Apalagi sekarang, ketika istri saya bekerja kembali, saya lebih banyak di rumah bersama anak-anak yang PJJ, rumah makin tidak berbentuk. Istri sudah makin malas beres-beres karena capek kerja.
Kalau sudah terlalu parah, biasanya saya turun tangan, mengajak mereka memberesi dan membersihkan semuanya. Mau? Tergantung. Kalau saya melihat formasi rumah-rumahan atau trek mobil itu sudah tidak berubah selama beberapa hari, berarti mereka sudah bosan. Kalau begitu, biasanya mereka mau diajak memberesi dan membersihkannya. Tapi kalau masih dioprek, jangan harap, itu tandanya mereka masih menyukainya dan memainkannya. Biarkan saja.
Tapi ya itu, rapinya paling hanya sehari dua hari. Setelah itu, ya berantakan lagi, ganti tema. Wajan kembali ke dapur, panci diangkut jadi kolam renang. Batu dibuang, kayu dibawa jadi jembatan mobil-mobilan.
Apakah itu buruk? Memang tak enak dipandang mata. Tapi saya melihat sisi positifnya. Rumah yang berantakan tak selalu berkonotasi dengan hal yang negatif seperti kemalasan. Justru saya menganggap ketika semua barang yang ada di dalam rumah meninggalkan tempatnya, berarti barang itu dipakai atau menjalankan fungsinya.
Buku meninggalkan rak, berarti bukunya diambil, dilihat, atau bahkan dibaca. Wajan meninggalkan gantungan berarti habis dipakai masak. Mainan anak keluar dari kotaknya berarti habis dimainkan. Sepeda anak sedikit-sedikit ada yang rusak dan minta dibenerin, berarti habis dipakai.
Selama judulnya bukan pajangan atau barang koleksi seperti lukisan, jam, atau foto dinding, ya memang harus 'diberantakin' alias digunakan. Buku, panci, mainan, sepeda, bagi saya ya itu bukan pajangan. Semakin sering meninggalkan tempatnya ya semakin baik.
Saya teringat rumah kawan yang selalu rapi. Soal kerapiannya memang membuat iri. Tapi buku-buku di raknya, nyaris tak pernah bergeser, selalu dalam posisi sama. Mainan anaknya selalu di situ, rapi dan kinclong. Anak-anaknya tak pernah berbuat onar memberantakkan rumah, tapi lebih banyak menghabiskan dirinya di dalam kamar main game di hape. Badannya makin subur, kacamatanya makin tebal. Bagi saya, nilai kerapian rumahnya itu langsung hilang.
Prinsip orang memang beda-beda, tapi bagi saya rumah selalu berantakan itu bukan sebuah masalah. Itu menunjukkan rumah itu hidup, ada aktivitas, ada kreatifitas. Dibanding yang tak pernah berantakan sama sekali. Idealnya memang berantakan, dirapikan, berantakan, dirapikan lagi. Tapi kan tak selalu bisa begitu, kecuali punya asisten rumah tangga yang bertugas khusus untuk itu. Atau, ada ruangan khusus untuk 'berantakan,' yang tentu saja belum tentu bisa dimiliki oleh setiap keluarga.
Tapi, rumah yang berantakan dengan barang-barangnya tak kembali ke tempat semestinya juga berbahaya. Istilahnya bukan tetap berantakan, tapi berantakan tetap. Pakaian kotor menumpuk berhari-hari di ruang tamu, panci dan wajan bekas pakai sampai berjamur, mainan anak sampai dipenuhi sarang laba-laba, ya itu sudah kelewatan juga. Kalau itu sih bener-bener menunjukkan tanda penghuninya sudah kelewatan malasnya!
So, rumah anda selalu rapi atau selalu berantakan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H