Ya tentu saja, karena selain menggabungkan banyak masalah dan dimasukkan ke dalam satu atau beberapa tokoh, saya juga seringkali menambahkan dengan masalah yang saya karang sendiri, atau bahkan juga masalah saya sendiri, hehe....
Seni Menggabungkan Masalah Hasil Curhatan
Menggabungkan masalah hasil curhatan ke dalam 'masalah' seorang tokoh fiktif ciptaan sendiri ternyata mengasyikkan.Â
Saya menganggapnya sebagai sebuah seni. Layaknya seni instalasi dari barang bekas. Tambal-sulam, reka bentuk, olah rasa, olah cipta, dan sebagainya.
Kunci utamanya bukan soal itu sebetulnya, tapi bagaimana menjaga agar orang yang curhat kepada saya sebelumnya, tidak merasa ditelanjangi di depan umum.Â
Caranya ya itu tadi, tidak hanya menceritakan masalah (dari dia saja), tapi juga menjaga agar siapapun pembacanya, tidak menghubungkannya dengan si 'pemilik masalah' yang sebenarnya.
Untuk ini, saya lebih suka jika ada pembaca yang beranggapan bahwa masalah yang dihadapi si tokoh, terutama jika tokohnya adalah cowok adalah masalah saya sendiri. Biar saja pembaca menganggapnya itu sebagai 'masalah atau pengalaman pribadi' saya. Padahal kan, sebanyak apapun masalah yang kita punya, untuk menjadikannya sebuah cerita utuh dan panjang seperti novel, seringkali dianggap kurang.
Kebiasaan ini --mendengarkan dan menampung curhat---kemudian mengalihkannya ke dalam bentuk karya, ternyata juga jadi daya tarik tersendiri bagi pencurhat berikutnya.Â
Sudah banyak yang tahu, kalau curhat kepada saya, ada kemungkinan akan 'dipakai' untuk bahan cerita saya. Tapi karena itulah, semakin banyak pula yang ingin curhat.
Mungkin bener teori psikologi yang mengatakan bahwa seseorang selalu membutuhkan 'pengakuan dosa' karena tak bisa menahan atau menyimpannya sendiri. Tapi tidak semua 'pendosa' berani mengaku di depan umum secara terang-terangan. Selalu ada kelegaan saat seseorang mendengarkan 'pengakuan dosanya' dan menceritakannya kepada orang lain, tanpa harus membuka identitasnya (Bayangkan saja pengakuan dosa di gereja dalam tradisi Kristen).
Itu pulalah mungkin yang membuat profesi saya sebagai pemulung dan pengolah curhat ini selalu menarik dan tak pernah kekurangan 'pasien.' Apa salahnya kan? Namanya simbiosis mutualisme, dia lega, saya punya bahan cerita. Kalau karyanya sudah jadi, biasanya jadi bahan renungan atau bahkan tertawaan, "Kok bisa ya aku dulu begitu..."
BTW, hingga saat ini, sudah ada setidaknya lima novel saya (yang diterbitkan) yang isinya adalah 'kumpulan curhat.' Masih banyak yang lain sebetulnya, tapi ada yang belum diterbitkan, ada pula yang memang belum selesai penulisannya.