Oleh-oleh Dari Makassar
Oleh : Ali Sodikin
Perhelatan salah satu Organisasi Islam terbesar di Indonesia Muhammadiyah di Makassar Sulawesi Selatan telah usai. Muktamar sebagai forum tertinggi dalam pengambilan segala keputusan organisasi, termasuk di dalamnya pemilihan Ketua Umum yang akan memegang tongkat estafet kepemimpinan lima tahun kedepan berjalan dengan tertib, lancar dan teduh. Sebuah prestasi yang layak untuk disyukuri, bukan saja oleh warga Muhammadiyah, tapi juga oleh seluruh umat Islam Indoenesia dan kita semua sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Mukatamar Muhammadiyah ke 47 tersebut terpilih Haedar Nashir sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk periode 2015-2020. Keputusan dan penetapan tersebut adalah hasil musyawarah dari 13 anggota formatur terpilih. Terpilihnya Haedar juga mencatatkan sejarah baru Muhammadiyah yang lahir di Makassar. Setelah seratus tahun berlalu, sejarah Muhammadiyah-Aisyiyah berulang, Sejarah itu adalah terpilihnya pasangan suami-istri, Dr Haedar Nashir-Siti Noorjannah Djohantini MSi, sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Ketua Umum PP Aisyiyah. Tentu hal tersebut membuat warga Muhammadiyah dan umat Islam Indonesia merasa bangga dan bahagia. Sebuah harapan baru hadir ditengah kita, sebuah gerakan Islam yang mencerahkan dan berkemajuan.
Kehadiran penulis ke Makassar kota para Daeng tersebut karena di undang dalam salah satu pojok acara yang ikut menyemarakan Muktamar Muhammadiyah tersebut, yakni acara bedah buku Ironi Negeri Kepulauan tulisan Beni Pramula Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Namun bagi penulis bukan hanya suasana Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Makassar yang berlangsung teduh dan berkualitas tinggi serta membuat sejarah baru bagi perkembangan Muhammadiyah yang telah memilih Ketua Umum PP Muhammadiyah dan PP Aisyah dalam satu paket pasangan suami istri, mengulang sejarah lebih dari seratus tahun yang lalu ketika KH Ahmad Dahlan dan istrinya memimpin organisasi Islam modern tersebut.
Bagi penulis fenomena dan peristiwa yang sangat menarik perhatian adalah bagaimana Muktamar tersebut sebagai momentum kelahiran dan sekaligus kemunculan anak muda sebagai kader umat Islam yang akan berkiprah bukan saja untuk kepentingan Muhammadiyah, namun juga bagi kepentingan kepemimpinan bangsa Indonesia ke depan.
Sosok tersebut adalah Beni Pramula Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang telah melahirkan sebuah karya dalam bentuk buku yang berjudul Ironi Negeri Kepulauan. Sebuah buku yang hadir ditengah kita, yang berisi berbagai fakta, realitas dan fenomena, bagaimana kondisi negeri kita Indonesia sekarang ini. negeri yang dianugerahi kekayaan alam yang sangat melimpah, namun mayoritas penduduknya hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan.
Buku yang lahir dari kegelisahan anak muda, yang menggambarkan bagaimana negeri kaya raya ini selama ini tidak atau belum di urus dengan baik oleh para pemangku kebijakan yakni para pemimpin kita, menyebabkan carut-marutnya pengelolaan negara nyaris disemua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kehadiran buku Ironi Negeri Kepulauan karya Beni Pramula bukan saja menjadi semacam oase ditengah kegamangan kita sebagai anak muda, terutama kaum aktivis pergerakan yang fokus pada kondisi dan perbaikan bangsa, namun juga menjadi semacam rujukan dan peta bagaimana kondisi bangsa Indonesia kekinian. Bahkan penulis berani mengatakan bahwa buku tersebut dapat menjadi salah satu “fikih” gerakan anak muda Indonesia kedepan yang lahir dari berbagai latar belakang, baik organisasi maupun ideologinya.
Lepas dari semua itu, kemunculan anak muda semacam Beni Pramula yang berhasil menuliskan kegelisahan, pemikiran dan gagasannya dalam bentuk buku yang diharapkan mampu menjadi semacam “pencerah” bagi perbaikan kondisi bangsa patut kita apresiasi setinggi-tingginya. Kita berharap sosok seorang Beni Pramula akan dapat konsisten hadir sebagai anak muda yang peduli bagi kepentingan orang banyak, bukan hanya dalam lingkungan organisasi Muhammadiyah, namun juga bagi kepentingan bangsa dan negara baik masa kini hingga kedepan.
Seperti yang tertulis dalam bukunya Ironi Negeri Kepulauan, bahwa perjuangan kita sebagai bangsa agar mampu keluar dari berbagai kesulitan adalah dengan membangun kesadaran kolektif tentang kondisi dan tujuan bersama sebagai sebuah bangsa. Karena “ Musuh Abadi Kita Adalah Apatisme dan Perjuangan Sejati Adalah Membangun Kesadaran”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H