Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Strategi Anti-Ghosting ala Tukang Kredit

10 Maret 2021   12:05 Diperbarui: 10 Maret 2021   12:12 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan Tukang Kredit dalam Sinetron Si Doel Anak Sekolahan (youtube RCTI via pikiran-rakyat.com)

"Pelisia digosting Kaesang," Bi Enah membaca berita di hapenya, lalu berkomentar, "Tambah pusing baca berita teh, istilahnya makin aneh-aneh.

"Terus, setelah dibaca, maksudnya apa?" tanya Ceu Imah yang berada di dekatnya sambil memilih sayuran dari gerobak Kang Kardi.

"Ternyata maksudnya teh, eta si Kaesang teh kan katanya pacaran sama temen kuliahnya di Singapur, terus pas balik ke sinih, nggak pernah ngasih kabar lagi..." jawab Bi Enah.

"Ooh, maksudnya teh pergi tanpa pesan, seperti lagunya Iis Dahlia?" tanya Ceu Imah lagi.

"Eeh beda, kalau itu mah kabur. Ini mah kayak gimana yah, ada orangnya, tapi susah dicari lah gitu...." sergah Bi Enah.

Mang Dadang, tukang kredit yang tengah memberesi barang-barang menyahut. "Aah itu mah biasa atuh, mau pergi tanpa pesan lah, mau kabur-kaburan lah, mau kabur beneran lah, yang kayak gitu mah saya sudah sering menghadapi!"

"Mang Dadang sering digosting istrinya?" Kang Kardi ikutan penasaran.

"Bukan sama istri saya, tapi sama pelanggan saya. Ngambil barang, nyicil sekali dua kali, habis itu hilang deh, di rumahnya nggak pernah ada, padahal saya tau orangnya nggak pernah kemana-mana. Kalau ketemu alasannya macem-macem, nggak punya recehan lah, belum ngambil di ATM-lah. Sekali-kali okelah, saya juga ngerti, tapi kalau lama kelamaan, kan jengkel juga saya!"

"Makanya Mang, kayak saya dong, punya prinsip, pelanggan dilarang utang, no kasbon!" kata Kang Kardi. "Kalau saya diutangin terus kan gawat, bisa macet. Untung dari sayur nggak seberapa, kadang nggak habis, kalau diutangin bisa-bisa besok saya malah gak jualan lagi!"

Mang Dadang mendelik, "Kamu ini gimana sih Kardi, saya kan tukang kredit, kalau nggak ngutangin namanya bukan tukang kredit, tukang perabot! Beda prinsip, kayak kartu kredit dengan kartu ATM. Kartu kredit bisa dipake terus kalo masih ada limitnya, kartu ATM, tinggal 50 rebu aja nggak bisa diambil!"

Ceu Imah, Bi Enah tertawa, sementara Kang Kardi cengengesan, "Iya, lupa Mang..." katanya. "Terus gimana caranya kalau ada pelanggan yang begitu?"

"Iya Mang, jangan-jangan kayak pinjaman onlen itu, pake neror orangnya lewat telepon, sampai-sampai keluarga dan kenalannya yang ada di buku telepon juga ikut-ikutan ditagihin?" tambah Bi Enah.

"Ya enggak gitu juga kali Bi, kalau itu sih namanya kebangetan," jawab Mang Dadang. "Ngasih pinjemannya nggak jelas, modal nomer hape dan KTP. Antara yang minjem dan yang dipinjemin sama-sama nggak kenal, sama-sama nggak pernah saling ketemu. Kalau saya kan jelas, yang saya kasih barang itu orangnya saya tahu, tempat tinggalnya saya tahu, tetangganya juga saya kenal semua.."

"Terus?" tanya Ceu Imah.

"Tukang kredit itu bisnis yang mengandalkan kepercayaan di antara kedua belah pihak, terutama dari tukang kreditnya sendiri. Pertama, dia percaya nggak kalau orang yang dikasih itu mau dan mampu bayar. Misalkan Ceu Imah mau ngredit panci 50 rebu. Cicilan seribu sehari. Karena cicilannya kecil, saya yakin Ceu Imah mampu. Tinggal dilihat, apakah Ceu Imah ada terus tiap hari di rumah atau enggak. Kalau Ceu Imah sering pergi ya jangan dikasih, kasih saja cicilan lima ribu seminggu..." jelas Mang Dadang.

"Kalau minjem barang 250 ribu cicilan seribu sehari bakal dikasih?" tanya Kang Kardi.

"Bisa saja, asal ya itu, orangnya kelihatan tiap hari. Misalnya jualan pecel tiap hari, atau ibu rumah tangga juga nggak apa-apa kalau dia selalu ada..." imbuh Mang Dadang. "Banyak juga kok ibu rumah tangga biasa yang nyicil barang gede dan saya kasih. Apalagi kalau cicilan sebelumnya lancar!"

"Kalau nih ya, barang 50 ribu, cicilan seribu sehari, terus baru setengah, orangnya kabur. Gimana tuh Mang?" tanya Bi Enah.

"Ya itu, makanya harga barang di tukang kredit disebut mahal. Panci 20 ribu dijual 50 ribu. Kenapa? Ya karena biaya nagihnya lebih besar. Tiap hari harus datang, harus keliling..." kata Mang Dadang. "Itu juga bagian dari pengaman, kalau sehari seribu dan baru bayar setengahnya terus orangnya kabur dan nggak bisa dicari, kan setidaknya nggak rugi, masih untung lima ribu!"

"Tetep akan ditagih?" tanya Kang Kardi.

"Ya kalau orangnya ada ya ditagih, kan hak kita, bagian dari perjanjian..." jawab Mang Dadang. "Kecuali kalau orangnya bener-bener hilang. Ya sudah, anggap saja bukan rezeki..."

"Nggak nagih tetangga atau saudara-saudaranya?" tanya Ceu Imah.

"Ya enggak lah, masak dia yang berutang orang lain yang ditagih!" timpal Mang Dadang. "Bahkan kalau ada ibu-ibu yang ngredit dan ngilang, terus ketemu suaminya pun, saya paling hanya cerita. Suaminya mau bayarin syukur, kalau enggak ya sudah. Tapi kalau suaminya sih pasti mau bayarin. Kalau anaknya yang ketemu, saya nggak berani nagih, kasian!"

"Kalau baru sekali dua kali bayar, terus ilang semua?" tanya Kang Kardi.

"Itu namanya apes, salah saya sendiri yang teledor!"

"Nah, kalau kayak tadi, orang pacaran, janji-janji, terus tiba-tiba ngilang, gimana itu Mang?" tanya Bi Enah.

"Sama saja menurut saya mah, itu soal kepercayaan," jawab Mang Dadang. "Kalau namanya pacaran, cowoknya janji mau ngajak nonton, belum dipenuhi, ya mungkin ada sebabnya, belum ada uang atau belum ada waktu. Yang salah cowoknya, kalau belum siap, jangan janji. Ajak aja nonton kalau sudah ada waktu dan ada duitnya. Kalau cowoknya janji mau nikahin, yang cewek juga harus jaga-jaga, janjinya dipegang tapi jangan ngasih persekot duluan, baru janji dinikahin sudah ngasih segala macam, sampai kehormatannya segala. Kalau ditinggal baru nyesel!"

"Berarti kalau ada yang pacaran, cowoknya kabur, dan ceweknya ngejar-ngejar, artinya sudah ada yang diambil sama cowoknya ya?" tanya Ceu Imah.

"Ya mungkin saja! Apa yang diambil ya nggak tau, bisa barangnya, hatinya, atau yang lain. Kalau nggak ada, cuma pacaran biasa, apa susahnya coba? Putusin aja, cari yang lain. Selesai! Atau bisa jadi, yang ngejarnya terlalu berharap!" jawab Mang Dadang. "Jadi kalau seperti saya, ada orang baru mau ngredit, ya jangan langsung dikasih yang gede-gede, kasih yang kecil dulu. Nanti kalau lancar baru kasih yang gede. Kan gitu, sama-sama enak!"

"Bener juga sih," sahut Ceu Imah. "Ngomong-ngomong, saya jadi nggak dikasih kreditan rais kuker?"

"Ceu, kalau listrik di rumahnya kecil, nggak usah dulu, percuma. Masak pake dandang saja dulu, selain lebih enak, juga hemat. Apalagi cicilan dandangnya saja punya Ceu Imah belum lunas. Jadi bukannya saya tidak percaya, tapi Ceuceunya harus realistis!" Jawab Mang Dadang sambil mengangkat pikulannya. "Percayalah sama tukang kredit, nggak ada tukang kredit yang ngegosting, yang ada pelanggannya yang begitu! Hayu, ah mararangga!" ia pun meninggalkan Ceu Imah, Bi Enah dan Kang Kardi dan mulai berlagu dengan tambahan lirik baru, "Kiridit, kiridit.... Kiridit anti gosting, kiridit kiridit..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun