Mohon tunggu...
Ali Saputra
Ali Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Pendidikan PKn Universitas Tanjungpura

Nama saya Ali Saputra Mahasiswa Program Studi PPKn Universitas Tanjungpura. Hobi Saya Bermain Voli dan Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada Serentak 2024: Antara Demokrasi dan Politik Uang

12 Desember 2024   14:50 Diperbarui: 12 Desember 2024   14:44 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada Serentak 2024 (sumber: https://images.app.goo.gl/fS23roDacSWbj3PK9) 

Pilkada Serentak 2024 adalah peristiwa penting bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Sebagai negara dengan sistem demokrasi terbesar ketiga di dunia, pemilihan ini seharusnya menjadi simbol kekuatan rakyat dalam menentukan pemimpin daerah yang terbaik. Namun, di balik semangat pesta demokrasi, ancaman serius terus membayangi: politik uang. Fenomena ini tidak hanya mencoreng proses pemilu, tetapi juga melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi yang seharusnya adil dan bebas dari intervensi materi. Dalam praktiknya, politik uang kerap dianggap sebagai tradisi yang sulit dipisahkan dari pemilu di banyak daerah. Kondisi ekonomi yang tidak merata, lemahnya literasi politik, dan minimnya penegakan hukum menjadi alasan utama mengapa praktik ini terus berulang. Meskipun telah banyak upaya dilakukan untuk memberantasnya, namun masih muncul pertanyaan: apakah Pilkada 2024 akan membawa perubahan nyata, atau justru mempertegas dominasi uang dalam menentukan hasil pemilu?

Politik uang bukan hanya masalah moralitas kandidat, melainkan juga menunjukkan tantangan besar dalam membangun kesadaran politik masyarakat. Di akar rumput, banyak pemilih masih memandang amplop sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pemilu, bukan pelanggaran. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya literasi politik serta kesenjangan ekonomi yang mendorong masyarakat menerima bantuan instan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap kualitas kepemimpinan yang dihasilkan. Lebih dari itu, politik uang memperlihatkan lemahnya sistem penegakan hukum yang seharusnya menjadi penghalang praktik curang ini. Meski telah ada regulasi dan pengawasan oleh Bawaslu, praktik politik uang tetap sulit diberantas karena seringkali terjadi di bawah radar. Dalam banyak kasus, politik uang berlangsung di malam hari sebelum pemungutan suara, sehingga sulit dibuktikan secara hukum. Akibatnya, demokrasi yang sejatinya berfungsi untuk memperjuangkan kepentingan rakyat berubah menjadi arena transaksi yang menguntungkan segelintir pihak.

Politik uang merupakan fenomena yang mengakar dalam sistem demokrasi kita. Dalam banyak kasus, uang menjadi alat kampanye yang lebih efektif daripada visi atau program kerja kandidat. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat yang rentan, di mana uang tunai, sembako, atau barang lainnya menjadi solusi instan untuk kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, faktor kedekatan kandidat dan pemilih memperkuat legitimasi politik uang sebagai tradisi dalam pemilu, menjadikannya sulit untuk diberantas meskipun aturan sudah diperketat. Ironisnya, masyarakat seringkali menyadari bahwa pemberian tersebut hanya janji manis tanpa komitmen jangka panjang, namun tetap sulit melepaskan diri dari siklus ini. 

Dampak politik uang meluas jauh melampaui masa kampanye. Pemimpin yang terpilih melalui cara ini cenderung mengabaikan kebutuhan rakyat dan lebih fokus pada cara mengembalikan investasi politik mereka. Hal ini dapat menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan publik, kurangnya inovasi dalam kebijakan, dan meningkatnya praktik korupsi dalam pemerintahan. Di sisi masyarakat, politik uang memupuk apatisme terhadap politik, karena proses demokrasi dianggap hanya sebagai ajang bagi mereka yang berkuasa untuk memperkaya diri. Dengan realitas ini, muncul pertanyaan penting: bagaimana kita bisa mengembalikan esensi demokrasi yang seharusnya memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan keuntungan segelintir pihak.

Untuk mengatasi fenomena ini, perubahan harus dimulai dari akar permasalahan: kesadaran masyarakat dan sistem politik itu sendiri. Edukasi politik menjadi kunci untuk membangun pemahaman bahwa suara rakyat adalah kekuatan yang menentukan arah masa depan bangsa, bukan barang yang bisa diperjualbelikan. Selain itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar mereka tidak lagi rentan terhadap iming-iming politik uang. Di tingkat sistem, transparansi dalam proses pemilu harus ditingkatkan, termasuk pengawasan yang lebih ketat dan sanksi tegas terhadap pelaku politik uang. Jika upaya ini dilakukan secara konsisten, kita dapat berharap bahwa Pilkada di masa depan benar-benar menjadi cerminan suara rakyat yang berdaulat.

Pilkada Serentak 2024 menjadi titik krusial bagi perjalanan demokrasi Indonesia. Di tengah maraknya praktik politik uang, kita dihadapkan pada pilihan sulit: terus membiarkan pesta demokrasi ini dikendalikan oleh mereka yang mengukur suara rakyat dengan uang, atau mulai menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang sesungguhnya. Perubahan hanya akan tercapai jika masyarakat dan calon pemimpin sama-sama berkomitmen untuk menanggalkan politik uang dan fokus pada kualitas pemerintahan. Ini bukan sekadar soal memilih pemimpin yang tepat, tetapi juga soal membangun kultur politik yang lebih sehat, di mana keputusan politik didasarkan pada visi dan program yang jelas, bukan keuntungan sesaat. Jika kita ingin demokrasi Indonesia semakin matang, kita harus mulai berani menolak segala bentuk transaksi politik yang merusak, dan memastikan bahwa pilihan kita mencerminkan kepentingan jangka panjang bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun