"Kasih tahu saja, tapi setelah itu diam," jawab Pak Vitali.
Natela melirik Soso, "Pulang Koba, bukan urusan kita!"
Soso tak berkata apa-apa lagi. Ia menggandeng Natela meninggalkan tempat itu dan kembali ke Pak Berat yang masih menunggunya. Ia dongkol, kecewa, tapi tak bisa berbuat apa-apa. Ya, itu bukan urusannya. Harusnya ia diam saja, mensyukuri bisa diajak sampai ke situ, dan menikmati 'liburannya' bersama Natela. Tapi tetap saja rasa dongkol di hatinya susah dihilangkan.
*****
"Dua hari lagi, aku seharusnya sudah berada di asrama sekolahku, memulai pelajaran tahun ketigaku. Yaah, meski aku tak terlalu bersemangat seperti dulu, aku tetap tak nyaman membolos..." kata Soso pada Natela, setelah mereka tiba kembali di penginapan.
"Kukira keputusanku ikut ke sini adalah sebuah keputusan yang tepat, aku akan belajar lebih banyak lagi hal yang belum kuketahui," lanjutnya. "Tahunya, hanya ditaruh di penginapan tanpa berbuat apa-apa. Kalau tahu begitu, mungkin aku tak perlu ikut!"
Natela merapatkan pelukannya dari belakang sambil mengelus rambut Soso yang mulai gondrong. "Aku mengerti kekecewaanmu. Tapi tak ada lagi yang bisa kita lakukan sekarang!"
"Iya, aku tahu. Kita harus menunggu sampai mereka kembali, entah apa lagi yang akan kita lakukan, hingga menunggu kepulangan kita ke Poti, dan aku harus segera kembali ke Tiflis. Mungkin seminggu lagi baru aku bisa kembali ke sekolahku!" kata Soso. "Aku terlalu bodoh mengira aku ini orang penting buat Tuan Nikoladze!"
"Hei... kamu memang tidak punya posisi penting sekarang, tapi bukan berarti kamu bodoh. Kalau kamu bodoh, buat apa Tuan Nikoladze mengajak kamu sampai ke sini. Pasti ia berharap sesuatu dari kamu. Hanya saja, mungkin posisimu yang membuatnya tak leluasa, karena mau tak mau memang kamu tetap orang luar, sementara Tuan Nikoladze tetap harus bertindak dengan kapasitasnya!" kata Natela lagi.
Soso diam.
"Kamu tahu Koba. Sejak pertama mengenalmu, dan mulai berbincang denganmu, aku merasa bahwa suatu saat kamu akan menjadi orang yang penting dan hebat, entah sepenting apa dan sehebat apa..." kata Natela lagi.