Saya tidak mengatakan bahwa Quran ini memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya. Qurannya masih sama, isinya juga sama, tapi pemaknaan akan ayat dari Quran bisa saja berbeda-beda tergantung otoritas pemegang kuasa atas pemaknaan itu. Ada aspek kognisi sosial yang terlibat dalam setiap pemaknaan akan sesuatu. Setiap orang pasti memiliki cara yang berbeda dalam menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi. Saya pernah membaca bahwa tafsir Al-Quran menjadi lebih maskulin setelah kekhalifaan Umar. Meski ini juga masih bisa menjadi perdebatan.
Jadi balik lagi ke pertanyaan apakah memakai apakah yang wajib itu menutup aurat atau memakai jilbab?
Saya tidak berani menjawab karena saya tidak punya otoritas dan kuasa untuk itu. Saya tidak punya umat, saya bukan uztad, apalagi ulama dan yang paling penting saya tidak suka berdebat hal-hal yang menyangkut keimanan. Kalau kalian percaya jilbab adalah aurat, monggo. Kalau ada yang percaya wajah juga aurat dan menggunakan cadar, monggo, kalau pun tidak menganggap jilbab sebagai aurat, ya monggo. Silahkan berdebat sesama penyuka debat, saya mau buat kopi dulu!
Pernah terbit di Terminal Mojok
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H