Mohon tunggu...
Ali Rahman
Ali Rahman Mohon Tunggu... Konsultan - Penggiat UMKM dan Aktivis Lingkungan Hidup

Aktif dalam upaya membangun komunitas UMKM naik kelas dan upaya pelestarian lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Bandung Artikel Utama

Pabaliut Transportasi Kota Bandung

8 Oktober 2024   17:08 Diperbarui: 9 Oktober 2024   11:58 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barangkali bagi yang bukan urang sunda atau belum pernah tinggal lama di daerah dengan bahasa ibu bahasa sunda akan aneh membaca kata pabaliut. 

Kata pabaliut kurang lebih untuk menggambarkan kondisi yang semerawut. Tapi itulah gambaran umum yang mendekati ketika memotret kondisi transportasi publik di Kota Bandung, Jawa Barat.

Kota Bandung dengan julukan kota kembang atau Paris van Java rasanya kurang cocok kalo dinisbatkan untuk memotret kondisi transportasi publiknya. 

Rintisan moda transportasi publik yang sudah dijalankan oleh pemkot bandung dan Kementrian Perhubungan  seolah mandek dan mati suri.

Sebagai contoh bus trans metro bandung (TMB) menurut penuturan salah satu sopir dari 4 unit kini tinggal 3 saja yang melayani koridor sarijadi menuju cicaheum. 

Hal yang sama untuk bus Trans Metro Pasundan (TMP) hasil inisiasi dari Kemenhub masih menemui banyak kekurangan karena kurangnya komitmen Pemprov Jabar atau dinas terkait lainnya.

Begitu juga dengan kondisi shelter atau tempat pemberhentian dan menaikan penumpang. Kondisinya sudah rusak, bau dan sangat tidak terawat. 

Padahal ada beberpa shelter tidak jauh dari kantor pemerintah atau BUMN. Hal ini tentu sangat menyedihkan. Padahal ditengah gencarnya pemerintah mengkampanyekan penggunaan transportasi publik dalam rangka mengurangi kemacetan yang sudah parah di kota bandung. 

Selain untuk mengurai kemacetan, memasalkan penggunaan transportasi publik juga dalam rangka upaya bangsa NKRI mengurangi emisi akibat polusi dari banyaknya kendaraan bermotor.

Kota Bandung sebagai kota wisata rasanya akan tercoreng namany, jika kondisi transportasi publiknya masih seperti ini. 

Adanya kereta cepat whoosh dan beroperasinya bandara kertajati di majalengka semestinya menjadi pemicu bagi kota bandung dan pemprov jawa barat untuk melakukan penataan secara menyeluruh kondisi transportasi publik di kota bandung dan sekitarnya.

Shelter Trans Metro Bandung (TMB) disebrang Gedung Sate dengan kondisi yang tidak terawat (Foto: pribadi)
Shelter Trans Metro Bandung (TMB) disebrang Gedung Sate dengan kondisi yang tidak terawat (Foto: pribadi)

Mencontoh Jakarta

Kalo jakarta sedang melakukan penataan besar-besaran sistem transportasi publik, tentunya jawa barat sebagai porvinsi terdekat juga harus melakukan hal serupa. 

Bahkan dengan hadir dan beroperasinya bandara kertajati di majalengka sudah seharusnya jabar memeiliki rencana yang komprehensif untuk menata sarana trasportasi publiknya supaya terintegrasi. 

Jakarta sudah mengoperasikan MRT, LRT, TJ dan jack lingko. Embrio moda transportasi publik tersebut sudah sangat dirasakan manfaatnya oleh warga Jakarta dan sekitarnya.

Bahkan Jakarta sedang terus berbenah untuk melanjutkan koridor MRT fhase II. Hal yang sangat positif untuk mempersiapkan wajah baru transportasi publik yang beradab. 

Jakarta sudah selayaknya menjadi role model penataan transportasi publik agar dijadikan contoh oleh daerah lainnya di seluruh NKRI.

Hal yang sama patut di contoh oleh Jawa Barat dan Kota Bandung pada khususnya. Jangan sampe bandung kota kembang diganti menjadi bandung kota semerawut. 

Jika image itu terbangun maka akan sangat berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisata dan kualitas udara kota bandung akan semakin tidak sehat. Pada gilirannya akan berdampak negatif terhadap pembangunan kota bandung dan jawa barat pada umumnya.

Lemahnya Koordinasi

Hal yang aneh terjadi di Bandung. Ketika TMB membuat shelter pemberhentian ternyata tidak dipergunakan oleh Moda lain seperti Trans Metro Pasundan. 

Karena TMP sudah memiliki titik pemberhentian sendiri. Padahal lokasinya tidak terlalu jauh. Sebagai contoh shelter TMB di dekat gedung sate, sementara TMP punya titik pemberhentian di panatayuda yang jaraknya hanya sekitar 100 meter saja.

Bukan hanya membingungkan dan membuat kapok pengguna tetapi terjadi pemborosan anggaran negara. Kenapa untuk untuk moda yang sama tetapi memiliki 2 titik pemberhentian yang berbeda.

Apakah karena yang satu milik kota bandung dan yang satunya lagi milik kemenhub. Ini lucu sekali bahkan cenderung sangat menyebalkan dan membuat kapok pengguna. Jadi dimana letak integrasi antar moda kalo untuk rute yang sama shelternya berbeda jarak.

Ini harus segera dilanjutkan pembenahan trasportasi publik di kota bandung. Jangan sampe ide yang bagus menjadi mati suri oleh oknum pejabat yang tidak memiliki visi hijau untuk menata bandung lebih asri. 

Kota Bandung memiliki ITB, sebuah kampus dengan segudang ahli transportasi dan perencanaan kota. Maka untuk menyelesaikan masalah integrasi antar moda bukan perkara yang sulit tentunya.

Hendaknya pemprov Jabar dan Pemkot Bandung duduk lebih produktif dengan didukung oleh Kampus ITB atau Unpad dan ekosistem transportasi publik lainnya.

Dengan agenda memanusiawikan transportasi publik di kota Bandung. Bahkan mestinya ini menjadi kontrak politik para calon walikota bandung. 

Ini target yang terukur dengan dampak kepuasan konstituen yang sangat nyata. Jangan sampai hanya memikirkan program polulis yang belum tentu bisa dinikmati oleh masyarakat.

Berhiber tinggal kenangan

Dulu Bandung memiliki moto Berhiber yang merupakan singkatan dari Bersih, Hijau, Berbunga. Rasanya julukan tersebut perlahan mulai hilang. Namun kita tidak boleh pesimis untuk terus menghijaukan kembali bandung.

Hijau dalam artian hutan kota, taman kota dan pedestrian yang banyak ditumbuhi pepohonan dan bunga yang rindang Atau dalam artian hijau membuat bandung lebih rendah polutan akibat suksesnya migrasi masyarakat dalam menggunakan transportasi publik.

Bandung sebagai kota wisata dan jasa sudah semestinya memiliki komitmen untuk menjadikan moda trasportasi publik lebih bagus. Kriteria bagus tentu lebih terintegrasi, rendah emisi dan masifnya migrasi publik menggunakan trasportasi piublik.

Jika ini terjadi maka Bandung akan lebih humanis, lebih asri dan lebih hijau. Semoga walikota yang terpilih nanti memiliki visi dan kharisma untuk mewujudkan trasportasi Bandung yang lebih humanis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun