Mohon tunggu...
Ali Wasi
Ali Wasi Mohon Tunggu... Lainnya - Aparatur Sipil Negara

Seorang ASN dari Tahun 2015 s.d. sekarang, yang semula gemar menulis cerita fiksi menjadi rutin menulis analisis informasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Menggenggam Dunia (5) Tegar

27 April 2024   07:55 Diperbarui: 2 Mei 2024   08:56 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kak, kondisi langit seperti yang Mamet rasakan." Ucap Rahmat.

"Maksud kamu?" tanyaku.

"Langit malam, bertaburan bintang yang bercahaya tapi tidak ada bulan."

"Kita dapat mengartikan itu bahwa bintang tetap bersinar di malam hari walau tak ditemani oleh sang bulan, sama saja dengan seseorang yang berdiri tegar walau tak didampingi oleh seseorang yang biasa menemaninya. Kamu paham maksud Kakak?"

Rahmat hanya mengangguk, tak ada ekspresi yang ia keluarkan. Terkadang aku sangat heran dengan kepribadian Rahmat, ia terlihat lugu bagaikan anak-anak biasa, tetapi disisi lain ia berpikir layaknya seorang yang telah dewasa.

Kamipun tiba di teras rumah dan segera masuk ke dalam. Saat pulang, aku merebahkan diri di kursi. Sedangkan Rahmat terlihat bingung dengan keadaan rumah.

"Kak Arkan, kamar mandi mana? Dapur mana? Kamar tidur mana?" tanya Rahmat yang terlihat bingung dengan kondisi rumah yang berantakan.

Aku menunjukan satu per satu tempat di rumah yang kutempati bersama Rahmat. Tujuan utama dia adalah kamar mandi. Aku tersenyum melihat tingkah Rahmat, gerak-gerik ia sangat khas layaknya anak biasa. Mungkin ia ingin buang air.

"Kak, kita sholat Isya dulu ya? Kita berjama'ah. Kakak jadi imamnya." Pinta ia dengan polos.

Sungguh aku sangat terkejut dan heran  dengan perilaku bocah ini, berkali-kali dengan sifatnya telah mengejutkanku serta membuatku terkagum. Kali ini ia mengajakku untuk beribadah. Memang   tak ada yang salah, tetapi aku membandingkan umurnya dengan sifatnya. Dia adalah bocah yang diberi karunia lebih oleh Tuhan, karena sifatnya yang sangat dewasa untuk ukuran anak-anak. Atau mungkin aku yang berlebihan dalam menanggapi ini?

"Kak? Kok malah diam? Ayo Kak." Ajak Rahmat menarik tanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun