Bandung 13 Oktober 2014 . . .
Untuk secangkir Teh hangat di senja ini
Sore ini aku duduk berselimutkan cahaya senja di temani secangkir teh hangat, aku menelan seteguk, terasa sangat manis.
Ini adalah kali ketiga aku ketempat sejuk nan cantik ini. Seperti biasa udara disini dingin memeluk mesra. Meneduhkan lamunanku.
Meja di Warung Daweung ini basah lembab karena dinginnya cuaca sehingga menimbulkan refleksi keemasan warna langit jingga bercampur sedikit pink di ufuk timur. Beberapa orang duduk di ujung tebing diatas susunan batu-batu cantik tertata rapi tampak seperti siluet berlatar belakang langit yang berwarna jingga.
Aku menatap pada sebuah cangkir bergambar daun anggur yang sudah kering, yang berada tepat diatas meja kecil yang terbuat dari pahatan batu. Asap tipis menguap dari cangkir teh yang aku pegang, hangat menyergap. Dia nyaris tak terlihat, sangat sulit untuk ditangkap, tapi aku tetap bisa merasakan kehangatannya.
Sengaja aku memesan teh hangat ini. Orang-orang menyebutnya warung daweung yang artinya tempat untuk merenung, dengan ketinggian diatas 1450 m diatas permukaan laut. Berdiam, memejamkan mata dan menenangkan pikiran di tempat ini serasa dipeluk salju, dingin tapi menenangkan.
Warna senja mulai menggelap, menjadikan cakrawala yang mulanya jingga emas menjadi redup kemerahan. Suara-suara pengunjung yang sedari tadi mengobrol disekitarku kini senyap sudah berganti suara gemerisik serangga. Aku menghela nafas menikmati nikmat tuhan yang luar biasa ini. Dari kejauhan ku pandangi satu persatu lampu rumah kota Bandung menyala bergantian. Aku beranjak dari tempat dudukku menyaksikan momen lima menit yang begitu mengagumkan. Aku kembali duduk setelah menikmati suguhan pemadangan yang sering dipuja-puja oleh pemburu senja.
Aku keluarkan sebuah buku dari dalam tas ku dan sebuah bullpen. Aku ingin menikmati hawa sejuk ini dan siluet berlatar kerlap-kerlip kota Bandung diatas bukit Moko sembari menulis tentang seseorang yang aku kenal sejak kelas dua SMP.
Bersama kenangan yang terurai pada secangkir the hangat, siluet senja dan ribuan kerlap-kerlip kota Bandung, aku persembahkan tulisan ini sebagai kado kecil untuk ulang tahunnya yang ke 22 tanggal 26 Oktober depan. Bintang sudah bertebaran di hamparan langit luas bak atap menaungiku di sudut tebing di atas batu bertuliskan “Remember Me”. Satu-persatu ia membentuk rasi sambil ku tunjuk membentuk rangkaian yang tak bisa ku sentuh. Saatnya aku menulis.
Here, for you ……………..
“ Aku, senja dan secangkir teh hangat berbalut renungan”
Tentang mimpi-mimpi yang terbilas waktu,
Memudar dari harapan dan sepenggal ingatan.
Tentang jatuh bangunnya harapan,
Menghajar jalanan yang lebih manis dari kenyataan yang ada.
Kita masing-masing pernah susuri lembar buku,
Belum habis sudah terbakar bersama amarah,
Tinggalkan beribu kesan dan tanda Tanya.
Baris-perbaris kita tulis sebagai proses,
Menasbihkan kata dalam sebuah ingatan
Yang tak sempat bisa diukir dalam cerita berbalut rasa
Seperti senja sore ini memudar bersama angkuhnya waktu
Kita berkendara menempuh waktu dengan keinginan
Menjaga gegap gempita yang tersemat sepanjang waktu
Tanpa sadari mata dan sentuhan mematri ingatan
Menceritakan kembali bahagia melalui tulisan
Memang…..
Tidak ada yang lebih mencekam dari sebuah keputusan
Yang dituangkan dalam keheningan
Berurut pagi sore dan malam
Tidak ada yang lebih kosong daripada hari, minggu, bulan dan tahun
Yang menghilang dari penanggalan kenangan, tanpa satupun tanda
Bahwa keberadaan di mayapada bukan sekedar khayalan
Tidak ada yang lebih membunuh esok
Dari badai seisi hati
Yang diwakili renik-renik disudut mata
Mengelir hitam tak sisakan spasi
Untuk alasan yang berdiam dalam keheningan
Untuk pertanyaan yang menggantung tak terucap
Untuk dorongan mengetahui asal-muasal perkenalan
Adalah indah karena semuanya berjalan dan
Terurai tiap langkah
Bukan akhir karena tidak ada awal
Bukan kebingungan karena tanya belum terkuak
Seperti tarikan mengiyakan kodrat gravitasi
Hanya sebuah terminal ingatan aku, kamu awal bertemu
Seperti phytagoras merajuk pada tiga sudut pemahaman
Tapi ini bukanlah rumus yang perlu dipecahkan
Ini tidak tertulis, seperti udara sejuk ini
Atau asap tipis dari secangkir teh
Hanya perlu dirasakan, masuk menyusup kedalam dada
Aku tenggelamkan ingatan saat aku
Kamu, waktu berjalanbersama beriringan……..
Perlahan dingin merasuk menangkup bersama
Lambaian daun meniti satu persatu ingatan
Lalu……..
Angin bersendu menyapa lampau
Menyapu lamunan indah terbaca
Seperti abstrak menyatu berambigu makna
Melafalkan hasrat dan keinginan lalu-lalu
Waktu mengurai bersama pagi dan malam
Seperti embun yang jatuh pada helai daun pucuk merah
Terpental berbias tetes
Mengembun lagi bersama berbalut canda
Dalam tiap hujan
Bukan hanya air deras membasahi bumi
Menyebarkan aroma tanah tertimpa rintik
Tapi juga duka yang terbilas
Dan harapan tumbuh seperti pelangi
Seperti teori Descartes…
Ia selaksa sinar dan butir-butir udara
Tak perduli seberapa banyak spectrum warna
Tak perduli apa warna sejatinya
Ia tetap menyajikan keindahan tiada tara
Tak perduli semua orang melihat pelangi yang sama
Ia tetap datang menyayat sepi berbisik rindu
Seperti kamu…….
Bagai kepak sayap burung pulang
Perkasa di selasar bintang
Laksana camar menjelajah riang
Selaksa parrotfish selami laut penuh tawa
Waktu betah berlabuh
Menunggumu di bulan oktober ini
Kuharap engkau belumlah petang merah jingga
Di detik menit tersapu malam
Yang hanya duduk membatu menatap dentang usia
Kamu sejatinya adalah pelukis masa dan kisah
Seperti edelwish menjadi kisah abadi cinta dan rasa
Bagai senyum berpendar dengan beribu kunang-kunang
Hingga malam tak lagi gulita
Terang, terang dan terang
22 ini tahun kau berlabuh
Melukis tawa, cinta, duka dan beribu warna
Menyapa senja, memberikan sejuta makna
Melihat langit, menatap bulan lalu tidur dibawah rembulan
Lelah bersenda gurau,
Kau palingkan cahaya pada gelap
Membuat semua yang disekitarmu ceria
Menggenggam asa yang kau tanam dalam cinta mereka
Here I wish you a happy birthday
I hope luck with you as a smile in your life
Like a star in beautiful night or an orchid in a spring
Get your dream ideals, blessing age and much sustenance
A dream love and best future.
Aamiin….
“Bukit Moko, Bandung 13 Oktober 2014 18.30 pm”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H