Pandangan perihal perempuan adalah alasan dibalik berangkatnya ‘sang kekasih’ itu. Bahwa, sebab penjajahan ialah berkuasanya musuh atas perempuan kita. Sebab itu perlawanan adalah pernyataan cinta paling romantis masa itu. Serta yang melengkapinya ialah pandangan perihal kemenangan perjuangan adalah kebebasan melakukan tanpa pengekangan terhadap perempuan. Semua pandangan itu dicatat Basuki Gunawan dengan ‘terkendali dalam konstruksi dan penulisan’.
Novel ini dapat kiranya dipandang  sebagai salah satu bentuk sastra surealisme. Sebuah novel yang murtad dan pemberontak dari nuansa sastra revolusioner yang bertekan pada patriotisme dan romantisme membela bangsa.
Surealisme adalah bentuk kesenian dan sastra dimana terjadi perkawinan atas kondisi masa lalu ataupun takdir dengan imaji perihal masa depan yang ditarik pertemuannya pada masa ini. Winarta telah mengawinkan aspek masa depan berupa gejolak individualisme modern yang akut dengan aspek takdir sang tokoh yang terus-menerus ditabrak kesia-siaan serta kejenuhan atas penindasan dan penjajahan.
Kenyataan bahwa masa itu kehidupan individual berada dibawah komunal sosial yang dalam artian, segala bentuk individualisme dikesampingkan demi ‘kepentingan bangsa’ untuk berjuang. Winarta memberikan sebuah surealisme dengan menempatkan kepentingan individual diatas kepentingan berjuang bersama seolah membawa oase pada etalase sastra pembabakan revolusi kita.
Penemuan kembali novel Winarta telah memberikan satu gradasi penting dalam warna sastra masa revolusi kita, serta menambah satu portofolio mahakarya bagi penulisnya; Basuki Gunawan sebagai salah satu sastrawan masa revolusi yang layak dikenang hari-hari ini.
Kerja yang dilakukan oleh penerbit ‘Marjin Kiri’ melalui penerjemahan Martha Dwi Susilowati adalah bentuk pengarsipan sastra yang baik dan menakjubkan.
Januari 2024
-Alisatirakza
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H