Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

All England yang Sudah Lama Tidak "All" England

19 Maret 2021   12:46 Diperbarui: 19 Maret 2021   16:51 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dari allsports.com

Kalau saja Percy Buckley masih hidup, entah bagaimana perasaannya melihat turnamen bulutangkis yang digagasnya saat ini. Bisa jadi ia bangga, karena ide yang tadinya sederhana, kemudian disukai, disambut baik di seluruh wilayah Inggris, hingga akhirnya mendunia.

Bisa jadi ia juga bersedih. Olahraga yang disukainya itu, yang dengan bangga disebut sebagai olahraga 'asli' Inggris, saat ini tidak lagi menjadi 'milik' orang Inggris. Bukan soal klaim 'asal-usul' yang berpindah tangan atau diakui negara lain, tapi soal supremasinya.

Ya, sudah lama sekali Inggris tidak lagi menjadi 'penguasa' dalam bulutangkis dunia. Para pemainnya juga bukan lagi 'penjajah' berbagai turnamen. Saat ini, Inggris tak lebih sebagai penyelenggara turnamen kelas dunia, tapi prestasi pemain-pemainnya tak lebih dari pelengkap sebuah turnamen belaka.

Tahun 1898, Percy Buckley menjabat Sekretaris Guildford Badminton Club. Saat itu, di Inggris badminton memang semakin populer, dimainkan baik pria ataupun wanita. Banyak klub-klub yang didirikan di seantero Inggris.

Hanya saja, klub-klub itu tak lebih dari klub 'senang-senang,' artinya belum muncul gagasan untuk mengarahkannya menjadi sebuah olahraga tanding. Mr Buckley-lah yang kemudian memiliki ide untuk membawa badminton menjadi olahraga tanding. Karena itu, ia kemudian membuat sebuah turnamen antarklub, terbuka bagi pemain dari klub manapun (di Inggris tentu saja).

Turnamen itu akhirnya digelar pada 10 Maret 1898. Hanya satu hari saja, mempertandingkan tiga kelas saja, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran. Pasangan dari klub Ealing, Stewart Massey dan D. Oakes menjadi juara ganda putra. D. Oakes juga menjuarai ganda campuran berpasangan dengan Daisey St John. Di ganda putri, Mary Violet Graeme yang berpasangan dengan Muriel Lucas dari klub Teignmouth menjadi kampiun.

Kesuksesan turnamen itu rupanya menarik perhatian Badminton Association (Asosiasi Badminton Inggris). Dengan mengadopsi turnamen ciptaan, Buckley, tahun berikutnya diselenggarakan Badminton Association Tournament (BAT), pada 4 April 1899.

Turnamen inilah yang kemudian menjadi cikal bakal All England yang kita kenal sekarang. Nama All England waktu itu bukanlah nama resmi hanya sebutan saja, karena semua pemainnya berasal dari klub-klub se-Inggris. Nama resminya ya tadi, BAT.

Nomor yang dipertandingkan juga sama, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran. Turnamen itu diselenggarakan di London Scottish Drill Hall, juga hanya satu hari saja. Pesertanya, 13 pasangan putri, 14 pasangan putra, dan 25 campuran. Total ada 63 pemain, dimana setiap pemain bisa bermain untuk ganda putra/putri maupun campuran.

Pemenangnya? Sama dengan pemenang Turnamen Guildford. Sebuah piala mungil diberikan kepada para pemenangnya. Hadiah lainnya? Jangan bayangkan duit puluhan ribuan dollar seperti sekarang. Masing-masing pemenang hanya mendapatkan duit 2 Guinea (setara 2,1 poundsterling) dan runner-up mendapat 1 Guinea.

Karena dianggap sukses, BAT kemudian dijadikan sebagai turnamen tahunan dengan berbagai perbaikan di sana-sini, termasuk soal jumlah peserta yang terus bertambah dan tentu saja penambahan hadiahnya. Selain itu, mulai digunakan shuttlecock standar yang diimpor dari Perancis, disebut dengan 'barrel shuttlecock' karena bentuknya mirip tong anggur. Sementara raketnya terbuat dari kayu. Meski 'standar' kok-nya tidak benar-benar sama, dalam hal ukuran dan berat. Termasuk juga raketnya.

Tahun 1900, ditambahkanlah dua kelas lain, yaitu tunggal putra dan tunggal putri. Hingga tahun 1930-an, All England bener-bener masih 'all England,' artinya karena seluruh pesertanya dari Inggris, ya juaranya semuanya dari Inggris. Perluasan turnamen ini pun hanya mencakup wilayah Britania Raya saja, yaitu dengan diikutsertakannya pemain dari wilayah kekuasaan Inggris lain seperti Irlandia, Australia, India, hingga Kanada.

Karena masih 'all England' tentu saja tak ada peserta dari negara lain. Menariknya, ada seorang peserta dari Swiss yang ngebet ingin ikut All England. Ia adalah Guy A. Sautter, yang berangkat ke Inggris untuk ikut bertanding dengan menggunakan nama alias, U.N. Lapin. Sautter ternyata cukup bersinar, ia memenangkan gelar tunggal putra tahun 1911, 1913, dan 1914. Ia juga merebut gelar ganda campuran bersama Dorothy Cundall (1910) dan bersama M.E Mayston tahun 1913.

Masuknya pemain Inggris gadungan ini, mulai mencoreng dominasi Inggris di All England. Apalagi setelah pemain-pemain Irlandia mulai ikut serta. Gordan Mack dan Frank Devlin mulai mengganggu supremasi Inggris (England) totok.

Akhirnya, ketika All England tidak lagi 'all' dari England, dengan kata lain peserta-peserta dari negara lain mulai diizinkan ikut berkompetisi, dominasi Inggris di All England makin pudar. Tahun 1938, pemain-pemain Inggris mulai rontok. Tunggal putra dimenangkan oleh Tage Madsen (Denmark), tunggal putri oleh Dorothy Walton (Kanada), Thomas Boyle dan James Rankin (Irlandia) menjurari ganda putra, ganda putri dimenangkan oleh Ruth Dalsgaard dan Tony Olsen (Denmark). Hanya ganda campuran saja yang dimenangkan oleh pasangan Inggris, yakni Ralph Nichols dan Bessie Staples.

Setelah turnamen ditiadakan tahun 1940-1946 karena perang dunia dan diselenggarakan kembali tahun 1947, seluruh pemain Inggris rontok. Tunggal putri, ganda putra, putri, dan campuran, diborong oleh peserta dari Denmark. Hanya tunggal putra yang digondol Conny Jepsen dari Swedia. Tahun berikutnya (1948) malah terjadi all Denmark di All England!

Pun ketika turnamen ini diakui sebagai turnamen resmi sejak tahun 1977, All England tak pernah lagi melahirkan juara yang 'all' dari England. Prestasi pemain-pemain Inggris makin merosot. Apalagi sejak masuknya negara-negara dari Asia seperti Malaysia, Indonesia, dan China yang berjaya di berbagai nomor. Tahun 2009 bahkan terjadi all China di All England, menyusul prestasi serupa yang diraih Denmark.

Nasib Inggris di All England bener-bener terpuruk, sebuah citra yang mewakili Inggris di pentas bulutangkis dunia yang juga makin redup. Di All England saja, turnamen 'milik' mereka sendiri yang dibanggakan sebagai yang pertama dan tertua di dunia, prestasinya jeblok.

Hingga saat ini, pemain Inggris yang berhasil menjadi juara di All England terakhir adalah pasangan ganda campuran Nathan Robertson dan Gail Emms. Kapan? Tahun 2005! Setelah itu, tak ada lagi...

Inilah yang barangkali akan membuat Percy Buckley sedih. Turnamen yang digagasnya kini menyandang 'pangkat' Superseries Premier bersama dengan Indonesia Open, China Open, Malaysia Open, dan Denmark Open. Tapi pemain-pemainnya?

Seri tahun 2021 ini? Kita sudah tahu, rombongan China, Korea Selatan, Taiwan yang notabene memiliki pemain-pemain kuat tak ikut serta karena covid. Setelah itu, kita juga mafhum, Indonesia, yang juga berpeluang besar merebut beberapa nomor, 'ditendang' dengan alasan yang sama.

Apakah ada peluang untuk 'all' England lagi? Nampaknya tidak juga. Pemain Inggris sudah banyak yang berguguran pula. Tinggal pasangan ganda putra Marcus Ellis dan Christopher Philip Langridge, ganda putri Chloe Birch dan Lauren Smith, serta ganda campuran Marcus Ellis dan Lauren Smith yang tersisa di perempat final. Itupun masih harus berhadapan dengan lawan-lawan lain dari Jepang, Denmark, Thailand dan Perancis.

Jadi kalau mau 'all' England lagi, daripada membuat kontroversi dengan alasan covid dll, mendingan buat 'All England' lagi, alias semua pesertanya dari England. Saya jamin, pasti sapu bersih. Eh, hati-hati, jangan sampai ada penyelundup lagi seperti Guy A. Sautter itu, ngaku-ngaku orang Inggris jebule orang Swiss. Bagaimana, setuju Mr. Buckley?

(Sori ya, paragraph terakhir itu agak-agak esmosi. Harap maklum!)

***

Referensi: (1) (2) (3) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun