Serombongan orang dengan usia hampir sebaya tiba-tiba mendatangi kantor Tim Transisi Jokowi di kawasan Jakarta Pusat. Mereka ternyata orang-orang yang menurut pengakuannya adalah para anggota berbagai tim relawan pemenangan Jokowi-Jk. Salah satu pimpinan rombongan tim relawan tersebut mengklaim mewakili sekitar 88 kelompok atau komunitas relawan pendukung Jokowi-JK. Intinya mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses transisi pembentukkan pemerintahan baru yang telah memenangkan pilpres 2014.
Kedatangan mereka adalah untuk menuntut kejelasan posisi dalam tim transisi, karena sebelumnya dalam sebuah pertemuan tertutup dengan Presiden terpilih Jokowi, para relawan tersebut disepakati akan dilibatkan secara aktif dalam tim transisi pemerintahan Jokowi-Jk. Namun para relawan tersebut terlanjur resah karena tidak kunjung mendapat kejelasan tentang janji tersebut.
Tentu saja, tindakan sebagian dari komunitas relawan pendukung Jokowi-Jk tersebut menimbulkan banyak polemik. Pro-kontra terhadap aksi tersebut. dari yang normatif hingga yang sinis. Tanggapan pedas justru datang dari wakil presiden terpilih Jusuf Kala. Menurut JK, kalau meminta imbalan namanya bukan relawan.
Dalam kamus bahasa Indonesia sebenarnya tidak ditemukan kata “relawan”, yang ada adalah “sukarelawan” yang memiliki makna kurang lebih adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kerja-kerja tertentu berdasarkan sifat dan motif suka rela, tidak menuntut imbalan apapun, dalam bahasa agama ikhlas.
Manusia menurut para bijak bestari adalah mahluk yang paling aneh dan unik. Dalam konteks kasus diatas, kita bisa urai dari beberapa hal. Dari arti harfiah saja, ternyata kata relawan adalah proses pergeseran makna, maksudnya mungkin untuk menyederhanakan kata sukarelawan tadi. Namun justru kata relawan kemudian menjadi berubah makna, dalam arti kata relawan tidak secara otomatis mewakili kata sukarelawan. Jadi kalau sebagian orang menafsir relawan seharusnya tidak menuntut imbalan, menurut penulis juga tidak sepenuhnya benar. Karena relawan juga bisa berarti menjadi semacam tim sukses dalam gerakan atau perjuangan politik yang tampilanya lebih halus.
Dalam teori budaya komunikasi, bangsa-bangsa timur termasuk Indonesia adalah kategori wilayah yang penduduknya secara budaya cenderung menggunakan budaya komunikasi high context (gaya komunikasi yang penuh dengan pasemon, tidak to the point, dan sering menggunakan perlambang dan kata bersayap).
Apalagi jika kita mengkaji secara “politik”, menurut tesis Karl Marx, landasan dan tujuan akhir dari politik adalah untuk mengejar kepentingan ekonomi, meskipun ditutupi dengan berbagai macam dalih.
Dari ketiga kategori tersebut, kita bisa menafsir, bahwa relawan apalagi relawan politik sah-sah saja jika memiliki pamrih dan berharap imbalan atau kompensasi. Itu realitas sosial yang bisa kita potret dan kita bisa bijaksana memaknainya. Kalau masih ada relawan yang benar-benar tanpa pamrih, kita salut dan bersyukur, semoga amal perjuangan mereka mendapat balasan Tuhan Yang Maha Esa.
Ya sudahlah, bangsa kita ini telah lama merdeka, kini eranya demokratis, dan kita sekarang hidup dalam kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang begitu pesat. Janganlah para pemimpin kita menggunakan retorika yang sudah usang untuk memanipulasi dan mengelabui rakyatnya. Toh semua orang sudah tahu, meskipun seseorang kandidat politik, baik tingkat Lurah, Bupati/Walikota, Gubernur dan Presiden sekalipun, dalam kampanye-nya mengatasnamakan kepentingan rakyat, toh setelah mereka jadi penguasa, mereka mendapat gaji besar dan masih dilengkapi dengan berbagai fasilitas mewah lainnya. Itu saja mereka masih sering menilep dana APBN atau APBD, terbukti dengan masih tingginya kasus korupsi di Indonesia.
Artinya, kalau para relawan tersebut menuntut imbalan sesuatu, menurut penulis sah-sah saja, toh mereka juga telah bekerja keras, bekerja politik untuk memenangkan agenda politik Jokowi-JK. Mereka juga berhak mendapat pekerjaan, kehidupan yang layak dan sebagainya. Kalau ada relawan yang benar-benar murni dan ikhlas tanpa pamrih, ya bukan berarti mereka lebih suci dari yang lainnya.
Lewat tulisan ini juga kita bisa berharap para pemimpin negeri ini untuk mengurangi retorika-retorika yang pedas kepada rakyat Indonesia, apalagi kepada relawan-relawan yang juga telah berjuang memenangkan Jokowi-Jk menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Ini jaman sudah transparan, bijaksanalah dalam memimpin bangsa. Toh penulis meyakini, para relawan tersebut juga tidak menuntut melebihi kapasitas mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H