Mohon tunggu...
Ali Wasi
Ali Wasi Mohon Tunggu... Lainnya - Aparatur Sipil Negara

Seorang ASN dari Tahun 2015 s.d. sekarang, yang semula gemar menulis cerita fiksi menjadi rutin menulis analisis informasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Menggenggam Dunia (3) Bunga Desa

25 April 2024   07:00 Diperbarui: 29 April 2024   22:39 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata ada Saiful, dengan senyum yang khas, saat memperhatikanku dari tadi. Ia mengajakku untuk bermain bola, nyaliku tertantang untuk bermain dengan anak-anak desa.

"Ok, siapa takut." Ledekku penuh keakraban dengan anak-anak.

Akupun bermain dengan mereka layaknya anak-anak. Bermain bola di tanah yang becek, dan berlumpur. Tak heran bajuku ikut kotor. Seorang mantan asisten dokter sepertiku, bermain dengan anak-anak desa, sangatlah menyenangkan.

***

Hari sudah semakin siang, disertai cuaca yang sejuk berubah menjadi sangat panas. Aku berjalan pulang menuju rumah dengan baju yang sangat kotor penuh lumpur, usai bermain sepak bola dengan anak-anak.

"Eh, Mas Arkan. Kok bajumu kotor? Jatuh dimana?" tanya seorang ibu berbadan gemuk yang heran melihat kondisiku.

"Tadi saya bermain bola, bersama anak-anak, Bu. Jadi maklum baju saya ikut kotor juga." Ucap ramahku pada Ibu Lusi, yang tiada lain adalah tetanggaku.

Sebelumnya, diperjalanan ada beberapa warga yang mengenalku dan menanyakan hal yang sama seperti pertanyaan Ibu Lusi. Sebenarnya berpakaian kotor sangat wajar di desa ini, seperti para petani yang pulang dengan pakaian kotor. Mungkin karena aku bukan petani. Jika dilihat dari postur tubuh, walau tinggal di desa dan memakai pakaian orang desa tetapi tubuhku masih terlihat orang kota.

Akhirnya aku sampai depan rumah. Aku rebahan di kursi teras rumah untuk melepas lelah. Walau cuaca panas, semilir angin perlahan menerpa ke seluruh tubuh.

Aku mengingat kejadian dari pagi hingga berakhir dengan berpakaian kotor. Ada suka maupun duka. Suka karena aku semakin akrab dengan penduduk desa serta bermain bola dengan anak-anak desa untuk pertama kalinya, dan duka karena masih ada orang yang berkeinginan untuk menyekolahkan anak dan menganggapnya sesuatu yang berat. Aku paham dengan kondisi mereka, tetapi syukurnya Ibu Sri telah menyekolahkan Rahmat pada pengajian gratis. Menurutku itu sudah cukup baik untuk bekal Rahmat.

Apa lebih baik, aku membiayai sekolah Rahmat ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun