"Ya begitulah Mak, baik saya bisa sekolah setinggi ini!" jawab Soso.
Mak Meme tersenyum, "Ya, tapi ibumu sangat bangga dengan itu. Dua anak lainnya, anaknya keluarga Kapanadze dan Iremashvili kan beda, mereka orang berada. Sementara ibumu, ya begitulah. Betapa bangganya kamu bisa sekolah di sana dengan beasiswa. Sebagai tetangga yang tahu bagaimana ibumu dulu, kita juga ikut bangga sama kamu So. Yaah siapa tahu, kamu adalah orang yang bisa mengubah nasib orang-orang di sini menjadi lebih baik. Setidaknya ya jadi contoh, supaya pada rajin sekolah!"
Soso tersipu, "Makasih Mak, Pak..." kata Soso. "Makan malamnya membuat saya terkenang masa kecil. Tapi saya harus pulang, istirahat, badan saya masih pegal-pegal habis naik kereta. Apalagi besok saya harus kembali ke Tiflis, mencari tahu soal ibu dan paman saya itu!"
Mak Meme menepuk-nepuk pundaknya, "Ya sudah. Kalau kau enggan sarapan di rumah bapak tirimu, datang saja ke sini, sarapan seadanya!"
Soso mengangguk, lalu pamitan. Pulang dan meniatkan diri untuk tidur, meski ternyata tak bisa langsung lelap. Terlalu banyak yang berkelindan di dalam pikirannya.
*****
Soso terbangun karena ketukan di pintu rumahnya. Ia baru sadar kalau ia berada di rumah masa kecilnya di Gori. Buru-buru ia bangkit dan membuka pintu. Tahunya Mak Meme datang mengantarkan makanan.
"Ditunggu dari tadi gak datang-datang So, taunya masih tidur!" katanya. "Nih sarapan dulu, habis itu kalau mau tidur lagi ya terserah!"
"Duh, jadi ngerepotin, Mak!" kata Soso sambil menerima paket sarapan itu, roti dan labio, seperti yang biasa disajikan Mak Keke. Bedanya, Mak Meme tak membawakannya segelas susu seperti kebiasaan ibunya.
"Nanti kalau kamu mau pergi, pulang ke Tiflis, bilang-bilang dulu ya!" kata perempuan baik hati itu.
Soso mengangguk, "Makasih ya Mak..."