Mohon tunggu...
Pangeran Ali
Pangeran Ali Mohon Tunggu... -

Kenalin, saya Pangeran dari Jawa Barat!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Harus Memilih

23 Desember 2014   21:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:37 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu hari, seorang bos sebuah perusahaan mengadakan rapat dadakan yang mewajibkan semua karyawannya hadir dalam rapat tersebut. Para karyawan nampak bergegas dan dengan segera memasuki ruang rapat. Sang bos pun datang dan langsung membuka rapat. Namun, tak diduga-duga, si bos bukannya ingin memberikan arahan kerja, malah ingin mengadakan suatu permainan kecil kepada para karyawannya yang hampir semuanya sudah berrumah tangga.

"Mari kita adakan satu permainan, mohon satu orang bantu saya sebentar," ucap si bos. Kemudian salah satu karyawan bernama Erik secara suka rela maju, berjalan menuju papan tulis yang sudah disediakan. Si bos lalu memintanya untuk menulis sepuluh nama yang paling dekat dengan sang karyawan itu pada papan tulis. Erik pun menyanggupinya dan dengan sekejap menulis nama-nama yang diminta bosnya. Ada nama tetangganya, nama kedua orang tuanya, istrinya, anaknya, dan lain-lain. "Sekarang silakan coret  dua nama yang menurut Anda tidak penting," lanjut si bos.

Erik, kemudian, mencoret nama-nama tetangganya. Setelah itu, si bos memintanya lagi untuk mencoret dua nama lagi. Erik pun mencoret nama teman-teman kantornya. Sesaat setelah Erik mencoret nama teman-teman sekantornya, suasana di ruangan tersebut seketika menjadi ramai meriah -- karyawan lainnya yang ada di ruang rapat menyoraki Erik karena nama-nama mereka ada yang ikut dicoret. Si bos pun nampak tersenyum melihat ruangan penuh suka cita.

"Eit, cukup-cukup ketawa-ketiwinya. Ini belum selesai!" potong si bos.

Ruangan pun menjadi tenang kembali dan si bos meminta Erik untuk mencoret satu nama lagi. Erik pun mencoret satu nama lagi dari papan tulis dan seterusnya, sampai menyisakan empat nama saja, yaitu kedua orang tuanya, istrinya, dan anaknya. Suasana ruangan yang sebelumnya penuh tawa sekejap menjadi hening. Teman-teman yang lain mengira semua sudah selesai dan tidak ada lagi yang harus dicoret.

Tiba tiba, si bos melanjutkan, "Silakan coret dua lagi!" Erik pun nampak mengerutkan alisnya. Secara perlahan ia mengangkat spidolnya seakan sedang mengambil pilihan yang teramat sulit (meskipun memang sulit walau hanya sebatas permainan).

"Nama siapa ya yang akan dicoret?" karyawan lain saling berbisik, seakan juga ikut merasakan betapa sulitnya permainan itu.

Ternyata, Erik mencoret nama kedua orang tuanya! Sambil menghela nafas, wajah Erik menjadi muram, seakan permainan itu benar-benar nyata baginya. Tatapan Erik pun mulai menajam ke arah si bos, seakan ingin berkata "Hentikan, pak!" namun tak sanggup. Si bos pun sepertinya cukup mudah membaca binar mata Erik yang kebingunan itu.

Akan tetapi, alih-alih menghentikan permainan, si bos malah melanjutkannya. "Silakan coret satu lagi, Erik!" tantangnya.

Raut wajah kebingungan nampak semakin jelas terlihat pada Erik. Kemudian dia mengangkat spidol dan lambat laun mencoret nama anaknya. Dalam sekejap, Erik pun menangis. Para hadirin pun terlihat memasang wajah yang sangat serius melihat Erik seperti itu, seakan lupa kalau ini hanyalah permainan. Beberapa bahkan terlihat seperti yang ingin ikut menangis.

Si bos sengaja membiarkan suasana seperti itu agar terus mengalir dalam ruangan tersebut, yang semakin membuat para hadirin menjadi canggung -- tak tahu harus berkata dan berbuat apa pada Erik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun