Mohon tunggu...
Nur Alisa
Nur Alisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandangan Baudrillard terhadap Fenomena Korean Wave di Indonesia

15 Juni 2023   21:10 Diperbarui: 15 Juni 2023   21:16 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nur Alisa (1405620027)

Prodi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

Mata Kuliah Sosiologi Kebudayaan

PENDAHULUAN

Globalisasi merupakan proses interdependensi antar negara yang identik dengan fenomena ekonomi dan teknologi (Hochschild, 2006:41). Globalisasi selama ini selalu dikaitkan dengan proses negara-negara Barat dalam melakukan ekspansi produk dan dapat mempengaruhi negara-negara berkembang. Selain itu, globalisasi juga membawa pengaruh dalam kebudayaan  (globalized culture). Waters mendefinisikan budaya global berkaitan dengan aliran ide yang berkelanjutan, informasi, komitmen, nilai dan selera termediasi yang mempengaruhi pergerakan individual, tanda atau simbol, dan simulasi-simulasi elektronik. Ketika budaya sudah termediasi dan ditransformasikan dalam sebuah proses, globalisasi adalah suatu proses dialektis yaitu penyeragaman atau penganekaragaman budaya.

Media menjadi agen yang menyebarkan budaya secara masif. Sementara itu penganekaragaman budaya berkaitan dengan proses adaptasi budaya baru yang masuk terhadap budaya tradisional yang kemudian semakin memperkaya budaya dalam suatu negara, dengan kata lain disebut dengan proses akulturasi. Fenomena yang baru muncul dalam era globalisasi salah satunya adalah Gelombang Korea (Korean Wave). Korean Wave mulai muncul dan menjadi fenomena globalisasi di Asia yang booming dalam beberapa dekade terakhir, yang kemudian secara signifikan mempengaruhi berbagai negara di beberapa belahan benua termasuk Indonesia. Korean Wave menjadi salah satu fenomena budaya popular yang mengandung unsur hiburan (Gustam, 2015) dalam mendorong fanatisme. kesuksesan Korean Wave terdiri dari berbagai industri baik melalui media maupun melalui digital. Media memperluas peluang untuk dapat terlibat secara langsung dengan orang dari tempat yang berbeda (G. M. Kim & Kim, 2019). Oleh karena ini tulisan ini akan membahas fenomena Korean Wave di Indonesia melalui pandangan Jean Baudrillard.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan Korean Wave di Indonesia

Pada perkembangannya, Korean Wave mulai meluas ke Jepang, Taiwan, dan Vietnam. Pada paruh pertama tahun 2000-an, Korean Wave telah merambah di negara-negara Asia Tenggara. Pada paruh kedua, yakni pada tahun 2000, Korean Wave mulai menyebar ke negara-negara di Amerika Selatan, Timur-Tengah dan sebagian wilayah Afrika, hingga pada awal abad ke-21 Korean Wave telah menyentuh kawasan Amerika Serikat dan Eropa (Simbar 2016).

Korean Wave sendiri muncul di Indonesia pada awal tahun 2002 yang ditandai dengan pemutaran drama Endless Love di salah satu stasiun TV nasional Indonesia. Kpop tak kalah populer dari Kdrama sehingga juga berdampak pada penyebaran Korean Wave dalam skala yang lebih luas. Fenomena ini terus berlanjut pada tahun 2012 dimana industri musik mulai menjadi bisnis yang menjanjikan, mengingat adanya pencapaian popularitas Kpop yang tinggi di berbagai negara. Terkait dengan komoditas Kfashion,tidak dapat dipungkiri jika Kfashion memang takkan bisa berkembang sebagai Korean Wave jika tidak diperkenalkan secara visual melalui KDrama dan KPop. Oleh karena itu, promosi Kfashion melalui para aktor dan aktris dalam Kdrama dan para idol dalam Kpop pun gencar dilakukan. Hingga kini, Kfashion telah menjadi referensi fashion utama bagi wanita maupun pria terutama di kawasan Asia. Selain fashion style, riasan wajah Korea juga cukup banyak diminati oleh remaja dan wanita. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya permintaan pasar terhadap produk-produk kosmetik maupun perawatan wajah asal Korea Selatan terutama di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filipina. Tren riasan wajah ala Korea yang dikenal dengan nama ulzzang ini juga merupakan dampak dari promosi yang dilakukan melalui Kdrama dan Kpop.

Di Indonesia, Korean Wave dapat diterima dengan lebih baik karena lebih kompatibel dengan nilai-nilai lokal dibandingkan dengan budaya Barat. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh faktor geografis di mana Indonesia dan Korea Selatan sama-sama terletak di benua Asia dan cenderung memiliki kebudayaan yang sama dengan menganut budaya ketimuran. Misalnya dalam budaya berbusana lebih sopan dan cenderung lebih tertutup dibandingkan dengan budaya-budaya Barat. Selain itu, perkembangan Korean Wave di Indonesia juga didorong oleh kemajuan teknologi dan aksesibilitas internet yang memungkinkan penyebaran konten Korea dengan cepat dan mudah. Platform streaming musik dan video, seperti YouTube dan aplikasi streaming, memungkinkan penggemar Indonesia untuk mengakses musik, drama, dan konten hiburan Korea dengan mudah.

