Pak Dadang, guru SMA Kadungora yang tinggal di Cibangkonol tampak sedang asyik memeriksa deretan pohon pepaya yang berjejer rapi di kebun dekat rumahnya. Pohon-pohon pepaya itu masih pendek tapi tampak sudah pada mulai berbuah. Kabayan yang melintas berhenti. "Pepayanya bagus-bagus Pa, kecil-kecil sudah berbuah..."
Pak Dadang melirik, "Eh, Kang Kabayan. Iya nih. Alhamdulillah, kalau sudah ketemu ilmunya, bisa juga seperti di perkebunan-perkebunan lain yang profesional..."
"Bagaimana bisa Pa, itu semuanya bisa berbuah seperti itu?" tanya Kabayan. "Di kebun saya mah, pepayanya macem-macem, ada yang sudah berbuah, ada yang sudah tinggi tapi cuma keluar kembangnya saja, ada yang sudah lama berbunga tapi nggak jadi buah..."
"Ya itu Kang, segala sesuatu itu ada ilmunya. Kalau kita mau sedikit belajar ternyata nggak susah..." jawab Pak Dadang. "Pepaya itu kan ada tiga jenis. Ada yang jantan, betina, dan juga yang banci. Kalau yang jantan kan selamanya juga nggak bakalan berbuah, cuma berbunga saja. Yang betina juga, kalau nggak diserbuki juga nggak terlalu bagus. Hanya yang banci atau hemaprodit saja yang berbuah bagus kayak gini...."
Kabayan memperhatikan pohon-pohon pepaya itu, semuanya sudah mulai berbuah, "Jadi di sini semuanya pepaya banci? Kok malah yang banci yang bagus ya? Terus yang jantan sama betinanya kemana?"
"Banci itu cuma sebutan gampangnya saja Kang. Istilah ilmiahnya berbunga sempurna, karena ada dalam satu pohon ia punya putik dan benang sarinya sendiri. Jadi tanpa dibantu manusia, akan berbuah dengan sendirinya. Kalau mau belajar, kita malah bisa membedakan yang jantan, betina bahkan dari bibitnya. Bisa dilihat dari akarnya saat mau dipindahkan dari pembibitan..." jawab Pak Dadang.
"Ooh pantesan, punya saya mah asal tabur biji aja Pa, terus bibitnya dipindahin. Saya nggak tau jantan, betina, atau bancinya..." kata Kabayan. "Ajarin saya atuh Pa, biar bagus-bagus kayak gini..."
"Ayo, sini masuk Kang, kebetulan di belakang banyak bibit yang belum saya pindahkan ke kebun..." jawab Pak Dadang.
Kabayan mendekati Pak Dadang dan mengikutinya ke bagian belakang kebun yang sebetulnya tak terlalu luas itu. "Hebat Bapak mah euy, guru masih sempat-sempatnya belajar berkebon kayak gini. Saya aja yang di KTP judulnya 'tani' tapi malah nggak beres-beres taninya..."
"Kita kan masih punya banyak lahan Kang, jadi dengan sedikit belajar kita bisa memaksimalkan hasilnya. Orang kota yang nggak punya lahan saja masih bisa berkebun, apalagi kita!" kata Pak Dadang.
Pak Dadang lalu menunjukkan cara membedakan bibit pepaya dari akarnya. "Nih yang akarnya banyak begini, ini pepaya jantan, sementara yang akarnya tunggal atau sedikit, ini pepaya betina dan bisa jadi hemaprodit. Kalau nantinya keluar betina, tinggal diserbuki saja, pasti berbuah..."
"Kalau sudah kadung besar dan jadinya jantan gimana Pa, ditebang saja gitu?" tanya Kabayan.
"Jangan, yang jantan juga ada gunanya. Bahkan kalau tahu caranya, yang jantan juga bisa diubah jadi hemaprodit dan akhirnya berbuah..." kata Pak Dadang. "Sini saya tunjukin caranya. Kita lihat di Yutub..." Pak Dadang mengajak Kabayan ke saung yang dibangun di tengah kebunnya. Di situ ada sebuah laptop, telepon seluler, buku-buku, bahkan Alquran kecil.
"Ini saung lengkap banget Pa, canggih, ada buku, laptop, sama Quran segala macam..." komentar Kabayan.
"Ya seperti saya bilang tadi Kang, karena sedang pandemi korona dan saya masih ngajar dari rumah, ya bisa sekalian melakukan banyak kegiatan. Apalagi sekarang masuk bulan puasa, sambil tetap bekerja, beribadah, juga sambil terus belajar..." jawab Pak Dadang. "Insyaallah, kalau dibarengi doa nanti hasilnya juga berkah..."
"Dengan laptop yang disambung ke internet saya masih bisa tetap mengajar. Bisa  juga belajar cara bertani yang efektif, seperti bertani pepaya ini. Bisa pesan benih pepaya yang bagus yang nggak bisa didapat di sini. Bahkan bisa sekalian belajar untuk memasarkannya nanti kalau sudah mulai panen. Nah sesekali, kalau luang, ya bisa baca-baca Quran dulu barang satu-dua juzz. Bisa di laptop juga, tapi kalau saya sih masih enakan baca langsung..." sambungnya.
"Wah, saungnya jadi serbaguna ya Pa, jadi ruang kelas, jadi tempat jual-beli, bahkan jadi mushola kecil..." komentar Kabayan lagi.
"Ya, waktu sama kesempatan, ditambah dengan ketersediaan teknologi itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya Kang," imbuh Pak Dadang. "Punya hape sama laptop itu jangan cuma jadi alat hiburan saja. Bisa dipakai banyak hal. Ada internet seperti Yutub ini jangan cuma pake nonton dangdut sama video orang joget-joget atau ngerjain orang lain saja. Pake nonton yang ada manfaatnya juga...."
Pak Dadang lalu menunjukkan video yang menayangkan cara mengakali pepaya jantan tadi supaya bisa berbuah juga. Kabayan terpesona.
"Tuh, kan Kang, segala ilmu ada di sini kalau kita bisa dan mau memanfaatkannya. Zaman sekarang mah nggak ada yang nggak bisa dan nggak mungkin kalau kitanya memang punya niat untuk belajar dan memanfaatkan teknologi..." kata Pak Dadang.
"Iya yah Pa, hebat juga orang sekarang ya..." kata Kabayan.
"Iya, mumpung banyak waktu di bulan puasa ini, belajar lah Kang. Ilmunya dapat, pahala jalan terus, duit menunggu. Gimana, mau nyoba belajar biar pepayanya berbuah semua. Coba lah, selama bulan puasa ini bikin target, minimal bisa membedakan jantan-betina, sampai belajar penyerbukan biar pepayanya berbuah semua. Siap?" Â tanya Pak Dadang.
"Siap Pak..." jawab Kabayan. "Saya mau jual kebon dulu...."
"Ngapain jual kebon dulu?"
"Saya harus beli hape sama laptopnya dulu kan Pak, biar bisa belajar!"
"Lah terus nanti nanam pepayanya dimana kalau kebonnya dijual?"
"Ya tinggal lihat di Yutub, bagaimana caranya bertanam pepaya tanpa kebon. Ada kan Pak?"
Pak Dadang garuk-garuk kepala.
*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H