Implementasi kesetaraan gender masih dikatakan belum berjalan dengan baik. Meskipun sudah banyak aturan yang dibentuk untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perempuan, namun nyatanya masih banyak dijumpai diskriminasi terhadap perempuan. Hal itu dikarenakan perempuan dianggap kaum yang lemah dan laki-laki dianggap sebagai pemimpin yang memegang kekuasaan, sehingga dapat melemahkan peran dan keberadaan perempuan.
Penerapan kesetaraan gender merupakan suatu urgensi mengingat bahwa banyak terjadi kasus diskriminasi terhadap perempuan, sehingga diperlukan adanya aturan khusus untuk menegakkan hak perempuan. Kesetaraan gender merupakan tujuan ke-5 SDGs yang berjudul "Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Semua Perempuan dan Anak Perempuan". SDGs bukan hanya sekedar komitmen, tetapi juga merupakan pedoman untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Adanya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang merupakan sebuah lembaga negara yang independen untuk membantu menegakkan hak asasi perempuan di Indonesia. Menurut data Komnas Perempuan, pada tahun 2022 tercatat sebanyak 338.496 kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG) terhadap perempuan. Pengaduan ke Komnas Perempuan sebanyak 3.838 kasus, lembaga layanan 7.029 kasus, dan BADILAG sebanyak 327.629 kasus.
Saat ini masih banyak terjadi kriminalisasi yang dialami oleh perempuan, yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari aparat penegak hukum. Hal itu terjadi karena kurangnya pengetahuan dan sensitivitas gender yang dimiliki oleh aparat penegak hukum serta kurangnya membangun koordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya. Perlu adanya peningkatan dukungan terhadap pengelolaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap pembangunan yang memilah-milah gender dan meningkatkan jumlah aparat penegak hukum, pemerintah, legislatif dan yudikatif. Â
Hal ini menjadi tugas penting bagi pemerintah maupun masyarakat agar dapat saling bekerja sama dalam menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam segala aspek kehidupan. Baik di pendidikan formal maupun informal, perlu adanya pemberlakukan kurikulum mengenai HAM dan gender, hal itu juga berlaku untuk tokoh masyarakat dan tokoh agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H