Nur Alisa (1405620027)
Prodi Pendidikan Sosiologi B, Universitas Negeri Jakarta
nuralisa28@gmail.com
Â
Latar Belakang Masalah
Pandemi merupakan sebuah wabah penyakit yang tersebar secara global. Menurut KBBI, pandemi dapat diartikan sebagai wabah yang berjangkit serempak dimana-mana yang meliputi daerah geografis yang luas (KBBI.go.id). Kondisi pandemi menunjukkan suatu keadaan penyebaran suatu penyakit yang diluar kendali manusia. World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa pandemi dinyatakan ketika penyakit baru menyebar di seluruh dunia melampaui batas. Kondisi pandemi juga menggambarkan situasi ketika populasi seluruh dunia memiliki kemungkinan untuk terinfeksi dan berpotensi untuk jatuh sakit (Rehia Sebayang, CNBC Indonesia).
Di akhir 2019 lalu, masyarakat dunia digemparkan dengan permasalahan virus baru yang merebak secara cepat di seluruh dunia, sehingga menyebabkan terjadinya dampak serius bagi seluruh aspek kehidupan di muka bumi. Virus tersebut berasal dari sebuah kota di China yakni Kota Wuhan. Virus tersebut bernama COVID-19 (coronavirus disease 2019). Menurut (Emmeluth, 2005) virus ini didefinisikan sebagai penyakit berbahaya yang menyebar dengan cepat dan sering menyebabkan kematian. Dilansir pada laman Detikhealth menjelaskan bahwa di Rumah Sakit Provinsi Hubei, China tanggal 27 Desember 2019 telah terdapat 180 orang yang terkonfirmasi terkena paparan virus COVID-19
Di Indonesia sendiri, mulai merebaknya virus COVID-19 ini terjadi pada awal Maret 2020. Saat itu, pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa terdapat dua kasus pasien yang terjangkit oleh virus tersebut. Setelah kasus COVID-19 di Indonesia semakin meningkat pada saat itu, Presiden Indonesia menetapkan aturan yang bersifat darurat dalam kesehatan melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020. Dalam keputusan tersebut menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia untuk selalu mematuhi protokol kesehatan seperti gerakan 5 M yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Selain itu, kebijakan pemerintah yang dikeluarkan guna mengendalikan laju penyebaran virus COVID-19 dengan menerapkan kebijakan pembatasan kepada seluruh masyarakat Indonesia yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau sekarang dikenal sebagai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan ini diterapkan oleh pemerintah agar dapat mengurangi interaksi secara langsung antar orang maupun kelompok demi mengurangi penyebaran virus COVID-19 ini.
Dalam fenomena pandemi COVID-19 tentunya menimbulkan berbagai masalah baru dalam kehidupan sosial masyarakat. Dengan meningkatnya permasalahan jumlah kasus pasien yang terpapar virus COVID-19 ini telah menyebabkan disfungsi dan disorganisasi sosial dalam masyarakat. Maka dari itu, fokus penulisan disini akan membahas permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi selama pandemi COVID-19. Permasalahan kasus tersebut akan dianalisis melalui pandangan Teori Struktural Fungsional Talcott Parson, yang secara khusus membahas tentang skema AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency) guna melawan pandemi COVID-19.
Analisis Permasalahan Sosial Pada Pandemi COVID-19 di Masyarakat Melalui Pandangan Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons
      Munculnya kasus COVID-19 di Indonesia pada Maret 2020, tentunya sangat membuat masyarakat semakin kebingungan dan tak terarah. Kebijakan pembatasan yang diterapkan pemerintah sejak awal hingga sekarang tidak sepenuhnya dapat menghilangkan wabah ini secara cepat. Bahkan pada waktu tertentu seperti hari besar Idul Fitri, Natal, Tahun Baru, maupun hari besar lainnya dapat menunjukkan lonjakan jumlah kasus positif yang terpapar oleh virus COVID-19 ini. Selama dua tahun ini, dengan banyaknya pembatasan kegiatan seperti belajar dari rumah, bekerja dari rumah (work from home), kegiatan ibadah, dan kegiatan lainnya secara tidak langsung menyebabkan disfungsi dan disorganisasi sosial pada masyarakat.
Virus COVID-19 ini tidak hanya menjadikan fisik dan batin seseorang menjadi sakit, namun telah membuat masyarakat menjadi kehilangan rasionalitasnya. Dalam situasi baru yang harus dihadapi saat ini telah mengakibatkan terjadinya anomi. Anomi tersebut menunjukkan bahwa kondisi masyarakat yang tidak memegang secara utuh norma dan peraturan bersama. Sehingga, belum ada nilai dan norma sosial yang dijadikan pedoman secara ajeg dalam menghadapi kondisi sosial yang belum stabil ini. Tak jarang, terdapat masyarakat yang merespons stimulus rasa takut dengan sikap dan perasaan yang tidak masuk akal (irasional).
Menurut Parsons dalam teori struktural fungsional menyebutkan bahwa masyarakat adalah suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam kesimbangan. Perubahan yang terjadi satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian lain. Masyarakat dilihat sebagai sebuah sistem dimana seluruh struktur sosialnya terintegrasi menjadi satu, masing-masing memiliki fungsi yang berbeda-beda tapi saling berkaitan dan menciptakan konsensus dan keteraturan sosial serta keseluruhan elemen akan saling beradaptasi baik terhadap perubahan internal dan eksternal dari masyarakat (George Ritzer). Namun, apabila fungsi-fungsi dalam setiap bagian sistem sosial tidak berjalan dengan baik dalam maka akan mempengaruhi sistem sosial secara keseluruhan.
Dalam hal ini, teori struktural fungsional Talcott Parsons akan membawa kita untuk melakukan perlawanan terhadap virus COVID-19 ini dengan strategi yang akan diterapkan melalui analisis skema AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency).
- Fungsi Adaptasi (Adaptation)
Suatu masyarakat ibarat makhluk hidup. Apabila ia harus bertahan dalam sebuah kondisi maka ia harus bisa melakukan penyesuaian terhadap kondisi eksternalnya. Dalam pandemi COVID-19, masyarakat harus bisa menyesuaikan diri untuk mengubah pola-pola sosial  agar bisa meminimalisir penyebaran virus COVID-19 ini dan mengubah sikap-sikap irasional agar tidak menimbulkan disfungsi dan disorganisasi sosial. Dalam melakukan proses adaptasi ini perlu adanya rekayasa sosial baru yang perlu diterapkan. Pemerintah harus secara terbuka, merangkul masyarakat, dan berkomunikasi dengan baik agar mengurangi rasa cemas atau ketakutan yang berlebih di masyarakat. Ketakutan tersebut ditunjukkan pada awal pandemi, masyarakat banyak yang terkena efek panic buying. Efek tersebut sangat merugikan banyak pihak terlebih yang membutuhkannya. Pada saat panic buying terhadap pembelian masker kesehatan, APD, handsanitizer,ataupun alat-alat kesehatan lainnya menyebabkan kelangkaan barang sehingga orang yang benar-benar membutuhkan sangat terbatas ketersediaannya. Dalam sistem sosial ini, ketiadaan nilai dan norma ini menyebabkan terjadinya anomi, artinya masyarakat tidak tahu apa yang harus dilakukan saat merespons rasa takut tersebut. Dalam fungsi adaptasi disini, masyarakat harus mengubah ketakutan-ketakutan tersebut untuk melakukan tindakan rasional agar tidak menimbulkan disfungsi dan disorganisasi dalam kehidupan sosialnya.
- Pencapaian Tujuan (Goal Attainment)
Dalam sebuah sistem harus bisa mendefinisikan tujuannya dan bisa memfasilitasi usaha-usaha tersebut untuk mewujudkan tujuannya. Terkait hal ini, segala elemen sosial dalam masyarakat harus memiliki satu tujuan yang sama. Sehingga dalam menangani pandemi seperti ini, Â walaupun memiliki peran yang berbeda dalam membantu penyelesaian virus ini setidaknya akan fokus pada apa yang hendak dicapai yakni menghilangnya virus tersebut. Misalnya, jika Pemerintah dapat mengarahkan pemikiran masyarakat ke dalam satu tujuan yang sama, ini berarti kebijakan yang dibuat pemerintah seperti PSBB atau PPKM, belajar dari rumah, maupun work from home akan mudah untuk ditaati oleh seluruh masyarakat. Selain itu, sistem sosial yang terdapat di masyarakat harus mampu memfasilitasi terhadap tujuan tersebut. Artinya kebijakan-kebijakan yang telah dibuat pemerintah aturannya harus jelas dan bisa dipertanggungjawabkan. Misalnya pemerintah tidak hanya melarang masyarakat untuk tetap berdiam diri rumah saja, namun juga harus membantu serta menanggung kehidupan perekonomiannya selama pembatasan maupun pandemi berlangsung. Karena kita tahu bahwa dengan di rumah saja, kalangan masyarakat kelas bawah tidak bisa seperti kalangan kelas atas dalam memenuhi kebutuhan primernya seperti sandang, pangan, dan papan-nya.
- Integrasi (Integration)
Dalam menerapkan fungsi integrasi, perbedaan status sosial dan politik harus dikesampingkan terlebih dahulu. Tidak seharusnya egoisme politik dapat memperkeruh suasana darurat pandemi ini. Jika kita memiliki visi, misi, dan tujuan yang sama, maka proses integrasi akan mudah dilakukan. Fungsi integrasi ini sebagai wujud dari imunitas sosial. Tentunya, setiap orang memiliki peranannya masing-masing, namun dalam mewujudkan sebuah integrasi sosial perlu adanya kerjasama untuk meningkatkan tali persaudaraan dan meningkatkan interaksi sosial agar kita sebagai masyarakat mampu menghadapi permasalahan virus COVID-19 ini.
- Fungsi Latensi atau Pemeliharaan Pola-Pola Sosial (Latency)
Jika sebuah pandemi ini dapat berakhir, terdapat esensi nilai yang dapat diambil yang perlu diterapkan dalam jangka panjang. Contohnya seperti kebiasan mencuci tangan serta pola hidup sehat harus selalu diterapkan untuk menjadi sebuah kebiasaan baru. Hal ini bertujuan agar ketika terjadi pandemi seperti ini lagi, kita sebagai masyarakat memiliki kesiapan maupun bekal yang dibawa agar dapat menghindari stimulus takut, cemas, maupun stress yang berkepanjangan. Sehingga apabila kita sudah memiliki kesiapan baik mental maupun pedoman yang pernah diterapkan kita akan lebih bisa meminimalisir resiko kematian, disfungsi, dan disorganisasi dalam suatu sistem sosial.
Solusi yang Perlu Dilakukan dalam Meminimalisir Penyebaran Virus COVID-19
Apabila kita terperangkap dalam jurang stimulus ketakutan dan kecemasan yang berlebihan terhadap pandemi COVID-19, kita harus menunjukkan sikap dan perasaan secara rasional agar tidak terjerembab ke dalam anomi. Dalam hal ini kita harus menunjukkan sikap kita dalam mewujudkan tujuan bersama melalui peranannya masing-masing. Penyebaran virus COVID-19 akan berkurang jika seluruh kalangan masyarakat dapat memahami serta mematuhi kebijakan atau regulasi darurat yang diterapkan Pemerintah dalam menanggulangi pandemi COVID-19. Perlu adanya perlawanan yang serius dalam mengusir virus ini, tujuannya agar kehidupan di seluruh dunia, khususnya di Indonesia bisa kembali seperti semula. Perlawanan terhadap virus ini harus dimulai dari kesadaran diri sendiri seperti rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menghindari menyentuh area wajah tanpa disadari, hindari kontak kulit seperti berjabat tangan, tidak berbagi atau melakukan sharing barang-barang pribadi, terus menerapkan etika saat bersin dan batuk, membersihkan perabotan rumah secara berkala, menjaga jarak sosial dengan orang lain minimal satu meter, menghindari jumlah kerumunan dala jumlah yang banyak, serta menjaga pola hidup sehat dan mengkonsumsi makanan yang bergizi, selalu berpikir positif agar bisa menjaga imunitas tubuh. Sehingga, apabila hal-hal tersebut dapat diterapkan, tanpa sadar virus COVID-19 akan sulit masuk ke dalam tubuh.
Penutup
Merebaknya pandemi COVID-19 secara global mengakibatkan kecemasan, kebingungan, serta ketakutan pada masyarakat di seluruh dunia. Fenomena pandemi ini tentunya membuat orang-orang menjadi sakit baik secara fisik maupun batinnya. Kasus ini membuat sebagian besar orang kehilangan pikiran rasionalnya dalam bertahan di tengah pandemi. Kehilangan arah juga menjadi faktor penyebab terjadinya anomi di masyarakat. Tanpa disadari, telah terjadi disfungsi dan disorganisasi sistem sosial dalam keberlangsungan hidup masyarakat. Belum adanya nilai dan norma sosial yang ajeg inilah yang menimbulkan disfungsi serta disorganisasi sistem sosial yang berlangsung. Maka dari itu, melalui pandangan Talcott Parsons kita sebagai masyarakat perlu menghadapi virus COVID-19 melalui strategi sesuai dengan skema AGIL (Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency). Melalui skema tersebut kita harus membentuk diri kita supaya bisa beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, melakukan strategi demi tercapainya tujuan bersama untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19 dengan menerapkan fungsi-fungsi integrasi sosial, serta tetap memelihara pola-pola sosial yang baik untuk diterapkan ketika pandemi sudah berangsur menghilang di muka bumi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alfarizi, Thafsin."5 M di Masa Pandemi COVID-19 di Indonesia". Pusat Analisis Determinan Keseharan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, diakses dari https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5004285/dugaan-kasus-pertama-virus-corona-di-china-terdeteksi-pada-november-2019 Â pada 24 Desember 2021.
Azizah, Khadizah Nur. (2020). "Dugaan Kasus Pertama Virus Corona di China Terdeteksi pada November 2019, diakses dari https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-5004285/dugaan-kasus-pertama-virus-corona-di-china-terdeteksi-pada-november-2019 pada 24 Desember 2021.
BPK Republik  Indonesia. (2020). Keputusan Presiden (KEPPRES) tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).Â
Jihad, Fadhilaeni Nurul. (2020). Kesiapsiagaan Perawat Instalasi Gawat Darurat Terhadap Pandemi Corona Virus Disease (COVID-19): Literature Review.
Prasetya, A., Nurdin, M. F., & Gunawan, W. (2021). Perubahan Sosial Masyarakat dalam Perspektif Sosiologi Talcott Parsons di Era New Normal. Sosietas, 11(1), 929-939.
Raho, Bernard. (2021. Teori Sosiologi Modern (Edisi Revisi), Flores: Ledalero.Â
Rehia Sebayang, "WHO Nyatakan Wabah COVID-19 Â Jadi Pandemi, Apa maksudnya?, diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20200312075307-4-144247/whonyatakan-wabah-covid-19-jadi-pandemi-apa-maksudnya pada 23 Desember 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H