Pandangan Baudrillard Terhadap Fenomena Korean Wave
Fenomena Korean Wave melibatkan berbagai penyebaran budaya populer Korea Selatan, seperti musik Kpop, drama televisi, film, dan mode ke berbagai negara di seluruh dunia. Baudrillard memandang bahwa Korean Wave sebagai contoh ekstrem dari masyarakat konsumen yang menghasilkan simulasi budaya. Popularitas budaya Korea Selatan di luar negeri bukanlah tentang memahami dan menghargai budaya asli Korea Selatan itu sendiri, tetapi lebih sebagai hasil dari proses simulasi dan konsumsi.
Terdapat beberapa perspektif jika menerapkan konsep Simulasi dan Simulakra Baudrillard pada fenomena Korean Wave yaitu pertama, hibriditas dan simulasi budaya. Dalam hal ini Baudrillard berpendapat alam era simulasi, batas antara realitas dan representasi semakin kabur. Dalam konteks Korean Wave, kita dapat melihat bahwa budaya Korea Selatan mengalami hibriditas di mana elemen-elemen budaya mereka disimulasikan dan digabungkan dengan budaya lokal di berbagai negara. Misalnya, ketika musik Kpop disesuaikan dengan elemen budaya lokal atau ketika drama Korea disesuaikan dengan konteks lokal. Ini menghasilkan representasi budaya yang mungkin tidak lagi mencerminkan realitas budaya asli Korea Selatan.
Kedua, Citra dan tanda-tanda yang menggantikan realitas. Pendapat Baudrillard menyatakan bahwa dalam masyarakat simulasi, citra dan tanda-tanda menggantikan realitas itu sendiri. Dalam konteks Korean Wave, popularitas Kpop, drama Korea, dan selebriti Korea menciptakan citra dan tanda-tanda yang kuat dalam masyarakat global. Kpop idol menjadi ikon budaya yang mewakili citra dan simbolisme tertentu, sementara drama Korea menciptakan narasi dan dunia fiksi yang menarik bagi penonton. Realitas budaya Korea Selatan mungkin menjadi terdistorsi atau bahkan terlupakan di balik citra-citra ini.Â
Ketiga, yaitu pengalaman konsumsi dan komodifikasi. Dalam hal ini Baudrillard mulai melihat masyarakat kontemporer atau modern menjadi masyarakat konsumsi yaitu menjadi konsumen. Â Masyarakat konsumen ini berarti segala sesuatu dapat dijadikan sebagai komoditas yang dapat dikonsumsi. Kaitannya dengan konteks Korean Wave, konsumsi budaya Korea Selatan menjadi bagian Integral dalam fenomena Korean Wave ini. Penonton dan penggemar di seluruh dunia mengonsumsi musik, drama, film, produk fashion, dan produk lainnya yang terkait dengan Korean Wave. Budaya Korea Selatan menjadi komoditas yang dijual dan dikonsumsi dalam masyarakat global.
KESIMPULAN
Kesimpulannya memaparkan bahwa Korean Wave di Indonesia muncul di Indonesia pada awal tahun 2002 yang ditandai dengan pemutaran drama Endless Love di salah satu stasiun TV nasional Indonesia. Selain itu, penyebaran Korean Wave dalam skala yang lebih luas yaitu kepopuleran Kpop, Kdrama, Kfashion, dan Korean Skincare yang menjamah kepopulerannya di Indonesia. Menurut Baudrillard, fenomena Korean Wave ini dapat dilihat dari konsep simulakra diantaranya hibriditas dan simulasi budaya, citra dan tanda-tanda yang menggantikan realitas, serta pengalaman konsumsi dan komodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Putri, I. P., Liany, F. D. P., & Nuraeni, R. (2019). K-Drama dan penyebaran Korean wave di Indonesia. ProTVF, 3(1), 68-80.
Storey, John. (2009). "Cultural Theory and Popular Culture: An Introduction (5th Edition)". Inggris: Pearson Longman.
Wahidah, A., Nurbayani, S., & Aryanti, T. 202. Korean Wave: Lingkaran Semu Penggemar Indonesia. Sosietas, 10(2), 887-893