"Puasa kok gitu-gitu aja sih Kang. Cik atuh belajar memperbaiki diri, mengikuti apa yang diajarkan oleh Rosul. Dipelajari, apa saja yang biasa dilakukan nabi di bulan puasa ini, terus dipraktekkan!" kata Nyi Iteung melihat suaminya hanya rebahan dari pagi hingga siang itu.
"Kamu tuh suka suudon aja Teung!" kata si Kabayan tanpa bergerak. "Saya ini sudah lama selalu mengikuti lima amalan nabi selama bulan puasa. Sudah dari dulu, dan alhamdulillah selalu saya usahakan untuk ditingkatkan, minimal dipertahankan...."
"Apa saja coba?" tanya Nyi Iteung lagi.
"Pertama. Soal sahur. Nabi selalu melakukan sahur sebelum menjalankan ibadah puasa," kata si Kabayan. "Nah, coba inget-inget, kapan Akang tidak sahur? Selama kamu bangunkan pas waktunya, Akang pasti bangun untuk makan sahur. Meskipun Akang tau makan sahurnya seadanya. Coba bayangkan kalau kamu masak masakan yang enak setiap sahur, pasti Akang akan lebih semangat lagi!"
"Nah, nabi juga selalu makan sahur di akhir waktu. Sama kan? Mana pernah Akang sahur jam 2. Selalu jam empat, dekat-dekat dengan imsak!" tambah si Kabayan.
Meski pengen menimpali soal sahur itu, Iteung menahan diri dulu. "Terus?"
"Kedua soal buka puasa. Nabi selalu menyegerakan buka puasa," kata si Kabayan lagi. "Coba kamu inget-inget, kapan Akang malas-malasan buka puasa? Nggak pernah kan? Begitu adan, langsung buka...."
"Ada lagi," tambahnya, "Berbukalah dengan yang manis. Nah, karena kita nggak selalu punya korma, atau bahkan gula. Setidaknya sejak Akang nikah sama kamu, Akang selalu berbuka dengan yang manis, kamu! Makanya kalau waktunya buka itu kamu jangan manyun terus, tersenyum yang manis, biar Akang selalu bisa buka dengan yang manis!"
"Iya. Akang berbuka dengan yang manis, sementara saya selalu buka dengan yang pahit!" gerutu Nyi Iteung. "Ya sudah, terus amalan lain?"
"Iktikap. Berdiam diri di masjid!" jawab si Kabayan. "Nah yang ini memang rada berkurang. Tapi bukan salah Akang. Dulu Akang sering berdiam diri di masjid. Tapi sekarang di masjid banyak aturannya, malah ditulis gede-gede 'dilarang tidur di masjid,' jadi terpaksa Akang menguranginya...."
"I'tikaf itu berdiam diri, bukan tidur!" kata Nyi Iteung.