Zaman yang serampangan
Bonus demografi, Revolusi Industri hingga society 5.0, merupakan contoh terdepannya organisasi tentang informasi namun terbelakangnya mengelola informasi menjadi sebuah proyek pembangunan besar yang ada dalam tubuh organisasi. Sekiranya kita telah melewati pandemi yang begitu besar menghantam dunia, dan telah menyaksikan kelompok usahan, hingga negara mengalami resesi besar saat ini. Tentu pandemi menjadi barometer dalam menguji kesanggupan dan kesiapan manusia dalam menghadapi masa krisis.
Tidak berelebihan apabila dikatakan bahwa pandemi adalah tontonan besar umat manusia yang berpikir tentang perubahan. Jika kita kembali melihat bagaimana organisasi mahasiswa mahir memproyeksikan masa depan, cakap berbicara tentang Agility dalam revolusi industri, maka pandemi hadir untuk menguji seberapa cakap organisasi mahasiswa bertahan menggunakan kiat-kiat yang disuarakan melalui topik kajian organisasi.
Pembahasan ini tentu telihat dramatisir dalam melihat sebuah fenomena, namun bagi saya organisasi tidak bisa terus-terusan membahas sebuah isu hingga berlarut namun tidak berdampak apa-apa. Barangkali orang akan berdebat banyak ketika saya menggunakan kata "berdampak". Menurut saya, sejatinya sebuah bahasan tertentu haruslah berimplikasi sedikitnya pada organisasi, dan konyolnya narasi berdampak tersebut hanya sebatas sampai ke telinga para kadernya namun tidak dibuat suatu sistem yang benar-benar menunjukan bahwa isu tesebut ketika dikaji berdasarkan kemampuan dan kelemahan organisasi membutuhkan sebuah sistem untuk menjawab persoalan demografi, revolusi industri hingga society.
Sebuah catatan yang harus di ingat pula bahwa sampai saat ini demografy, revolusi industri hingga society belum dimanfaatkan secara baik sebagai sebuah peluang, mari buka mata kita tentang berapa banyak StarUp besar yang malah melintang didunia bisnis digital. Mereka hanya sedikit bicara tentang tantangan hari ini namun merealisasikan itu secara besar. Bahkan sangat sedikit (atau mungkin tidak ada) kader organisasi tulen yang merangkak dari kepanitiaan, pengurus hingga ke pengurus besar sekalipun yang mencetuskan starup hingga bersaing dan menciptakan banyak lapangan kerja, Tidak atau belum saya temukan.
Organisasi mampu merancang seberapa besar tagline pada lini masa dimedia sosial dengan tema global yang relevan namun ketika berbicara tentang langkah apa yang organisasi siapkan untuk menyelamatkan kader mereka saat badai demografi, revolusi industri dan society menghantam keras di wajah mereka? Tentu kita hanya habis pada persoalan tema besar tetapi langkah hanya sebatas ceremonial belaka.
Melihat sepak terjang organisasi dimasa pandemi telah jelas mengatakan bahwa organisasi tidak benar-benar mampu cakap saat masa krisis tersebut. Dari sistem pengkaderan hingga proses pengembangan sumber daya mandek akibat dari pandemi, namun bagi saya kita hanya belum mampu bicara lebih tentang tantangan zaman. Toh buah yang rill dari organisasi tentang teknologi masih sangat minim kita jumpai (hanya habis di blogspot). Bahkan ramai-ramai sibuk mengikuti narasi netizen tentang musabab covid-19 antara burung atau kalelawar. Seyogya-nya sebagai agen perubahan harusnya menjadikan pandemi sebagai sebuah ukuran dalam menguji kemampuan organisasi dalam merealisasi gagasan besar dan tidak habis dalam mencetak kata-kata hingga menumpuk diberbagai media.
Sebuah keresahan yang mengandung harapan ini saya tuangkan dalam tulisan, agar sebagai orang yang juga ikut bekecimpung dalam organsasi mahasiswa, tidak hanya mampu menganalisis sebuah fenomena yang akan hadir tetapi juga mampu menciptakan jembatan besar untuk dilewati kadernya. Kemudian melalui tulisan ini pula besar harapan saya bahwa mahasiswa segeralah mengubah pola pikir dan pola gerak agar tidak tergerus. Ada banyak masalah, tangisan dan kesusahan yang amat dalam dari masyarakat, dan itu membutuhkan ide mahasiswa melalui organisasi untuk dapat menjadi cahaya penerang.
Kita tidak dianjurkan untuk membangun mega proyek fantastis untuk masyarakat, kita hanya cukup memulai itu dengan mencerdaskan orang-orang di sekeliling, menjadikan mereka sebagai insan pencipta yang luar biasa sehingga ketika selesai berkuliah tiap kader mampu mengejawantahkan nilai tersebut kepada masyarakat.
Oleh: Ali Said
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI