Mohon tunggu...
Ali Wafa
Ali Wafa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Kehutanan Universitas Lampung

Saya hobi menulis dan membaca serta suka berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Problematika antara Gajah Liar dengan Petani Padi Desa Penyangga Taman Nasional Way Kambas

5 September 2024   07:43 Diperbarui: 9 September 2024   11:29 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Problematika antara Gajah Liar dengan Petani Padi Desa Penyangga Taman Nasional Way Kambas

Oleh :

Tri Widyawati1, Ali Wafa1, I Nyoman Wirawan1, Aprillia Bella Citha Putri Agustin1, Christine Wulandari2, Hari Kaskoyo2, Rudi Hilmanto2

1 Mahasiswa Program Studi Magister Kehutanan Universitas Lampung

2 Dosen Program Studi Magister Kehutanan Universitas Lampung

Desa Labuhan Ratu adalah salah satu desa yang berdampingan langsung dengan hutan Way Kambas. Baru-baru ini, masyarakat Labuhan Ratu  yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani dibuat menangis pilu yang tidak berair mata. Bagaimana tidak, kondisi lahan pertanian tepat di pinggiran hutan yaitu berupa lahan rawa kering kerontang. Sedangkan bulan ini para petani akan mendapati panen padi, akan tetapi kondisi perairan yang tidak baik. Tiga bulan sebelumnya, sebagian besar petani Labuhan Ratu VII juga dibuat guncang yang tidak berskala richter dikarenakan pelimpahan air hujan yang melimpah ruah hingga menggenangi padi yang siap panen. Kedengaran biasa saja,tapi ini bagaikan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh inbreeding yang bahkan sampai saat ini belum ditemukan solusi. Inbreeding adalah perkawinan sekerabatan. Dan ternyata berdasarkan fakta penulis bersumber dari pengalaman, padi yang tumbuh di sawah lahan rawa ketika tergenang air hujan melebihi tiga hari, menyebabkan bau yang menyengak seperti nasi basi, dan bisa dikatakan nasi yang tidak layak makan. Bisa dibayangkan berapa kerugian petani dengan berhektar-hektar sawah yang tergenang air hujan. Tentulah ini sangat merisaukan bagi masyarakat desa pinggiran hutan Way Kambas, yaitu Labuhan Ratu terutama yang berprofesi sebagai petani.

Sawah lahan rawa yang berbatasan langsung dengan Hutan Way Kambas, tentunya merupakan aset strategik sebagai fasilitas untuk mengubah pola pikir masyarakat yang dahulunya memiliki ketergantungan  terhadap hutan. Tapi di sisi lain, peralihan menjadi sawah ini tentunya menimbulkan problematika baru, melihat lintasan gajah liar yang sampai pada area ini. Sawah lahan rawa ini pun sering menjadi destinasi wisata bagi gajah liar yang sangat menyenangkan. Gajah liar memporak porandakan sawah lahan rawa yang berbatasan langsung dengan hutan Way Kambas. Menurut hemat saya, secara fisiologis gajah liar hanya saja sedang mengekspresikan sifat alaminya, yang memang pada waktu periode translokasi gajah luar Way Kambas, lokasi ini hanyalah lahan rawa namun lambat laun dengan perkembangan masyarakat, lahan rawa ini berubah menjadi sawah yang ditanami padi. Bagi gajah liar terutama yang masih muda, sawah tentunya hal baru bagi gajah liar karena di dalam hutan tidak ditemukan tanaman padi.

Mengingat problematika yang sangat kompleks, di satu sisi para pejuang konservasi khususnya ingin mendapati kelestarian hutan way kambas, tapi di sisi yang lain tentunya masyarakat yang memiliki sawah di perbatasan hutan tidak mau sawahnya diporakporandakan gajah liar. Mau tidak mau, menurut saya, muncullah dua opsi, realita pertanian di daerah pinggiran hutan harus dihentikan atau menghentikan perlintasan gajah liar yang tentunya ini sangat mengganggu gajal liar secara fisiologis. Sungguh keduanya pun sangat tidak mungkin dilakukan. Harapan kita semua tentunya, sawah menghasilkan produksi padi yang melimpah sebagai penghasilan utama masyarakat yang berprofesi sebagai petani, masyarakat hidup bersandingan dengan gajah yang tetap lestari. Terciptanya guyub rukun antara satwa liar dan masyarakat, tentunya sangat berimbas terhadap kelestarian hutan Way Kambas secara keseluruhan.

Menjawab sementara dari problematika, saya berpendapat bahwa realita pertanian di pinggiran hutan Way Kambas tetap dilanjutkan dengan menelusuri serta mencari solusi untuk menghasilkan padi yang melimpah dengan konsekuensi gajah liar pun akan melintasinya dan memporakporandakan. Setidaknya dengan produksi padi yang berkualitas bisa meminimalisir kerugian. Akan tumbuh problematika baru lagi, petani harus bijak dalam penggunaan pestisida untuk tanaman yang ditanam di pinggiran hutan Way Kambas. Menjadi tugas kita semua juga, memberikan mindset baru bagi semua lapisan masyarakat menyeluruh bahwa gajah liar bukanlah termasuk kategori hama pengganggu akan tetapi salah satu satwa kunci Hutan Way Kambas yang wajib untuk kita lestarikan guna mendukung terciptanya keseimbangan ekosistem hutan Way Kambas sehingga anak cucu kita masih mendapati hutan Way Kambas lestari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun