Mohon tunggu...
Ali Sodikin
Ali Sodikin Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati Masalah Sosial Politik, Dosen Ilmu Komunikasi

Pemerhati Masalah Sosial Politik , mantan aktivis HMI, twitter: @alikikin

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY, Politik Menghadang, Politik Melenggang

12 September 2017   19:17 Diperbarui: 12 September 2017   19:22 1688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SBY, Politik Menghadang, Politik Melenggang

Oleh : Ali Sodikin

Suasana hiruk pikuk terjadi dalam ruang sidang Gedung MPR Juli 2001, ada sekitar 700 anggota MPR sedang beradu argumen, silang pendapat mempertahankan keyakinan dan sikap politiknya. Ya, saat itu sedang berlangsung Sidang Istimewa yang hasil akhirnya adalah mencabut mandat Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur.

Suatu transisi politik kekuasaan yang cukup menengangkan, ketika Gus Dur yang baru menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia keempat harus berhenti dan diperhentikan ditengah masa jabatannya oleh Istimewa MPR. Maka, Megawati Soekarnoputri yang merupakan Wakil Presiden saat itu secara otomatis akan menggantikan posisi Gus Dur menjadi Presiden Republik Indonesia. Posisi Wakil Presiden kosong.

Disaat itulah banyak kalangan yang menghubungi SBY, mendorong dan mendukung dirinya untuk maju mencalonkan menjadi Wakil Presiden. Menurut pengakuan SBY dalam buku SBY Sang Demokrat, sejumlah anggota DPR dari berbagai fraksi yakni PDIP, Golkar, Utusan Golongan dan Kesatuan Kebangsaan (KKI) walaupun mereka tidak mewakili fraksinya masing-masing, namun mereka meminta SBY untuk maju dalam pencalonan Wakil Prsiden.

Meski awalnya SBY mengaku tidak begitu tertarik, namun dengan berbagai pertimbangan akhirnya SBY secara resmi pada 24 Juli 2001 oleh Fraksi KKI mengajukan dirinya menjadi calon Wakil Presiden. Saat itu ada sejumlah kandidat yang ikut bertarung memperebutkan posisi orang nomor dua di Indonesia, antara lain, Hamzah Haz dari FPP, Akbar Tanjung dari FPG, Agum Gumelar dari FDU, Sisiwono Yudhohusodo dari  FUG, sementara fraksi TNI/Polri tidak mengajukan calon.

Pemilihan Wakil Presden yang nantinya akan mendampingi Megawati Soekarnoputri berlangsung sangat seru dan alot selama tiga putaran. Pada putaran pertama dan kedua SBY lolos dengan perolehan suara 122 dan 147. SBY tidak bisa melanjutkan putaran ketiga karena kalah suara dari Hamzah Haz dan Akbar Tanjung, yang masing-masing mengantongi 254 dan 203 suara. SBY gagal menjadi Wakil Presiden, kekuatan politik yang lebih besar telah menghadangnya.

Kegagalan SBY menjadi Wapres bukan satu-satunya momentum politik yang menghadang dalam perjalanan hidupnya. Beberapa tahun sebelumnya, peristiwa politik juga ditenggarai menjadi faktor terbesar yang menghalangi seorang SBY untuk menjadi seorang KASAD TNI. Kegagalan menjadi orang nomor satu di TNI AD sangat memukul perasaan dan semangat SBY.

" Dalam perjalanan hidup saya, inilah berita kedua yang membuat saya terpukul sekali. Pertama adalah, ketika saya sebagai anak tunggal saya harus menghadapi realitas perceraian orang tua saya. Dan kedua, pada saat Presiden Abdurrahman Wahid meminta saya menjadi Menteri. Dengan menjadi Menteri, saya harus pensiun lima tahun lebih cepat dari TNI. Saya benar-benar terpukul dan sangat sedih ". ( SBY Sang Demokrat, Usamah Hisyam, hal 19, Maret 2004 ).

Adalah Gus Dur, Presiden hasil Sidang Umum MPR 1999. Meminta SBY menjadi Menteri Pertambangan dan Energi di Kabinet Persatuan Nasional. Ini artinya karier militer SBY  berakhir. Ia tidak hanya gagal menjadi KSAD, tetapi juga harus pensiun dari dinas kemiliteran lima tahun lebih cepat.

SBY nyaris tidak mengeluarkan kata-kata, hati dan pikirannya gundah gelisah, bibirnya terkatup rapat. Guratan wajahnya yang halus berubah mengeras, dahinya mengerut, tatapan matanya kosong. Bagaimana tidak, sebagai  Kepala Staf Teritorial (Kaster) TNI,  SBY dua tahun terakhir  menjadi motor penggerak reformasi internal TNI. Salah satu wujud implementasi reformasi TNI adalah mengembalikan profesionalisme prajurit.

Bahkan setelah Sidang Umum MPR, Menhankam/Pangab saat itu,  Jenderal Wiranto  memanggil SBY. Bersama Wakil  Panglima TNI Laksamana Widodo AS, SBY menghadap Wiranto. " Saya akan segera meninggalkan TNI, dan mendapatkan tugas lain  Laksamana Widodo AS akan dipromosikan menjadi Panglima TNI ", kata Wiranto.

Wiranto juga menyampaikan  rencana pergantian KSAD Jenderal TNI Subagyo Hadisiswoyo." Karena Anda Letnan Jenderal yang paling siap, Anda akan saya tugaskan menjadi KSAD," kata Wiranto kepada SBY. Sebagai prajurit profesional  SBY merasa bangga bila menjadi KSAD. Tiada kebahagiaan dan kepuasan lain bagi seorang prajurit, kecuali mengabdikan sepenuhnya di satuan hingga menjadi Kepala Staf Angkatan.

Namun apa daya, skenario  Mabes ABRI, porak poranda di tangan Gus Dur. Obsesi SBY untuk menjadi Kepala Staf Angkatan Darat, terkubur dalam-dalam. Gus Dur sebagai Presiden ternyata  punya pertimbangan dan pilihan lain.     

Mengenang peristiwa itu, SBY mengisahkan," saya terkejut mendengar informasi akan menjadi Mentaben. Sebagai prajurit , saya tidak dapat menolak, dan tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali menerima penugasan tersebut. Seluruh peluang saya untuk mengabdikan diri kepada TNI secara paripurna hingga masa pensiun hilang sepenuhnya. Saya benar-benar terpukul dan sedih, karena dengan menjadi menteri berarti harus pensiun lima tahun lebih cepat, saya tidak bisa berbuat lebih banyak untuk TNI AD dan juga TNI secara keseluruhan. Dengan berat hati, saya harus meninggalkan TNI. Inilah yang membuat saya sangat sedih."

SBY kemudian menghubungi bapaknya di Pacitan. " Rasanya berat sekali kalau saya harus meninggalkan TNI sekarang. Saya sebenarnya tidak siap, pak. Saya ingin mengabdi secara paripurna di TNI," kata SBY. " Ya diterima saja Sus. Kamu harus tulus dan ikhlas. Karena setiap pengabdian kepada bangsa dan negara, bisa dilakukan dimana saja, dan pengabdian itu sama saja,"nasehat sang ayah.

SBY pada akhirnya menerima penugasan Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi. Ia tulus menerimanya, sekalipun ia sendiri tak mampu menghapus kesedihan dalam hatinya. Ia harus segera pensiun. Obsesinya untuk menjadi Kepala Staf Angkatan Darat musnah sudah. Langkah the rising star terganjal. Ia pensiun dengan pangkat Jenderal Bintang Tiga. Meski pada akhirnya mirip dengan jejak sang mertua, Sarwo Edhie Wibowo yang mendapat  Jenderal Kehormatan dari Soeharto. Pada tahun 2000, SBY dianugerahi  pangkat Jenderal Kehormatan Bintang Empat oleh Gus Dur.

Namun peristiwa demi peristiwa, perjalanan seorang SBY dalam dunia politik justru semakin meroket. Dengan ketekunan, kerja keras dan terus berbenah, melalui dukungan dan kekuatan Partai Demokrat, SBY akhirnya menjadi orang nomor satu di Republik ini dengan menjadi Presiden keenam Indonesia pada tahun 2004. Langkahnya kian tak terbendung ketika SBY maju untuk pencalonan Presiden periode kedua tahun 2009. SBY menang mutlak dengan perolehan suara dukungan rakyat Indonesia lebih dari 60 persen. SBY, Oleh politik terhadang, karena politik melenggang ke Istana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun