Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (105) Perginya Sang Pelindung

15 Maret 2021   11:51 Diperbarui: 16 Maret 2021   14:57 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Episode Awal Volume III: (101) Digantung Status

Episode Sebelumnya: (104) Sarang Setan

*****

Desember 1896, Tiflis mulai memasuki musim dingin. Sudah lebih tiga bulan Sarang Setan berubah menjadi tempat yang nyaman, bukan fisik bangunannya, tapi suasananya. Buku-buku mulai ditata di salah satu ruangan. Buku apa saja, punya siapa saja, ditata sedemikian rupa sehingga terlihat rapi.

Di pojok kecil dibuatlah sebuah dapur darurat. Untuk membuat minuman dan lainnya. Uang patungan, atas kesepakatan, dibelikan sekilo kopi dari Bazaar Persia, juga segepok tembakau dan beberapa buah cangklong. Si Bodo belajar meracik kopi sebisanya, untuk dinikmati bersama-sama.

Setiap jam istirahat, anak-anak itu langsung berbondong-bondong datang. Ada yang datang sendirian, ada yang barengan. Lalu mulai berdiskusi apa saja, ngobrol apa saja, tentang mimpi-mimpi, tentang cita-cita, keluhan di sekolah, pelajaran yang sulit, apa saja.

Diskusi-diskusi buku sudah sering dilakukan di situ. Dari yang hanya bentuknya obrolan, sampai yang serius. Soso tak lagi dominan dalam diskusi-diskusi itu. Si Vaso yang mulai aktif memimpinnya. Sesekali saja ia urun pendapat.

Tiga bulan pula Soso tak mendengar kabar soal si Lado. Anak itu seperti ditelan bumi, hilang tanpa kabar. Soso mulai khawatir. Ia sudah berusaha mencarinya, termasuk ke markas Mesame Dasi, tapi itu juga sudah berubah menjadi bangunan kosong, jangankan ada kumpul-kumpul, menurut orang yang tinggal di sekitarnya, orang datang pun sudah tak ada lagi.

Begitupun dengan Kvali, suratkabar yang dikelola oleh si Noe Zhordania. Kantornya tutup, tak ada orang, tak ada kegiatan, dan jelas, tak ada satupun edisi yang terbit setelah kejadian demo buruh itu.

Soso masih berbaik sangka. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa mereka, Lado dan kawan-kawannya itu, baik-baik saja, hanya saja sedang menghilang sementara. Keyakinan itu diperkuat dengan informasi dari kantor polisi Tiflis. Tak ada di antara mereka yang ditahan, baik saat ini atau bulan-bulan sebelumnya.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun