Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Orang Kurus Jangan Makan Kolang-kaling

11 April 2021   01:40 Diperbarui: 11 April 2021   01:49 2629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah aren diolah menjadi kolang-kaling (Foto: ikomedia.umpo.ac.id)

Pakaian Mang Kemed berbeda dari biasanya. Kabayan heran. Ia segera menghampirinya. "Sejak kapan jadi tenaga medis yang menangani kopid naintin, Mang?"

Mang Kemed bingung. "Apa hubungannya saya sama kopid?"

"Itu pakean, ditutup dari bawah sampai ke atas, tinggal pake kerudung sama maskenya saja, jadi deh kayak dokter-dokter itu..." kata Kabayan.

Mang Kemed nyengir. "Bukan mau menangani kopid Yan, saya teh mau ngangkut caruluk (buah aren) untuk dijadikan cangkaleng (kolang-kaling)!" jawabnya. "Kan kamu tahu sendiri, kalau getahnya kena kulit, gatalnya minta ampun..."

"Oooh, iya ya, sudah mau bulan puasa..." kata Kabayan. "Hayu atuh saya bantuin, ada honornya kan?"

"Nggak ada lah, namanya juga usaha mandiri..." jawab Mang Kemed, "Tapi kalau kamu mau bantuin mah hayu aja lah, nanti saya kasih bagian cangkaleng yang sudah jadinya. Kan lumayan, bisa kamu jual atau suruh si Iteung masak buat takjil puasa nanti..."

"Siap lah..." jawab Kabayan. Ia lalu mengikuti Mang Kemed masuk ke kebunnya.

Di sana sudah ada tetangga-tetangganya yang lain yang tak lain dari keluarga dan saudara-saudara Mang Kemed. Ada Bi Iroh istrinya, Sanhuri dan Sanhupi anak kembar Mang Kemed, Mang Tarmedi adiknya Mang Kemed, dan juga Bi Onah, istrinya Mang Tarmedi.

"Wah, kenapa begini..." kata si Kabayan. "Masak bikin usaha melibatkan keluarga semua. Namanya nepotisme ini Mang..."

Mang Kemed mendelik, "Dimana-mana nepotisme mah kalau jabatan negara, bukan usaha keluarga. Ada-ada saja kamu mah. Lagian kamu sendiri minta kerjaan sama saya nggak pake lamaran kerja, langsung saya terima. Apa itu namanya bukan pake koneksi alias koncoisme?"

Kabayan nyengir. "Terus saya bantu apa nih?"

"Angkutin buah caruluk-nya, bantuin saya..." jawab Mang Kemed yang sudah rada dongkol.

"Lah, katanya gatal kalau kena kulit, ini pakean saya begini, bisa-bisa saya kena. Itu namanya membahayakan keselamatan karyawan!" kata Kabayan.

"Ya sudah, kalau begitu, kamu bantuin merebus buahnya kalau begitu..." imbuh Mang Kemed. "Saya bantuin si Tarmedi jagain apinya.

"Berapa lama merebusnya Mang?" tanya Kabayan lagi.

"Dua jaman, bisa tiga jam, tergantung...."

"Terus habis itu?"

"Kupasin, keluarin bijinya..."

"Terus?"

"Terus buahnya digeprek, dipukul-pukul biar empuk, terus direndam. Selesai deh..." kata Mang Kemed. "Udah sana jagain apinya kalau mau bantuin!"

Kabayan mendekati Mang Tarmedi yang sedang menyalakan api untuk memanaskan drum yang diisi air untuk merebus buah aren yang akan diambil kolang-kalingnya itu. "Belum ada yang direbus Mang?"

Mang Tarmedi menggeleng, "Belum, caruluk-nya baru mau diambil," jawab adik Mang Kemed itu. "Kamu mau bantuin nyalakan apinya?"

Kabayan menggeleng, "Bosen ah kalau merebusnya sampai dua jam. Saya bantuin ngupasin aja nanti..."

"Masih lama atuh, dua jaman lagi..." kata Mang Tarmedi.

"Nggak apa-apa Mang, saya tiduran dulu. Nanti kalau sudah selesai merebusnya, tinggal ngupas, saya bangunin ya..." kata Kabayan sambil menebas daun pisang dengan goloknya, lalu mendekati pohon nangka yang tak jauh dari situ dan menggelar daun pisang di bawahnya dan rebahan. Tak perlu menunggu lama, ia sudah ngorok.

Beberapa jam kemudian, ia dibangunkan oleh Sanhuri, anak Mang Kemed. "Kang Kabayan, bangun, katanya mau bantuin ngupas. Itu caruluk-nya sudah selesai direbus..." kata Sanhuri sambil mengguncang-guncang pundak Kabayan.

Kabayan membuka matanya. "Kalau sudah dikupas nanti digeprek kan biar empuk?" ia menatap Sanhuri dengan mata yang masih setengah tertutup.

"Iya, memangnya kenapa?"

"Nanti saja, saya bagian geprekin..." jawab Kabayan.

"Itu langsung Kang, habis dikupas dipukul-pukul... bagi-bagi kerjaan..." kata Sanhuri.

"Habis itu diapain?"

"Direndam air..."

"Ya sudah, saya bagian merendamnya saja kalau begitu..." kata Kabayan tanpa bergerak, masih rebahan.

"Itu juga langsung Kang, habis dikupas, digeprek, langsung dimasukin ke dalam baskom air..."

"Tapi habis itu diangkut kan? Nggak mungkin disimpen di kebon sini kan?"

"Ya iyalah..." Sanhuri mulai kesal.

"Saya bagian ngangkutnya aja nanti!" kata Kabayan lagi.

Sanhuri kehilangan kesabarannya. Sebelum emosinya naik, ia memilih meninggalkan si Kabayan. Si Kabayan pun melanjurkan tidurnya. Sampai dipanggil Mang Kemed, "Kabayan, katanya kamu mau bantuin ngangkut, ini sudah selesai semua!"

Kabayan pun dengan enggan bangkit dan mendekati mereka. Tampak tumpukan buah kolang-kaling yang sudah diolah dalam beberapa buah baskom besar.

"Memangnya manfaat buah cangkaleng ini buat apa sih Mang?" tanya Kabayan pada Mang Kemed.

"Katanya sih bagus buat pencernaan, menahan nafsu makan jadi cocok buat orang yang diet mau menurunkan berat badan..." jawab Mang Kemed.

Kabayan diam sejenak, "Ini teh beneran honor saya cuma dikasih bagian cangkaleng saja?"

"Ya iya lah, seperti perjanjian tadi. Lagipula kamu kan cuma kebagian ngangkut saja ke situ ke luar kebon, di sana akan diangkut naik motor. Masak mau minta lebih..." Mang Kemed ketus.

"Nggak jadi ah Mang, angkutin aja sendiri..." kata si Kabayan.

"Kenapa? Nggak terima honornya cuma itu?" Mang Kemed mendelik, mulai tersinggung.

"Bukan itu Mang," kata si Kabayan dengan tenang, "Kalau saya bantuin dan dapat honor buah cangkaleng, terus saya makan, gimana ceritanya coba. Katanya buah ini bisa menurunkan berat badan. Lah padahal saya kan sudah kerempeng begini bisa habis dong badan saya kalau makan buah itu!"

Mang Kemed menahan emosinya. "Ya sudah, terserah lah. Terimakasih sudah menghibur kita saat kerja dengan dengkuranmu!"

Kabayan nyengir, "Sama-sama, Mang. Nanti saya bantuin jualin aja ya...." katanya sambil ngeloyor pergi.

Mang Kemed hanya mengelus dada sambil bergumam, "Anggap saja latihan sabar sebelum bulan puasa...." 

*****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun