Mohon tunggu...
Aliurridha
Aliurridha Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah dan penulis lepas

Menulis untuk tetap waras

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memahami Perbedaan Makna Mudik dan Pulang Kampung secara Semantis, Pragmatis, dan Politis

12 Mei 2020   08:30 Diperbarui: 12 Mei 2020   10:16 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awalnya makna suatu kata maupun frasa itu melekat pada ingatan penuturnya. Semua penutur Bahasa Indonesia pasti mengetahui bahwa mudik itu dimaknai pulang ke kampung halaman.

Begitu juga dengan frasa pulang kampung yang dimaknai dengan pulang ke kampung halaman. Namun sepertinya saat ini manusia Indonesia akan melihat mudik dan pulang kampung sebagai dua entitas makna yang berbeda.

Dalam wawancara ekslusif Mata Najwa yang disiarkan di Trans7 pada hari Rabu (23/4/20) Presiden Jokowi membuat suatu klarifikasi yang segera booming dan menghebohkan jagat raya sosial media. Sumber petaka yang gak petaka-petaka amat itu terjadi ketika Najwa Sihab mempertanyakan mudik itu dilarang atau diizinkan oleh pemerintah.

Jokowi dengan tegas mengatakan akan melarang dan ternyata benar pada tanggal 24 April 2020 mudik dilarang. Namun ketika dijelaskan oleh Najwa bahwa sudah banyak yang mencuri start mudik lebih dahulu, Presiden mengklarifkasi itu bukan mudik tapi pulang kampung. Haaahh...?

"Kalau itu bukan mudik, itu namanya pulang kampung. Memang bekerja di Jabodetabek, di sini sudah tidak ada pekerjaan, ya mereka pulang. Karena anak istrinya ada di kampung. Ya kalau mudik itu di hari lebarannya, beda, untuk merayakan Idul Fitri. Kalau yang namanya pulang kampung itu bekerja di Jakarta, tetapi anak-istrinya ada di kampung,"

Begitulah penjelasan Presiden Jokowi. Presiden memperlihatkan kepada kita semua antara perbedaan makna "mudik" dan "pulang kampung" yang sampai saat ini tidak pernah disadari bahwa keduanya berbeda. Warbiasah.

Karena itu sebagai seorang linguist kurang kerjaan saya merasa terpanggil untuk menjelaskan perbedaan keduanya secara semantis, pragmatis, dan politis.

Dalam ilmu bahasa atau lebih dikenal dengan linguistik, ada suatu cabang ilmu yang disebut semantik yang mempelajari makna yang terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain dalam representasi. Dalam memaknai sesuatu kata seperti mudik atau frasa seperti pulang kampung, makna tidak berhenti pada kata maupun frasa.

Memahami makna tidaklah sesederhana ketika kamu melihat suatu kata pada kamus. Tidak sama sekali. Makna sangat erat kaitannya dengan pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana misalnya suatu kata memiliki makna yang berbeda ketika kata itu berdiri sendiri dan ketika ada kata lain yang mengikuti.

Perubahan makna itu tidak hanya terpengaruh oleh pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana namun juga pada penggunaan praktis oleh suatu komunitas pada konteks tertentu seperti ketika Presiden Jokowi membuat perbedaan makna kata "mudik" dan "pulang" kampung yang sebenarnya tidak beda sama sekali.

Dalam kamus onlen Bahasa Indonesia (KBBI online) ketika saya mengetikkan kata mudik untuk mencari makna ada dua maknanya. Pertama, mudik dimaknai berlayar atau pergi ke udik (hulu sungai, pedalaman). Kedua, pulang ke kampung halaman. Sedangkan frasa pulang kampung ya dimaknai pulang ke kampung halaman atau mudik. Loh kok tidak berbeda ya?

Karena tidak berbeda bisa disimpulkan secara semantis mudik dan pulang kampung memiliki makna yang sama. Namun itu hanya terjadi ketika kata mudik dan frasa pulang kampung ini berdiri sendiri tanpa ada kata lain yang menggandengnya atau tidak muncul dalam suatu konteks tertentu.

Sebut saja makna semantis ini adalah makna lapis pertama. Beda lagi ceritanya pada makna pragmatis yang menyangkut konteks penggunaannya pada situasi tertentu.

Mudik dan pulang kampung menjadi entitas makna yang berbeda kata ia muncul dan digunakan oleh Presiden Jokowi pada konteks situasi tertentu. Ketika Najwa Shihab menunjukkan bahwa data Kemenhub sudah hampir 1 juta orang curi start mudik. Presiden Jokowi menjelaskan itu bukan mudik tapi pulang kampung.

Bagi Presiden, mudik dan pulang kampung itu berbeda karena dipengaruhi oleh waktu dan pelaku. Ketika waktunya belum mendekati hari raya tidak dianggap mudik tapi pulang kampung.

Mudik adalah ritual rutin yang terjadi setiap hari raya, waktunya konsisten dan tidak berubah. Sedangkan pulang kampung menurut Pak Presiden terjadi ketika pelakunya sudah tidak memiliki pekerjaan di kota. Sebut saja perbedaan makna secara pragmatis ini sebagai makna lapis kedua.

Lantas bagaimana dengan makna politis yang ada dibalik perbedaan kata mudik dan pulang kampung sesuai tuturan Presiden?

Ada makna politis yang membedakan antara mudik dan pulang kampung dari apa yang disampaikan Presiden.

Secara politis pernyataan Pak Jokowi itu bermakna ya tidak apa-apalah mereka pulang kampung karena kangen keluarga. Tidak mungkin mereka dibiarkan tinggal di kota tanpa pekerjaan, tanpa penghasilan. Perusahaan saja sudah banyak merumahkan karyawannya. Jika dipaksakan nanti mereka jadi begal di kota.

Pemerintah tidak mungkin sanggup untuk menyiapkan kebutuhan mereka di Jakarta yang jika dihitung-hitung bisa mencapai 500 miliar perhari. Untuk sepuluru hari saja angka yang keluar sudah 5 triliun. Bagaimana jika ternyata wabah ini tidak berhenti sampai tiga bulan? Bagaimana jika tidak berhenti sampai satu tahun?

Pulang kampung adalah pilihan paling logis yang bisa dilakukan oleh mereka yang sudah tidak punya penghasilan di kota. Negara tidak akan kuat menanggungnya.

Dengan pulang kampung ada tanah untuk digarap, ada ladang untuk berkebun, dan ada sawah untuk ditanami padi. Bagaimana jika mereka tidak punya semua itu?

Ya sudah itu urusan pemerintah daerah......

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun