Mohon tunggu...
Ali Usman
Ali Usman Mohon Tunggu... Jurnalis televisi -

Pernah bekerja untuk koran Merdeka, IndoPos, Radar Bekasi, Harian Pelita, Majalah Maestro, Harian ProGol, Tribunnews.com (Kelompok Kompas Gramedia), Vivanews.com, kini di TVRI nasional. * IG aliushine * twitter @kucing2belang * line aliushine * blog www.aliushine.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan dan Semangkuk Mi

2 Mei 2018   12:58 Diperbarui: 2 Mei 2018   23:35 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.media-tchat.org

"Mas, mie rebusnya sudah matang. Ayo bangun, makan dulu, baru lanjut tidur lagi," Perempuan itu berkata lembut sambil memijat mesra kaki suaminya. Tapi yang didapatnya tak lain hanya bentakan kasar dari mulut suaminya. Rupaya lelaki bertubuh bongsor itu tak mau tidurnya terusik. Ia menarik kain sarungnya dengan mulut masih mengumpati istrinya.

Perempuan itu menjerit dalam hati. Setiap hari ia harus pergi bekerja menjajakan sayuran sejak jam 6 pagi. Setelah itu ia bekerja di pabrik pembuatan plastik dan pulang sore hari. Saat berada di rumah, ia tak sempat beristirahat. Suaminya justru gantian membutuhkannya. Suaminya banyak tinggal di rumah. Sejak kena PHK, ia memilih jadi tukang ojek.

Jam kerja tukang ojek tak bisa diprediksi. Tapi berbeda dengan tukang ojek pada umumnya, ia lebih suka berlama-lama menghabiskan rokok dan meminum kopi di depan rumahnya ketimbang cari penumpang. Lelaki itu tak sadar sudah menyandarkan hidup pada jerih payah istrinya. Setelah jadi tukang ojek, ia menyuruh istrinya bekerja. Mulai jualan sayuran hingga buruh pabrik. Si suami kemudian mengambil peran tukang antar jemput bagi aktifitas istrinya.

Malam terus beranjak. Beberapa menit berlalu usai mie instan siap dihidangkan. Perempuan itu masih duduk di samping kasur. Memandang suaminya yang tidur berselimut sarung. Tangannya masih gemetaran memegang mangkuk yang panas. Perempuan itu mengambil nafas panjang. Mengusir kesal yang ada. Dibukanya kain sarung yang menutupi wajah suaminya dengan lembut. Tapi bentakan keras tiba-tiba membuatnya jantungnya hampir copot.

Sambil melotot, lelaki itu membentaknya berkali-kali. Rupanya ia benar-benar tak mau diganggu. Segera lelaki itu menutup kembali wajahnya dengan sarung. Caci maki masih terdengar dari mulutnya. Angin berhembus datar. Perempuan itu makin bergetar. Rasa kantuk dan kesal kini mulai menyesakan dadanya. Sekali lagi ia buka kain sarung yang menutupi wajah suaminya. Ia tumpahkan seluruh isi mangkuk panas itu ke wajah lelaki itu. Tepat sebelum mulut lelaki itu kembali mengumpatnya.(*)

Jagakarsa, Awal Mei 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun