Tiba-tiba pikiranku fokus untuk merencanakan hal tersebut. Itu memang ide baik, lagipula aku mempunyai cukup uang untuk membayar sekolahnya.
"Mas Arkan." Sapa seorang wanita yang tiba-tiba menyapa di sampingku.
Aku salah tingkah dan mengambil posisi duduk. Aduhai, gadis yang menyapaku adalah bunga desa di pedesaan ini. Perasaanku bercampur heran dan berbunga-bunga.
"Ratih, ada apa? Ayo silahkan duduk." Aku menggeser, untuk mempersilahkan Ratih duduk.
"Makasih Mas Arkan, Ratih cuma memberi titipan dari Ibu untuk makan siang Mas Arkan. Diterima ya, Mas." Dengan suara lembut, ia memberikan kantung plastik berisi sayur lodeh dan dua ekor ikan goreng.
"Wah, terimakasih ya Ratih. Sampaikan ucapan terimakasih juga pada ibumu."
"Sama-sama, Ratih pamit dulu, Mas."
"Tidak mampir dulu?" pintaku iseng.
"Hem, lain kali saja pasti Ratih mampir. Mari Mas." pamitnya sembari tersenyum manis.
Oh. Senyuman Bunga Desa yang tak akan kulupakan. Selain dia memiliki wajah yang indah dengan rambut panjang yang tergerai, dia juga memiliki hati yang lembut bagaikan selembut kain sutra. Pantaslah ia dijuluki oleh warga sebagai Bunga Desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H