Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Noni

6 Februari 2024   21:55 Diperbarui: 6 Februari 2024   22:24 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mangkal dari sebelum jam istirahat orang kerja tak satupun orderan masuk. Tidak penumpang, tidak barang, tidak juga pesanan makanan. Kosong. Nyaris putus asa dan hampir memutuskan pulang, barulah satu orderan antar penumpang masuk di sore hari. Lelaki setengah baya yang tampaknya seumuran dengannya, tapi bedanya, ia berpakaian perlente, minta dijemput di gedung perkantoran dan minta diantar ke sebuah alamat. Di jalan ribut sekali, minta jangan ngebut, padahal Maman juga tidak pernah ngebut, apalagi ugal-ugalan. Ia pun penasaran, "Bapak jarang naik motor?" tanya Maman. "Iya Bang, makanya saya takut...." Jawabnya. "Terus kenapa naik ojek motor, nggak mobil aja?" tanya Maman lagi. "Saya dipesankan istri saya, dia nyuruh naik motor saja katanya, biar cepat..." jawabnya. "Memangnya ini mau ke mana Pak?" tanya Maman. "Makam anak saya. Istri saya menunggu di sana, katanya makam anak saya rusak tertimpa pohon...." Jawabnya. Maman melongo.

Makin mendekati titik tujuan yang ditunjukkan peta digital di telepon genggamnya, Maman makin menyadari sesuatu. Rasanya jalan itu sudah beberapa hari terakhir ini ia lalui; sebuah bangunan gudang barang bekas, masuk, melintasi perumahan baru yang semua rumahnya dicat putih, melintasi jembatan di atas sungai kecil, lalu... harusnya setelah itu jalan kosong yang di ujungnya rumah bergaya Belanda tempat 'si Noni' pelanggan yang memesan sate itu. Tapi, setelah jembatan itu tak ada bangunan apa-apa, yang ada hanya areal pemakaman!

"Stop di sini Bang!" Maman dikagetkan oleh suara penumpangnya yang juga menepuk-nepuk pundaknya. Lelaki itu turun, menyerahkan selembar uang berwarna merah yang langsung diamati oleh Maman. "Asli Bang, masih segar dari ATM!" kata lelaki itu. "Oh iya, maaf Pak, saya tidak bermaksud seperti itu, saya sedang menghitung jumlah kembaliannya..." jawab Maman, tergagap sambil ngeles. "Udah, nggak usah, bawa aja kalau memang ada lebihnya!" lelaki itu bergegas turun dan berjalan memasuki areal pemakaman. Ada beberapa orang yang bergerombol dan menyambutnya. Terlihat sebuah pohon tumbang yang sedang dibersihkan beberapa orang.

Maman penasaran, ia mematikan mesin motornya dan mengikuti lelaki itu. Beberapa orang tampak berkumpul di depan sebuah makam baru yang tertimpa pohon itu. Menyadari Maman mengikutinya, lelaki itu melirik ke arahnya. "Ada apa lagi Bang, kurang uangnya?" lelaki itu tampak agak kesal. "Oh enggak Pak. Saya cuma mau tanya, ini makam anaknya?" tanyanya. "Iya. Ini makam anak sulung saya, meninggal empat hari yang lalu, kecelakaan. Kenapa?" lelaki itu menatapnya. "Oh nggak apa-apa, saya ikut berbela sungkawa...." Jawab Maman. Lelaki itu tak menjawab, meninggalkannya dan tampak mengobrol dengan perempuan yang tampaknya itu adalah istrinya. Seseorang yang berdiri di samping Maman berbisik padanya, "Keserempet mobil di depan rumahnya, waktu beli sate...."

Mata Maman tertuju pada sebilah papan kayu yang tertimpa pohon kemboja tumbang itu. Tampaknya itu adalah nisan sementara dengan tulisan cat yang masih jelas. Di situ tertulis, "Noni Suradinata."

Maman nyaris pingsan.

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun