Saya tidak ingat di mana pertama kali saya membacanya. Apakah di komik berseri yang dimuat di majalah Bobo, atau yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Gramedia. Tapi inilah buku/komik yang paling saya sukai saat masih kecil.
Judulnya adalah "Deni Manusia Ikan". Menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang bisa berenang, menyelam, bahkan bernafas di dalam air. Di sela-sela tangan dan kakinya bahkan juga tumbuh selaput seperti katak, untuk membantunya bergerak di dalam air.
Tak perlu pejelasan bagaimana tubuh si Deni ini "berevolusi" hingga bisa bernafas dan memiliki anatomi tubuh tambahan dengan mengaitkannya dengan teori Darwin. Kejauhan. Kalau Darwin membaca karya Scott Goodall dan gambarnya dibuat oleh John Stokes dkk ini, pasti ia protes. Tak mungkin makhluk hidup bisa berubah atau beradaptasi dengan lingkungannya secepat itu.
Apalagi kemudian, si Deni ini bisa berkomunikasi dengan makhluk-makhluk air, terutama di lautan. Mulai dari ikan glodok di rawa-rawa, ikan di muara, hingga ikan di laut dalam seperti paus, pari, lumba-lumba, juga kepiting dan sebagainya.
Yang jelas, dalam buku terbitan antara tahun 1968-1975 dengan judul asli "Fishboy: Denizen of The Deep" ini hanya diceritakan bahwa si Deni terdampar di sebuah pulau, dan tertinggal oleh orang tuanya. Ia kemudian belajar bertahan hidup, hingga akhirnya memiliki kemampuan tadi.
Hingga akhirnya, Deni bahkan kesulitan berlama-lama berada di darat tanpa bertemu dengan air laut. Ini menjadi semacam kelemahan Deni, layaknya jika Superman bertemu batu kriptonyte.
Dalam pencarian itulah petualangan Deni diceritakan. Bagaimana ia berusaha mencari informasi, mengejar-ngejar kapal yang diduga ditumpangi orang tuanya, dan sebagainya.
Tentu tak melulu soal mencari orang tuanya. Kadang Deni mendapat misi tambahan, misalnya menyelamatkan seorang anak yang terjatuh ke laut dari sebuah kapal, menggagalkan penyelundupan di lautan, dan lain sebagainya.
Inilah daya tarik ceritanya, selain misi utamanya tadi. Selain itu, meski fiksi, hewan-hewan air yang diceritakan di dalamnya secara tidak langsung memberikan gambaran tentang kehidupan laut yang sesungguhnya.
Secara tidak langsung, penulis juga memberi gambaran tentang posisi alami predator-mangsa di alam. Ini memudahkan penulisnya --dan juga pembaca---untuk menempatkan apakah seekor hewan air itu berada dalam posisi protagonis atau antagonis, kawan Deni atau musuh, bisa bekerjasama atau harus dihindari.
Saya sendiri tak berlangganan majalah Bobo secara terus-menerus, hanya membelinya sesekali. Jadi meski dimuat secara bersambung, saya malah tak mengikutinya di situ, melainkan dari bukunya; sebuah komik seukuran majalah dengan gambar hitam putih.
Dalam buku, penggalan petualangan Deni menjadi lebih utuh, setidaknya ketika menyelesaikan sebuah misi "tambahan" seperti menggagalkan penyelundupan tadi. Membaca bukunya juga tak harus berurutan, meski tentu saja kalau bisa urut lebih baik.
Saya juga tak membeli serialnya secara urut. Kapan ada uang dan ketemu bukunya ya dibeli, banyak seri yang bolong, atau baru dibaca kemudian. Saya juga tak tahu, buku ini ada berapa seri. Sehingga, pertanyaan terbesarnya, apakah pada akhirnya si Deni ini bertemu kembali dengan orangtuanya atau tidak, saya tak tahu. Jika bertemu, saya juga tak tahu, apakah Deni kemudian pindah ke darat, layaknya Tarzan yang sempat hidup dalam peradaban manusia tapi memilih kembali lagi ke dalam hutan.
Meski secara garis besar mirip dengan cerita Tarzan, Deni tak punya kekasih seperti Tarzan yang jatuh hati pada Jane. Jadi, kisahnya bener-bener tak diberi bumbu kisah asmara. Hal yang sebetulnya cocok untuk anak-anak. Saya sendiri waktu itu juga tak merasakan perlunya cerita Deni jatuh cinta, meski itu bisa saja, kalau penulisnya mau memanjang-manjangkan ceritanya.
Yang jelas, kisah bergambar Deni Manusia Ikan ini, tidak sekadar komik yang "kosong". Ia penuh dengan berbagai pelajaran, dari soal makhluk hidup di lautan tadi, hingga pelajaran-pelajaran moral; sesuatu yang tak lagi banyak ditemukan dalam komik-komik keluaran baru.
Kalau saja koleksinya masih ada (sekarang tak tersisa satupun), saya sungguh ingin membacanya lagi, secara lengkap, untuk menjawab pertanyaan tadi, bagaimana akhirnya, apakah ia bertemu dengan kedua orangtuanya?
Ada yang tahu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H