Pandangan Baudrillard Terhadap Fenomena Korean Wave

Fenomena Korean Wave melibatkan berbagai penyebaran budaya populer Korea Selatan, seperti musik Kpop, drama televisi, film, dan mode ke berbagai negara di seluruh dunia. Baudrillard memandang bahwa Korean Wave sebagai contoh ekstrem dari masyarakat konsumen yang menghasilkan simulasi budaya. Popularitas budaya Korea Selatan di luar negeri bukanlah tentang memahami dan menghargai budaya asli Korea Selatan itu sendiri, tetapi lebih sebagai hasil dari proses simulasi dan konsumsi.

Terdapat beberapa perspektif jika menerapkan konsep Simulasi dan Simulakra Baudrillard pada fenomena Korean Wave yaitu pertama, hibriditas dan simulasi budaya. Dalam hal ini Baudrillard berpendapat alam era simulasi, batas antara realitas dan representasi semakin kabur. Dalam konteks Korean Wave, kita dapat melihat bahwa budaya Korea Selatan mengalami hibriditas di mana elemen-elemen budaya mereka disimulasikan dan digabungkan dengan budaya lokal di berbagai negara. Misalnya, ketika musik Kpop disesuaikan dengan elemen budaya lokal atau ketika drama Korea disesuaikan dengan konteks lokal. Ini menghasilkan representasi budaya yang mungkin tidak lagi mencerminkan realitas budaya asli Korea Selatan.

Kedua, Citra dan tanda-tanda yang menggantikan realitas. Pendapat Baudrillard menyatakan bahwa dalam masyarakat simulasi, citra dan tanda-tanda menggantikan realitas itu sendiri. Dalam konteks Korean Wave, popularitas Kpop, drama Korea, dan selebriti Korea menciptakan citra dan tanda-tanda yang kuat dalam masyarakat global. Kpop idol menjadi ikon budaya yang mewakili citra dan simbolisme tertentu, sementara drama Korea menciptakan narasi dan dunia fiksi yang menarik bagi penonton. Realitas budaya Korea Selatan mungkin menjadi terdistorsi atau bahkan terlupakan di balik citra-citra ini. 

Ketiga, yaitu pengalaman konsumsi dan komodifikasi. Dalam hal ini Baudrillard mulai melihat masyarakat kontemporer atau modern menjadi masyarakat konsumsi yaitu menjadi konsumen.  Masyarakat konsumen ini berarti segala sesuatu dapat dijadikan sebagai komoditas yang dapat dikonsumsi. Kaitannya dengan konteks Korean Wave, konsumsi budaya Korea Selatan menjadi bagian Integral dalam fenomena Korean Wave ini. Penonton dan penggemar di seluruh dunia mengonsumsi musik, drama, film, produk fashion, dan produk lainnya yang terkait dengan Korean Wave. Budaya Korea Selatan menjadi komoditas yang dijual dan dikonsumsi dalam masyarakat global.

KESIMPULAN

Kesimpulannya memaparkan bahwa Korean Wave di Indonesia muncul di Indonesia pada awal tahun 2002 yang ditandai dengan pemutaran drama Endless Love di salah satu stasiun TV nasional Indonesia. Selain itu, penyebaran Korean Wave dalam skala yang lebih luas yaitu kepopuleran Kpop, Kdrama, Kfashion, dan Korean Skincare yang menjamah kepopulerannya di Indonesia. Menurut Baudrillard, fenomena Korean Wave ini dapat dilihat dari konsep simulakra diantaranya hibriditas dan simulasi budaya, citra dan tanda-tanda yang menggantikan realitas, serta pengalaman konsumsi dan komodifikasi.

DAFTAR PUSTAKA

Putri, I. P., Liany, F. D. P., & Nuraeni, R. (2019). K-Drama dan penyebaran Korean wave di Indonesia. ProTVF, 3(1), 68-80.

Storey, John. (2009). "Cultural Theory and Popular Culture: An Introduction (5th Edition)". Inggris: Pearson Longman.

Wahidah, A., Nurbayani, S., & Aryanti, T. 202. Korean Wave: Lingkaran Semu Penggemar Indonesia. Sosietas, 10(2), 887-893

W., & Larasati, D. 2018. Globalisasi Budaya dan Identitas: Pengaruh dan Eksistensi Hallyu (Korean Wave) versus di Indonesia. Jurnal Hubungan Internasional 9(1), 109-20.

Valentina, A., & Istriyani, R. (2013). Gelombang Globalisasi ala Korea Selatan. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 2(2), 71-86.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun