Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Gempa Turki yang Menggetarkan Sepak Bola hingga Panggung Politik

1 Maret 2023   23:52 Diperbarui: 1 Maret 2023   23:59 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erdogan saat menyapa Martin Skrtel dkk usai laga Fenerbache di pentas Eropa tahun 2017 (Foto: yenibirgazete.com)

Ada pemandangan menarik dalam laga sepakbola Turkey Super Lig antara Besiktas dengan Antalyaspor, Minggu 26 Februari lalu. Puluhan anggota tim SAR masuk ke Vodafone Stadium yang berlokasi di Istanbul itu. Tapi tak ada bencana atau situasi genting yang harus mereka tangani, mereka justru dihadirkan oleh panpel pertandingan Besiktas --yang direstui oleh klub- justru untuk mendapatkan penghormatan dari para penonton atas kerja keras mereka menangani gempa yang terjadi di Turki hampir dua minggu sebelumnya.

Sebelum penghormatan itu, para pemain Besiktas seperti Tayyib Talha Sanuc, Romain Saiss, Cenk Tosun, hingga pemain asal Inggris eks Tottenham Hotspurs, Delle Ali, berlatih dengan menggunakan atasan bertuliskan nama-nama wilayah yang terkena dampak gempa Turki-Suriah 6 Februari lalu.

Tidak hanya berhenti di situ, tepat pada menit ke-empat lewat 17 detik, pertandingan dihentikan. Lalu mendadak saja ribuan penonton yang hadir melemparkan berbagai benda ke arah lapangan. Bukan botol minuman, koin, bantu, kursi, atau petasan, atau benda-benda berbahaya lainnya sebagai tanda kemarahan, tapi benda-benda yang bahkan takkan melukai siapapun --termasuk pemain---jika terkena lemparannya sekalipun. Sebagian besar benda yang dilemparkan itu berupa boneka mainan berbahan lembut dengan berbagai bentuk dan ukuran; dari yang segenggaman tangan hingga yang nyaris seukuran tubuh manusia. Ada juga penonton yang melemparkan syal, topi kupluk, sarung tangan, dan sebagainya yang juga sama-sama tak membahayakan. Alhasil, nyaris sekeliling pinggir lapangan dipenuhi oleh boneka-boneka itu.

Pemilihan waktu di menit 04.17 itu bukannya tanpa makna. Angka itu merujuk pada jam dan menit terjadinya guncangan pertama gempa besar itu. Setelah aksi lempar boneka itu usai, 'tontonan' masih berlanjut. Petugas pertandingan, bahkan para pemain dari kedua klub bekerja bakti menyingkirkan benda-benda itu, setidaknya sampai di luar garis lapangan. Barulah pertandingan itu dilanjutkan kembali. Hasil 0-0 di akhir pertandingan tampaknya tak membuat pendukung Besiktas berang, juga tak membuat kubu Antalyaspor girang. Tampaknya, bagi mereka, hasil pertandingan itu tak ada artinya dengan situasi yang sedang mereka hadapi hari-hari ini, bahkan mungkin esok dan lusanya.

Antara Donasi dan Aksi Politis

Kubu Besiktas, menamai aksi itu sebagai 'Mainan Teman Saya.' Mainan-mainan itu memang dikumpulkan, kemudian akan dibagikan kepada anak-anak yang terdampak bencana alam masif itu. Kelihatannya, aksi itu semata aksi donasi kemanusiaan biasa.

Tapi tidak semua orang berpandangan sama. Banyak kalangan yang menyebutnya itu lebih kental nuansa politisnya. Siapa lagi kalau bukan para pendukung Presiden Tayyip Erdogan. Memang bukan semata tuduhan kosong. Buktinya, dalam keriuhan aksi lempar mainan itu, sayup-sayup terdengar teriakan-teriakan anti pemerintah Turki yang mengarah pada satu pesan yang sama: meminta Tayyip Erdogan --Presiden Turki---untuk mundur dari kekuasaannya selama 20 tahun (termasuk saat ia menjabat Perdana Menteri sejak 2003). Erdogan dianggap tidak mampu mengatasi dampak gempa yang terjadi di bagian selatan dan tenggara negaranya yang menelan korban jiwa lebih dari 50 ribu orang itu.

Gempa besar itu tampaknya bukan hanya meruntuhkan banyak bangunan dan menelan banyak korban jiwa, tapi juga ikut menggoyahkan persepakbolaan Turki, bahkan ikut menggetarkan panggung politik.

Dalam sepakbola, pernah berhembus wacana penghentian liga. Tapi itu tidak --atau setidaknya belum terjadi hingga pekan ke-22. Meski begitu, dua klub sudah menyatakan mundur dari liga beberapa hari setelah gempa terjadi, yakni Gazianstep dan Hatayspor. Dua klub itu memang bermarkas di kota yang dekat dengan episentrum gempa. Di Gazianstep, bukan hanya korban jiwa yang banyak, gempa itu juga menghancurkan Kastil Gazianstep, bangunan historis berusian 2.200 tahun yang menjadi simbol kebanggaan kota. Sementara Hatayspor, kehilangan salah satu bintang mereka, yakni Christian Atsu yang ditemukan tewas di bawah reruntuhan bangunan.

Liga Super Turki memang masih berlanjut, tapi suara-suara politis mulai terdengar. Aksi Besiktas dan penggemarnya tadi --diluar teriakan-teriakan politisnya---bisa juga dibaca sebagai sindiran pada Erdogan yang dianggap tidak berdaya layaknya boneka mainan. Barangkali memang benar, karena jika memang tujuan kemanusiaannya yang utama, mungkin bukan boneka yang 'disumbangkan' tapi kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh 1,5 juga orang terdampak yang menghadapi kekurangan bahan pokok juga ketidakjelasan masa depannya.  

Karena itulah para pendukung Erdogan dengan segera menyebutnya sebagai aksi yang mengotori sepakbola. Memang rada-rada Jaka Sembung bawa golok, karena tuduhannya datang dari politisi, bukan pegiat sepakbola.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun