terus beroda agar janji-janji tak seperti piring tanpa nasi. Kosong. Hampa.        

           

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun