Angka stunting di provinsi Malut berdasarkan SSGI tahun 2022 sebesar 26,1%. Sementara presentase kemiskinan tahun yang sama sebesar 6,2%, Â indeks gini ratio sebesar 0,3.Â
Meskipun angka pertumbuhan ekonomi Malut masuk double digit namun belum berimbas kepada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Karena pertumbuhan yang tinggi ditopang oleh sektor pertambangan dan pengolahan mineral yang tidak berdampak luas kepada kesejahteraan masyarakat di seluruh maluku utara.
Belum lama ini penulis berkegiatan di 5 (lima) desa di Kecamatan Kasiruta Barat yaitu di Desa Imbu-imbu, Palamea, Bisori, Doko dan Marikapal. Sungguh ironis sarana transportasi warga masih berupa kapal sederhana untuk mendukung mobilitas keseharianya. Implikasinya adalah harga kebutuhan pokok yang didatangkan dari Labuha Pulau Bacan masih tinggi dan memakan waktu yang lama.Â
Belum lagi masalah penerangan yang  juga masih sangat terbatas. Rintisan Listrik tenaga surya sudah mulai ada tapi masih terbatas dan belum mampu menggerakan ekonomi produktif di Pulau Kasiruta. Termasuk jaringan telekomunikasi belum bisa berjalan lancer dalam mendongkrak perekonomian wilayah penghasil rempah tersebut.
Melihat kondisi yang menyedihkan untuk negeri kaya raya seperti Malut pasti ada kesalahan mendasar yang tengah terjadi. Apakah otonomi daerah yang tidak berjalan sesuai harapan. Ataukah ada kebijakan pemerintah pusat terkait alokasi dana untuk bumi Malut yang tidak adil.Â
Apakah pantas negeri yang menjadi rebutan para saudagar Eropa hidup merana seperti sekarang. Hanya satu pulau kecil saja telah membuat Belanda dan Inggris bersepakat untuk saling bertukar pulaunkarena besarnya potensi buah pala. Pulau Run di Maluku dan Manhattan di USA. Kita semua khususnya para tokoh Maluku seyogyanya segera berjuang untuk menghentikan ketidakadilan pembagian kue dengan Jakarta.
Kiprah BUMN perkapalan juga tidak terlihat hadir di Malut. Seandainya teknologi perkapalan berkembang pesat di Malut maka jarak dan laut bukan menjadi masalah dalam menunjang mobilitas warga.
BUMN komunikasi hanya setengah-setengah menunjukkan eksistensi kehadirannya. Masih banyak area blank spot yang menyulitkan warga untuk berkomunikasi. Hal yang sama kehadiran PLN masih sangat lambat untuk berperan di deretan desa yang mendiami Pulau Kasiruta Kabupaten Halmahera Selatan.
Potensi besar rempah (cengkeh dan pala) dan kelapa sebagai sumber pangan juga belum melepaskan sebagian rakyat Malut dari ancaman kelaparan. Angka stunting yang masih tergolong tinggi menunjukan ada masalah besar dalam pemenuhuan kebutuhan pangan. Biang kerok politik beras-nisasi telah menjadikan sebagain besar rakyat Malut sangat tergantung kepada pemenuhan kebutuhan pangan yang bersumber dari beras.Â
Malut penghasil sagu seperti ayam mati di lumbung padi. Ironis memang hampir semua desa di sepanjang pantai Pulau Kasiruta yang tidak memiliki sawah menggantungkan kebutuhan makanan pokok kepada suplai beras dari Sulawesi Selatan. Padahal di ladang dan kebun mereka tersedia sagu dan di halaman mereka ikan berseliweran untuk memenuhi kebutuhan proteinnya.