Problematika Dakwah Pada Masa Nabi
Oleh: Syamsul Yakin dan Alira Arwaa
Dosen dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Problematika dakwah pada masa Nabi akan ditelisik secara kronologis. Pertama, pada periode Mekah yang berlangsung kurang lebih tiga belas tahun. Namun selama itu, pengikut Nabi tidak berkembang secara signifikan. Tak disangka, jumlah pengikut Nabi hari ini menembus angka 1,9 miliar."
Sejarah mencatat bahwa mereka yang pertama kali masuk Islam berasal dari kalangan keluarga sendiri. Pertama, istri beliau bernama Khadijah binti Khuwailid (wafat 619 Masehi). Kedua, Ali bin Abi Thalib (wafat 661 Masehi), yang merupakan sepupu Nabi. Saat itu, Nabi masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi atau dengan menggunakan strategi dakwah personal.
Disusul oleh kalangan sahabat seperti Abu Bakar Shiddiq (wafat 634 Masehi), Zaid bin Haritsah (wafat 629 Masehi), dan Utsman bin Affan (wafat 656 Masehi), serta tokoh-tokoh besar lainnya, hingga mencapai jumlah 23 orang. Mereka dikenal sebagai al-Saabiqun al-Awwalun.
Pada periode Mekah, problematika dakwah Nabi yang paling terasa adalah tiga hal: Nabi diejek, disiksa, dan hendak dibunuh. Secara politis, Nabi disingkirkan dari komunitas Quraish. Kaum kafir melakukan propaganda dan agitasi politik di tengah masyarakat Arab untuk memusuhi Nabi.
Problematika dakwah semakin terasa ketika Nabi dan Khadijah diboikot secara ekonomi, padahal keduanya dikenal sebagai pedagang. Kaum menyatakan bahwa barang dagangan Muhammad tidak boleh dibeli dan barang yang dibeli oleh Muhammad tidak boleh dijual.
Pada saat Nabi dalam kesulitan, paman beliau yang bernama Abu Thalib (wafat 619 Masehi) melindungi Nabi. Abu Thalib sangat dihormati oleh kaum kafir Quraish, namun mereka berusaha memprovokasi Abu Thalib untuk menghentikan dakwah Nabi, meskipun tawaran mereka berupa harta dan wanita tidak membuahkan hasil.
Problematika dakwah di Mekah semakin bertambah saat istri beliau meninggal. Kejadian ini terjadi pada tahun kesepuluh kenabian, yang dalam sejarah dikenal sebagai tahun kesedihan atau amul huzni pada tahun 620 Masehi. Para ahli menulis bahwa setelah tahun kesedihan tersebut, Nabi dihibur oleh Allah dengan peristiwa Isra dan Mikraj.
Solusi yang diberikan Allah untuk mengakhiri problematika dakwah di Mekah adalah hijrah atau migrasi besar-besaran ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Sebanyak 75 orang ikut hijrah, terdiri dari 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, yang kemudian dikenal sebagai kaum Muhajiri.
Kedua, problematika dakwah Nabi pada periode Madinah. Periode ini berlangsung selama sepuluh tahun. Meskipun lebih singkat dari periode Mekah, kompleksitas masalah dakwah semakin meningkat. Namun, keberhasilan dakwah Nabi juga meningkat pesat, meskipun dihadapi dengan hambatan dan tantangan.
Setelah membangun Masjid Quba dan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, dua masalah dakwah terurai.