Mohon tunggu...
Ali Wasi
Ali Wasi Mohon Tunggu... Lainnya - Aparatur Sipil Negara

Seorang ASN dari Tahun 2015 s.d. sekarang, yang semula gemar menulis cerita fiksi menjadi rutin menulis analisis informasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Menggenggam Dunia (1) Bocah Berkulit Putih

23 April 2024   06:20 Diperbarui: 29 April 2024   21:34 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tersenyum kecut, sangat ironis. Sebenarnya ratusan juta penduduk negeri ini, masih tersimpan banyak anak-anak yang berprestasi dalam segala bidang. Apabila dikumpulkan anak-anak yang berkemampuan tinggi, mungkin Indonesia menjadi negara terbaik dan terpintar bahkan mungkin bisa mengalahkan teknologi negara adidaya.

Tiba-tiba terdengar suara jeritan dari anak-anak di lapangan bola, ternyata mereka menjerit untuk meminta tolong penduduk sekitar. Aku dan beberapa warga mendekati anak-anak tersebut dan alangkah terkejutnya diriku, bocah berkulit putih itu menjerit kesakitan sembari memegangi kakinya.

Terlihat beberapa warga desa yang menanyakan kepada anak-anak tentang kondisi bocah tersebut. Ia dirangkul oleh Pak RT. Dilihat dari kondisi wajah yang kesakitan dan tangan sang bocah yang memegangi kaki, aku langsung mengetahui bahwa kakinya terkilir.

"Maaf Pak, izinkan saya untuk memeriksa anak tersebut." Pintaku tanpa ragu.

"Oh Mas Arkan, silahkan. Tampaknya Mas Arkan yang lebih berpengalaman." Jawab Pak RT.

"Terima kasih, Pak." Balasku dengan senyum.

Aku adalah seorang mantan asisten dokter, yang dikeluarkan, karena dinilai salah menangani pasien. Asisten dokter juga manusia, pasti pernah melakukan kesalahan, tetapi mengingat kesalahanku memang tak bisa diterima dan membahayakan pasien, aku dengan senang hati mengundurkan diri sebelum dikeluarkan surat pemberhentian kerja dari rumah sakit. Toh, masih banyak lowongan kerja yang membutuhkan lulusan kedokteran.

Kejadian yang dialami bocah tersebut, sangat fatal apabila tidak ditangani dalam segera. Dengan tangan sendiri, aku mencoba menekan dengan perlahan rasa sakit dari kaki bocah tersebut. Ternyata benar feeling awalku, bahwa dia hanya keseleo.

"Maaf, ada yang tahu rumah anak ini?" tanyaku pada anak-anak yang tadi bermain bola.

"Di dekat sawah, Kak." Jawab teman bocah berkulit putih ini.

Akupun tersenyum geli mendengar panggilan Kakak dari bocah sekitar umur delapan tahunan, padahal umurku tahun ini genap tiga puluh tahun. Biarlah, memang mukaku masih terlihat muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun